SEMBILAN – Penawaran yang Tidak Disangka
"Sesekali bersosialisasi sama tetangga nggak ada salahnya lho, Mas. Kan minggu lalu kamu udah nanyain tetangga kita yang Blok 7A, sekarang tingkatin jadi dateng ke acara tetangga dong, Mas."
Di sebelah Bima, Deka sibuk menahan tawanya mendengar bagaimana Laras sibuk membujuk Bima sejak pagi tadi. Bima melirik dari balik komiknya dan menyikut pinggang Deka dengan keras. Deka mengaduh, tapi Bima tidak memedulikannya karena Laras kembali bicara.
"Papamu kan lagi nggak di rumah, jadi kamu wakilin dateng sama Mama yuk, Mas. Nggak enak kan, masa keluarga Pak RT nggak dateng sih?"
"Kan Mama bisa dateng sendiri."
Hari ini adalah hari Kamis, tapi karena hari ini adalah hari libur nasional, Bima dan Deka sama-sama di rumah. Sejak pagi Laras sudah mengajak Bima untuk datang ke rumah yang hanya berjarak tiga blok dari rumah mereka. Menurut Laras, rumah tersebut kini dihuni pasangan baru yang menikah seminggu lalu.
Pasangan itu mengadakan acara syukuran kecil-kecilan di rumah atas pernikahan mereka sekaligus sebagai ajang perkenalan dengan para tetangga.
"Nggak enaklah, Mas. Lagian yang baru pindah itu umurnya nggak beda jauh sama kamu kok. Siapa tahu bisa jadi temen."
"Aku nggak minat temenan sama siapa-siapa." Bima tahu pasti kalau tetangga barunya adalah mantan tunangan Dru, setelah mendengar penjelasan panjang kali lebar dari sang ibu mengenai acara hari ini.
"Ih, kok gitu sih, Mas?" Laras yang sejak tadi berjalan mondar-mandir di ruang keluarga akhirnya jadi lelah sendiri. "Namanya dia sama-sama kayak nama tokoh wayang lho, Mas. Kayak nama kamu."
Lagi-lagi Bima sudah tahu, tapi ia tidak ingin mengakuinya di depan sang ibu. Jadi Bima pun berpura-pura bertanya, "Siapa emang namanya, Ma? Kurawa?"
"Arjuna, Mas, namanya." Perempuan paruh baya yang masih mengenakan pakaian santainya tersebut, mendelik kepada sang putra sulung. "Kok malah nebak Kurawa sih?"
Laras duduk di sebelah Bima, membuat sofa three seater itu penuh oleh Laras, Bima, dan Deka yang sibuk dengan Nintendo Switch-nya.
"Apa kamu udah kenalan sama dia?"
"Nggak sih."
"Terus kenapa males?" kejar Laras lagi. "Ayolah, Mas. Sebentar aja nggak apa-apa. Nanti kamu stay di sana setengah jam, terus kalau mau pulang duluan juga nggak apa-apa."
"Mama emang mau lama-lama di sana?"
"Why not?" Kedua bahu Laras mengedik singkat. "Mama kan perlu bantu tetangga baru kita biar bisa berbaur sama tetangga lama."
"Bener-bener menjiwai peran sebagai Bu RT," komentar Deka dari sisi kanan Bima, sementara Laras berada di sisi kiri Bima.
Laras mendecakkan lidahnya. "Namanya juga hidup bertetangga."
"Deka aja, Ma. Aku males ah."
"Ya udah, sekarang pilih. Mau Mas aja yang temenin Mama atau kalian berdua sekalian ikut sama Mama?"
Baik Bima maupun Deka sama-sama mengerang malas begitu mendengar pilihan yang lebih mirip seperti ultimatum tersebut.
"Mas ajalah." Deka menyikut Bima, hampir sama kerasnya seperti yang tadi Bima berikan padanya. "Aku males."
"Aku juga males."
Kakak-adik itu adu kekuatan melalui tatapan. Bima kalah saat karena ia tiba-tiba bersin. Deka pun bersorak riang dan melesat pergi ke kamarnya dengan cepat. Ulah keduanya memang seperti anak kecil, tapi Laras tidak protes asalkan ada salah satu anaknya yang menemaninya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[SELESAI] Tuan dan Nona Kesepian
Romance[SELESAI] "Ada yang bilang kalau orang seperti kamu adalah dia yang cintanya sudah habis untuk orang lama, Bim." "Ada juga yang bilang kalau orang seperti kamu adalah dia yang jiwanya udah mati tapi fisiknya masih hidup. Apakah kamu memang begitu, D...