Andi panik dan lansung menyusul Jingga ke dalam toilet yang pintunya tidak sempat ditutup.
"Ada apa denganmu sayang? Apa kau sakit? Kau habis makan apa? Bagaimana kalau kita kerumah sakit?" Andi memberikan pertanyaan beruntun yang dibalas dengan lambaian tangan oleh Jingga agar dia berhenti bicara.
Jingga terus muntah bahkan sampai kesulitan bernafas. Andi berusaha membantu istrinya dengan memijat tengkuknya.
Ibu Laksmi yang baru tiba di ruang makan juga lansung panik dan memaksa Andi untuk segera membawa Jingga ke rumah sakit.
🍁
Dokter menyatakan Jingga hamil 5 mimggu, mamun bukannya bahagia keduanya tampak pias sehingga tidak ada pembicaraan selama dalam perjalanan pulang dari rumah sakit.
Jingga yang belum siap karena ingin fokus membesarkan Chika dan Andi yang masih trauma karena kematian Ratna setelah melahirkan Chika.
"Istirahatlah, biar aku yang berangkat sendiri, jangan lupa minum obat yang di berikan dokter"
Andi membantu Jingga berbaring dan menutupi tubuhnya dengan selimut, sebelum berbalik dan kembali ke keluar kota melanjutkan perjalanan dinasnya.
🍁
Kedua keluarga bahagia mendengar kabar kehamilan Jingga, apalagi kedua orang tuanya karena calon bayi Jingga adalah cucu pertama mereka.
Jingga berusaha tegar dan terlihat bahagia, namun hatinya meremang, sudah 3 hari Andi tidak menghubunginya.
"Apa ini yang kau rasakan saat hamil Chika? merasa sendirian?" Jingga bemonolong sendiri sambil menatap foto sahabatnya.
Dia ingat Ratna pernah bercerita, jika Andi selalu sibuk dan jarang mendampinginya. Namun Ratna tidak pernah mempermasalahkannya. Dia mengerti Andi punya tanggung jawab besar, banyak karyawan bergantung hidup padanya. Itulah juga salah satu alasan Ratna menanggung sendiri kesakitannya, agar tidak membebani pikiran Andi.
"Jika Ratna bisa, aku juga pasti bisa.! Sayang kau jangan manja ya! Kakakmu masih butuh perhatian mama" ujar Jingga tersenyum kecil sambil mengelus perutnya. Dia baru saja menidurkan Chika.
Hari-hari berikutnya Jingga tidak lagi larut dalam pikiran negativnya. Calon bayinya benar-benar penurut, selain hari dimana kehadirannya di ketahui, Jingga tidak pernah mual lagi.
Disela kegiatannya mengasuh Chika, Jingga menyempatkan diri membaca berbagai macam buku tentang kehamilan. Lagi-lagi ini adalah hal baru baginya. Untung ibu dan mertuanya selalu memberikan support pada Jingga.
🍁
Dua minggu berlalu, Jingga dan Andi hanya sesekali berbalas pesan, Jingga tak pernah menelepon karena takut menganggu Andi yang sedang bekerja. Jadi dia hanya menunggu sampai Andi menghubunginya duluan.
"Jingga sayang jangan berdiri di balkon, nanti kamu masuk angin, ibu akan tidur bersama Chika malam ini biar kau bisa tidur nyenyak" ujar Bu Laksmi sambil memasangkan kain bali ke pundak Jingga yang sedang berdiri di pembatas balkon. Setelahnya dia membawa Chika keluar untuk di tidurkan di kamarnya.
"Maafkan mama sayang, mama sempat ragu saat pertama tahu kehadiranmu" Jingga mengusap ujung matanya yang mulai basah. Memang dia tidak dilanda mual, namun perasaan melankolis begitu menguasainya, apalagi tampa Andi disisinya.
"Aku merindukan papamu, sanggat" lirih Jingga mulai terisak kecil.
"Aku juga sangat merindukannmu sayang" suara dan sepasang lengan akhirnya memberi kehangatan pada hati dan tubuhnya.
Jingga berbalik dan menemukan Andi, suaminya tengah berdiri di hadapannya dengan tampilan yang hampir sama persis dengan saat Chika masuk rumah sakit dulu, kacau dan lusuh.
