Chapter 7 : Kawan Baru

2 1 0
                                    

"Maafkan aku, Guru," ujar Adler sembari menundukkan kepalanya dalam-dalam. Raut mukanya tampak penuh penyesalan, itu karena ia hampir menyakiti Shira akibat sedang di bawah efek samping obat barunya. Sedangkan penampilannya berantakan karena telah disiram seember air oleh Yuri.

Lynn—orang yang dimaksud guru, hanya bisa menghela nafas. "Tak bisa kupercaya kamu bisa segila ini hanya karena kutinggal berkelana. Apa kamu bahkan lupa untuk memberi makan anakmu? Lihat tubuhnya, kurus kerempeng dan kurang gizi," ujar Lynn sembari menahan amarahnya.

Adler hanya diam, air mata menetes melewati pipinya karena ia merasa meminta maaf jelas tak ada gunanya. Namun tangan Lynn mengusap air mata itu, sorot matanya yang teduh menatapnya dengan tenang.

"A-aku minta maaf, aku sangat menyesal," ucap Adler terbata-bata. Ia berusaha menahan air matanya, tak ingin sisi menyedihkannya dilihat sekali lagi oleh sosok yang dianggapnya sebagai guru.

Lynn hanya mengangguk dan pergi dari hadapannya. Mereka kembali ke ruang tamu yang ada di lantai bawah, dan Shira akhirnya menerima bayaran komisi yang seharusnya diberikan dari tadi.

Raut wajah Adler masih tampak sedih, hingga Yuri bertanya padanya, "Apa yang membuatmu masih merasa sedih? Bukankah Lynn sudah memaafkan dirimu?"

"Aku rasa permintaan maaf masih belum cukup," jawab Adler. Mendengar ucapan itu Lynn sontak berbalik dan menatap Adler.

"Baiklah, misalkan aku ingin menggunakan kediamanmu layaknya sebuah penginapan, akankah kamu bersedia mengabulkannya?" tanya Lynn.

"Tentu saja!" ujar Adler dengan raut wajah senang. William yang berdiri di belakangnya tampak menunjukkan ekspresi yang sama dengan ibunya.

"Lynn, berhentilah memanfaatkan muridmu," bisik Yuri ke telinga Lynn. Tangannya mencengkeram pundak Lynn namun gadis itu langsung mendorong Yuri menjauh dari telinganya.

"Biarkan saja, salah siapa uang kita hampir habis hanya gara-gara sepotong daging? Kita mungkin tak akan sanggup lagi untuk membayar biaya penginapannya, lagipula dia tidak keberatan kita menumpang hidup di rumahnya," ujar Lynn panjang lebar.

Sesuai kesepakatan, mulai hari itu Lynn, Yuri dan Shira menumpang di rumah Adler. William sendiri menyambut mereka dengan antusias. Malam ketika sudah waktunya makan, Adler dan William bertanya tentang bolehkah mereka berdua ikut bergabung dengan regu Lynn dan Yuri. Dengan diskusi atau tepatnya cekcok yang lumayan panjang dari Yuri dan Lynn, akhirnya ibu anak ini pun diperbolehkan ikut. Setelah makan malam selesai, mereka tidur terlelap di atas kasur yang begitu empuk.

Pagi harinya, seperti biasa Kota Ostha dipenuhi dengan orang yang sibuk berlalu lalang. Sebagai pusat dari asosiasi petualang, hal ini sudah sewajarnya.

Pagi ini, Shira berlatih pedang dengan Yuri, ia memakai pedang pendek yang Yuri berikan padanya. Lynn hanya menonton latihan mereka sebentar, sebab ia harus pergi menemui dokter untuk pengobatan terakhir untuk lukanya yang disebabkan serigala yang mengejar Shira. Adler juga akan menemaninya pergi.

Ketika dua wanita itu pergi, mereka tetap berlatih dengan serius. Sementara itu, William juga berlatih sendiri. Berbeda dengan Yuri dan Shira yang memakai pedang, ia lebih memilih berlatih menggunakan tombak. Dua pengguna pedang itu pun memulai pemanasannya sedangkan William berlatih sendiri.

Mereka mencoba menghujam, menusuk dan mengayunkan pedang mereka. Mengincar titik vital masing-masing, sembari menangkis dan mengelak dari setiap serangan yang datang. Ketika pemanasan sudah dirasa cukup, Yuri mengkritik Shira.

"Terlalu banyak gerakan yang sia-sia." Yuri mengucapkan itu dengan nada datar, namun sesaat setelahnya ia tertawa kecil. "Ayolah, jangan murung begitu. Kamu pasti akan jauh lebih baik lagi dengan latihan," ucapnya. Shira hanya tertawa, ia sendiri juga merasa ucapan Yuri ada benarnya..

Azaria : Journey To UnknownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang