Suara tangisan bayi memecah kesunyian malam, terdengar begitu menghiba seolah mengharapkan sentuhan seseorang. Seseorang yang tak lagi ada.
Pintu terbuka menghantarkan sosok wanita paruh baya yang bergegas masuk menghampiri tempat tidur sang bayi, diangkat dan dibuainya agar bisa terlelap kembali.
Namun hampir subuh sang malaikat kecil itu baru bersedia berdamai dan masuk ke dunia mimpi.
Sudah 6 bulan rumah keluarga Hermawan tak lagi damai, bukan karena kehadiran orang ketiga, melainkan hanya makhluk kecil tak berdaya yang bahkan belum mampu bebicara.
"Andi Apa kamu tidak berniat untuk menikah lagi? bukannya ibu tidak sanggup merawat Chika, tapi dia butuh sosok seorang ibu" ujar ibu Laksmi menasehati putranya.
"Ibu, bukankah hal ini sudah sering kita bahas, hanya Ratna satu-satunya Ibu Chika tidak akan pernah ada yang lain"
Andi jadi tak berselera lagi menghabiskan sarapannya. Ia bergegas berdiri menyalim tangan ibunya, tak lama kemudian terdengar suara deru mesin mobil meninggalkan halaman.
🍁
Rumah telah dihias dengan sangat indah, beragam dekoran untuk pesta sudah terpasang di tempat semestinya. Ini adalah untuk pertama kalinya ada perayaan di rumah itu setelah sekian lama, terakhir adalah 20 tahun yang lalu.
"Jingga sayang sudah Ibu bilang kamu duduk saja!" tegur bu Sinta pada seorang gadis yang tampak sibuk memasang rumbai di dinding ruang tamu.
Nggak apa-apa kok Ma, ini cuma pekerjaan ringan sebentar lagi selesai" sahut gadis itu sambil menyeka keringat di dahinya.
Bu Sinta hanya bisa menggeleng namun hatinya terasa hangat melihat senyum ceria di wajah putrinya.
🍁
"Terima kasih Pa" ujar Jingga bergelayut manja di lengan ayahnya yang sedang menikmati tayangan dari layar persegi.
"Kamu senang sayang?" tanya Pak Dika sambil mengelus rambut panjang putri bungsunya.
gadis manis berbibir tipis itu merespon dengan cara mengangguk- anganggukkan kepalanya persis seperti anak anjing yang lucu di mata ayahnya.
"Hampir semua teman-teman aku di rumah sakit dulu datang, para suster dan dokter juga".
"Tapi ingat kamu nggak boleh terlalu capek dan jangan lupa untuk minum obat tepat waktu" Pak Dika mengingatkan dengan tegas.
"Siap Komandan." Jawab Jingga sambil memberikan sikap hormat bendera kepada ayahnya.
Bu Sinta yang mendengarkan percakapan ayah dan anak itu menangis terharu. Akhirnya setelah sekian lama keceriaan di rumahnya telah kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jantung Hati (End)
RomanceIkatan persahabatan antara Jingga dan Ratna begitu kuat, mereka bahkan tak terpisahkan meski Ratna telah tiada. Karena rasa sayangnya juga, Ratna rela memberikan jantung, suami dan putrinya kepada sahabatnya. Namun, apakah Jingga dan Andi bisa mener...