Mereka saling berpelukan erat untuk melepas rindu. "Ada apa denganmu kenapa penampilanmu seperti ini?" Cecar Jingga mengusap wajah suaminya.
Andi tak lansung menjawab, dia menatap lekat wajah Jingga yang sudah dua minggu tidak dilihatmya. Dipegangnya kedua sisi wajah itu lalu menyatukan bibir mereka.
"Aku di rumah sakit selama seminggu karena itu aku tidak menghubungimu, aku takut membuatmu cemas."
Mendengar ucapan Andi sontak membuat Jingga terkejut, dia lantas menarik tangan suaminya dan mendudukkannya di ranjang.
"Kau sakit apa dan bagaimana kondisimu sekarang?" Suara Jingga tercekak, air mata sudah mengalir membasahi pipinya yang segera dihalau dengan lembut oleh tangan Andi"
"Begitu tahu kehamilanmu, aku bergegas melanjutkan dinasku agar bisa segera menemanimu menjalani masa kehamilan. Aku bekerja sampai larut malam dan akhirnya drop. Namun selain itu aku juga merasakan keanehan pada tubuhku, aku sering pusing, muntah dan tidak nafsu makan. Aku sampai harus diopname di rumah sakit. Kata dokter aku hanya kelelahan, namun setelah 3 hari dirawat, perasaan pusing dan mual itu tidak juga hilang. Ternyata aku mengalami sindrom suami ngidam dan kata dokter itu normal dan biasa terjadi pada suami yang istrinya sedang hamil. Namun sayang tidak ada obatnya dan akan terus berlangsung selama trimester pertama" jelas Andi panjang lebar.
Jingga kembali memeluknya dia merasa kasihan karena tak ada yang mendampingi suaminya selama sakit.
"Maafkan aku karena sudah salah sangka padamu aku kira kau tidak menginginkan bayi ini" ujar Jingga menyesali pemikirannya.
"Awalnya aku memang merasa takut, aku takut kejadian seperti Ratna akan terulang lagi, apalagi kau baru setahun sembuh setelah menjalani operasi besar. Aku tidak bisa kehilangan lagi. Aku bisa mati jika kau juga pergi meninggalkanku"
Suasana di dalam kamar makin melankolis. Sepasang suami istri itu menangis sambil berpelukan mengungkapkan isi hati mereka masing-masing setelah 2 minggu dipermainkan oleh pikiran mereka sendiri.
"Mulai saat ini kita harus saling terbuka, berbicara jika ada hal yang mengganjal. Jangan sampai kejadian seperti Ratna terulang kembali"
Jingga mengangguk "kita tidak boleh gegabah mengambil keputusan tanpa persetujuan satu sama lain, janji!" Jingga mayodorkan kelingkingnya yang disambut gelengan oleh Andi.
"Itu cara anak kecil, cara orang dewasa seperti ini" Andi pun kembali menyatukan bibir mereka.
🍁
8 bulan kemudian..
"Chika sayang, jalan perlahan! tidak ada yang mengejarmu" tegur Jingga pada putrinya yang hampir berusia 2 tahun.
Balita itu sedang aktif-aktifnya, segala hal dengan cepat ditirunya seperti saat ini dia sedang menirukan tayangan di TV ya menampilkan balita seusianya sedang berlari di taman.
Jingga yang mulai kewalahan mengasuhnya akhirnya mempekerjakan kembali suster Ella sejak 6 bulan yang lalu.
"Mbak Ella tolong mandikan Chika, sebentar lagi Papanya pulang!"
Suster Ella segera menuruti permintaan Jingga. Namun baru saja ia melangkahkan kaki sambil menggandeng Chika, suara ringisan Jingga terdengar olehnya.
"Mbak Ella tolong.!"
🍁
Makassar 28 Juni 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Jantung Hati (End)
RomanceIkatan persahabatan antara Jingga dan Ratna begitu kuat, mereka bahkan tak terpisahkan meski Ratna telah tiada. Karena rasa sayangnya juga, Ratna rela memberikan jantung, suami dan putrinya kepada sahabatnya. Namun, apakah Jingga dan Andi bisa mener...