Karena tidak kunjung dibuka pintu kamar miliknya dan tangisan dari kedua matanya sudah sangat kering sekarang karena dirinya terlalu banyak menangis sedari tadi. Kini New yang sedang duduk di balik pintu kamarnya dengan posisi menunduk pun sedikit demi sedikit mulai mengangkat kepalanya dan mencoba mengarahkan pandangannya untuk melihat ke sekitar kamarnya.
"Gelap!" Yah itulah yang terjadi saat ini dikamar New. Jam mungkin saat ini sudah menunjukkan pukul sembilan malam sepertinya karena suasana sepi dan sunyi mulai terasa di rumah New. Seperti biasa seluruh warga didesa ini tidur di jam delapan atau sembilan malam, dan New sekeluarga pun juga sama. Keluarga New sejak dulu memiliki kebiasaan jam tidur yaitu pukul sembilan dan bangun dipukul lima pagi. Namun semenjak New bekerja hingga larut malam, dirinya tidak lagi mengikuti kebiasaan tidur di keluarganya. Dirinya lebih memilih membawa kunci cadangan dan tetap begadang hingga pukul satu malam.
New mengedarkan pandangannya terus ke arah sekitar kamarnya dan kini kedua matanya mulai terbiasa dalam kegelapan dikamar itu.
"Ternyata gelap tidak semenakutkan itu yah!! Hanya membutuhkan sedikit waktu dan kemauan untuk berusaha beradaptasi dengan kegelapan. Saat kita sudah terbiasa, rasanya menyenangkan juga !!" Gumam New mencoba menghibur dirinya.
"Ahh iya aku akan menyalakan lentera kamar dulu" yah di setiap kamar New memang disediakan lentera dan lilin guna membantu mereka ditengah keadaan seperti saat suasana malam sedang datang menyapa mereka.
Di negara Priyanka ini listrik belum sepenuhnya masuk. Listrik hanya masuk dikota kota besar dan itupun hanya untuk kepentingan kerajaan ataupun khayalak umum seperti rumah sakit, kantor dkk. Dikarenakan memasang listrik membutuhkan biaya mahal, maka tidak heran jika hanya masyarakat menengah keatas seperti kaum bangsawan, kaum visioner ataupun kaum kaum berpengaruh bagi negara lah yang bisa menikmati canggihnya listrik di jaman itu.
Di desaku ini hanya ada satu keluarga yang mampu memasang listrik, hal itu terjadi karena keluarga itu adalah tuan tanah didesaku. Tanah pertanian miliknya sangat luas hingga tak ayal jika warga desa banyak yang bekerja sebagai petani sewa untuk bekerja di tanah miliknya. Karena hal ini lah banyak warga desa kami yang menggantungkan hidup kepadanya, termasuk ibuku. Nama keluarga ini adalah Watthanasetsiri, tuan Watthanasetsiri atau biasa disebut tuan Thana merupakan seseorang yang cukup disegani oleh warga desa disini. Sifatnya yang loyal, dermawan dan ramah membuatnya banyak disukai oleh warga desa. Namun sebenarnya dibalik sifatnya itu dia juga merupakan lintah darat dan manusia haus darah, dia tidak segan segan membunuh orang yang berani memberontak terhadap dirinya. Hal inilah yang membuat warga desa sangat takut jika harus berurusan dengan keluarga ini, karena merasa paling berkuasa membunuh demi kepuasan pun menjadi hal yang wajar.
Kembali ke realita, setelah berhasil menyalahan lentera aku membawa potongan sobekan tadi ke atas meja kamarku dan segera aku mendudukan diriku di kursi yang tersedia dikamarku. Dengan peneragan yang minim aku mencoba mulai merangkai sobekan sobekkan kertas itu serapi mungkin. Aku hanya berharap sobekan sobekan itu pada akhirnya bisa menyatu dan menjadi utuh kembali.
Beruntungnya di dekat kamar aku ada makan malam milikku yang memang setiap harinya dengan sengaja selalu di sediakan setiap harinya sejak sore hari oleh ibuku. Kata beliau, dia melakukan ini karena merasa khawatir padaku yang bekerja sangat keras belakangan ini, jadi dia berusaha melakukan ini agar aku tidak perlu repot ke dapur untuk makan. Selain itu dia berharap aku jadi bisa beristirahat diatas ranjang sambil menikmati makan malamku. Sungguh kasih sayang seorang ibu tiada batasnya !!
"Ahhh untung ada nasi sedikit…" ucapku bahagia. Dengan bulir bulir nasi inilah yang akan aku gunakan sebagai pengganti lem. Aku mulai merekatkan sobekan per sobekkan kertas itu menggunakan nasi yang aku ulet hingga menjadi halus dan lengket.
Membutuhkan waktu sekitar satu jam bagi aku untuk menjadikan sobekan sobekan itu menjadi utuh kembali.
"Selesai !!" Ucapku senang. Sungguh betapa senangnya aku saat jerih payah dan usahaku tidak sia sia !! Tanpa membuang waktu lagi, aku pun segera membaca satu persatu kata yang ada di dalam surat kiriman dari kekasih ku itu.
Grind Bay, 17 Mei 1962
Teruntuk :
Thitipoom TeechapaikhunDengan datangnya soerat ini persilahkanlah saia untuk menuangkan isi hati saia kepada dikau.
Soemenjak saia poergi pelatihan rasanya hati saia sangat kacau, makan tidak oenak, tidur tidak nyoenyak. Itu semoea karena bayangan dikau berkelana teroes meneroes dalam pikiran saia. Saia mencoba mencari aktivitas lain disini tapi
Saia selaloe berpikiran bagaimana keadaan dikau di desa sana? Saya rindoe dikau, Apakah dikau joega merasa rindoe soeperti saia rindoe kepada dikau wahai kekasih manisku ?Saia rindoe nak menyentuh ramboet hitam milik dikau, saia joega rindoe nak kecoep manis dikau sayang. Kapankah saia bisa merasakan semoea itu lagi? Saia ingin segera kembali nan joempa dikau di goeboek jerami tempat biasa kita joempa.
Sayang, saia disini sehat, dikau tidak perloe khawatir dengan saia. Disini saia mempunyai beberapa kawan baroe, semoga nanti saia bisa kenalkan mereka dengan dikau. Kami disini setiap pagi hingga sore teroes latihan militer, saia terkadang tidak koeat karena terlalu berat. Saia setiap pagi haroes berlari keliling 30 kali, siangnya haroes berlatih fisik, otot nan kekoeatan. Sorenya saia berlatih menembak. Malamnya saia terkadang masih haroes berlatih penyamaran dan cara bertahan hidoep di hoetan.
Meskipoen berat tapi saia bisa mengikoetinnya, saia disini bisa makan enak. Saia hari ini baroe saja mencoba makanan steak, makanan ini sangat enak karena berisi daging dan saoes yang saia joega tidak tahoe apa namanya. Saia tanya kawan saia katanya steak ini sangatlah mahal, sekitar seriboe koin perak satoe porsinya. Kapan kapan saia ajak dikau makan steik ya sayang, saia ingin melihat dikau mencoba makanan enak ini. Saia sedang mengoempoelkan oeang oentoek membawa dikau jalan jalan nan makan steik. Saia setiap boelan selaloe mendapat gaji empat ratoes keping perak, coekoep banyak kan?
Saia mengirim soerat ini hanya ingin memberitahoe dikau jika saia baik baik saja. Boelan depan saya ada test peringkat militer, Dikau tidak perloe khawatir lagi na ! Doakan saia cepat kembali dan kita bisa bersama lagi. Jika saia loeloes test itoe saia bisa lanjut ke peringkat berikoetnya dan bisa segera kembali ke Barento. Moengkin coema ini soerat yang bisa saia toelis, saia mohon pamit doeloe sayang, saia cinta pada dikau selaloe !
Salam rindoe,
Tawan Vihokratana"P'Tay aku rindu" ucapku sambil memeluk surat yang baru saja selesai aku baca.
Tess….. tes….
Tetes demi tetes air mata dari ujung pelupuk kedua mataku pun sudah tidak bisa dibendung lagi. Perasaan rindu dan lega bercampur menjadi satu saat ini, sungguh aku merindukan sosok ini. Sosok yang sudah dua bulan ini menghilang dari hadapanku, sosok yang selalu aku nantikan kedatangannya kembali ke desa ini. Entah aku harus membutuhkan waktu berapa lama lagi untuk menunggu dirinya kembali, tapi setidaknya selama aku mampu dan bisa menunggu dirinya kenapa tidak?"Aku harus segera membalas suratnya"
"Yah kurasa aku harus segera membalasnya atau dia akan khawatir nantinya."
Monolog diriku sesaat setelah meredakan tangisan dan suasana hatiku yang sedang melow ini.
=Bersambung=
KAMU SEDANG MEMBACA
TAWAN.AN [New pov]
FanficDisclaimer : cerita ini mengangkat era masa perang dan berisi sejarah yang tidak nyata karena cerita ini real dari imajinasi author. Jangan mengaitkan cerita ini dengan sejarah yang ada, karena cerita ini hanyalah fiktif belaka. Latar cerita ini men...