15. End

3.2K 196 2
                                    

Jingga berusaha membuka kedua matanya yang terasa sangat berat, untunglah pencahayaan di kamar temaram sehingga saat netranya terbuka sempurna, dia tidak merasa silau

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jingga berusaha membuka kedua matanya yang terasa sangat berat, untunglah pencahayaan di kamar temaram sehingga saat netranya terbuka sempurna, dia tidak merasa silau.

Tangan kanannya terasa hangat dan sedikit berat saat Jingga berusaha menggerakkannya, Ia pun menundukkan pandanganya dia menemukan Andi sedang tertidur sambil mengenggam tangannya.

Tidur Andi semenjak Jingga koma tidak pernah nyenyak, ia sering terbangun tengah malam, berharap menemukan keajaiban, dan malam ini, ia terbangun lagi karena merasakan pergerakan di gengamannya. Sontak dia membuka lebar matanya dan menemukan Jingga sedang menatapnya sedih.
Andi pun bergegas menekan tombol emergency.

"Kau sudah bangun sayang, tolong jangan seperti ini lagi, aku bisa mati, bagaimana perasaanmu? Mana yang sakit? Kau ingin apa? Ayo katakan padaku!" Cecar Andi lalu menciumi tangan Jingga.

"Ba-ba yi..ki-ta?" Gagap Jingga menyampaikan keinginannya, tenggorokannya terasa perih dan sakit. Namun belum sempat Andi menjawab , seorang dokter dan suster masuk dan segera memeriksa kondisi Jingga. Andi lalu menyingkir dan membangunkan mertuanya yang juga turut berjaga.

"Syurkulah pasien sudah sadar, semua organ vitalnya berfungsi dengan baik, termasuk jantungnya. Hanya saja syaraf motoriknya akan butuh penyesuaian dan latihan karena lama tidak digunakan, kami akan melepas alat penunjang yang sudah tidak diperlukan. Tadi kami sudah memberi ibu Jingga minum dan saat ini dia kembali tertidur, tapi jangan khawatir beberapa jam kedepan dia akan bangun kembali" jelas sang dokter kepada Andi dan ibu Sinta.

Keduanya menarik nafas lega dan mengucap syukur, namun mereka belum mendekat ke Jingga karena dokter dan suster sedang melepas beberapa alat yang terpasang di tubuhnya.

Setelahnya kondisi Jingga tampak lebih manusiawi, hanya ada selang infus dan alat pemantau jantung yang terpasang di tubuhnya. Meski masih pucat, Jingga terlihat lebih damai.

🍁

Pagi harinya, Andi dan anggota keluarga yang lain sudah menunggu di ruangan Jingga. Menunggu mata itu kembali terbuka, semua menanti dengan harap-harap cemas.

Perlahan Jingga membuka matanya, tak seperti semalam, kali ini dia merasa silau karena semua jendela terbuka lebar. Perlahan dia melayangkan pandangan dan mendapati semua orang yang dirindukannya menatapnya dengan penuh haru.

Namun ada satu pemandangan yang membuatnya tidak sanggup lagi membendung air matanya hingga tumpah begitu saja.

Andi berdiri tak jauh darinya sambil menggendong bayi berselimut biru "lihat Jingga! Dia bayi kita" ujar Andi setelah tepat berada di sisi Jingga.

Bayi itu tampak tenang, mata teranganya menatap Jingga dengan damba, seolah tau mereka pernah berada dalam satu tubuh.

"Ba-yiku" tanya Jingga memastikan.

Andi mengangguk, netranya sudah berair melihat ekspresi bahagia istrinya. "Cepatlah sembuh sayang, agar kau bisa menggendongnya"

Jingga hanya mampu mengecup dahi putranya, karena tangannya masih kaku untuk digerakkan. Perlahan keluarga lain mulai mendekat.
Wajah ibu dan mertuanya bahkan sudah basah. Sementara kakak dan ayahnya tampak berkaca-kaca.

Jantung Hati (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang