Oorlog 13

31 2 0
                                    

“BANGUN!!”

“NEW BANGUN !! GAK USAH SOK LEMAH GITU!! PHO TAHU KAMU HANYA PURA PURA PINGSAN KAN TADI !” ucap pria lansia itu sambil menampar pipiku dengan sedikit keras.

Diriku yang merasakan ada goncangan dan hawa panas di area pipiku pun segera membuka kedua mataku dengan sekuat tenaga. Secara perlahan dan berkali kali aku berusaha menormalkan kedua mataku dengan cahaya disekitar kamarku.

“Pho?” Ucapku kaget mendapati ayahku sedang menatap datar ke arahku sambil bersedekap dengan kedua tangannya.

“Udah ? Sekarang cepet beresin pakaianmu dan segera pergi tinggalkan rumah ini. Pho tidak mau menerima anak seperti kamu !! Pho sudah cukup malu dengan semua perbuatanmu ini.”

“Pho maaf”

“Jangan pernah sebut aku pho mu lagi. Aku tidak sudi memiliki anak sepertimu. Cepat bereskan pakaianmu, dan pergi tinggalkan rumah ini. Aku sudah tidak mau mengurus urusanmu lagi.” Ucap pho dengan nada dinginnya dan berlalu pergi meninggalkan diriku begitu saja.

Kedua mataku sudah penuh dengan airmata sedari tadi. Bisa kalian bayangin, posisiku yang sedang membutuhkan banyak dukungan keluarga, tapi justru keluargalah yang menjadi racun perlahan buatku saat ini.

“Jika pada akhirnya tidak ada satupun yang mau menerimaku di dunia ini, setidaknya aku memiliki diriku sendiri untuk bertahan hingga akhir.”

“Entah baju pernikahan atau baju kematianlah yang akan aku gunakan terlebih dahulu di dalam kehidupan ini. Namun selama aku mengandalkan diriku sendiri, aku yakin aku bisa menggenakan salah satu pakaian itu dengan tenang nantinya.”

Tak mau terlalu larut dalam kesedihan, akupun berusaha bangkit dari tidurku dan mulai menggemasi pakaian dan beberapa barang pribadi milikku.

Badanku yang masih lemas karena pingsan dan belum mendapatkan asupan makan dari tadi pagi, membuat kinerjaku melambat saat ini. Entah sudah jam berapa saat ini, tapi aku sekilas dapat melihat cahaya orange masuk melalui celah jendela kamar sempitku ini.

“Sepertinya sudah sore, aku harus segera menyelesaikannya sebelum matahari benar benar menghilang dari bumi ini” mengingat jarak antara kuil dan rumahku sedikit lumayan jauh, mungkin sekitar 5 kiloan.  Kuil desa ini terletak di atas bukit, dan sangat berbahaya jika pergi kesana saat malam hari. Hal ini dikarenakan jalan menuju kuil itu sangat gelap dan curam.

Sekitar 20 menit telah berlalu, dan aku baru saja selesai mengemas semua barang barangku kedalam tas ransel tua milikku. Tas besar yang satu satunya kumiliki, itupun aku mendapatkan tas ini karena berhasil menemukannya di bekas pelatihan camp tentara desa ini.

Jangan bertanya kenapa aku tidak membeli tas ataupun koper. Harga barang barang itu sangat mahal, dan tentu saja hanya orang orang tertentu yang dapat memiliki barang seperti itu. Kami sebagai rakyat jelata sudah terbiasa menggunakan kain ataupun plastik untuk membukus pakaian dan barang kami.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
TAWAN.AN [New pov] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang