[2] Rasa Sakit yang Menjelma menjadi Bagian dari Mereka

309 12 8
                                    

DUA – Rasa Sakit yang Menjelma menjadi Bagian dari Mereka


"Mas habis beli isi satu perpustakaan atau gimana?" Deka, adik lelaki Bima yang baru saja diwisuda beberapa bulan yang lalu itu, menatap horor ruangan di sebelah kamarnya yang pintunya terbuka. "Bukunya sampai satu ruangan gini."

Ruangan itu memang difungsikan sebagai ruang kerja Bima dan Deka, tapi baru kali ini ruangan tersebut dipenuhi kardus hingga hampir tak ada jalan untuk mereka melangkah.

Sebelum dipenuhi kardus-kardus tersebut, ruangan tersebut memang sudah memiliki rak buku, tapi dibanding dengan jumlah buku yang datang kemarin, tentu saja kapasitasnya tidak cukup.

"Iya, kok tahu?" sahut Bima dengan santai, yang malah semakin membuat Deka melongo.

"Serius, Mas?"

"Serius." Bima mengangguk seraya menutup pintu kamarnya. "Kalau mau ikutan baca, baca aja."

"Sumpah, sebanyak ini punya, Mas?"

"Aku mesti sumpah berapa kali biar kamu percaya, Ka?"

Deka mendecakkan lidahnya dan Bima biasa saja. Kemarin kedua orangtuanya yang membukakan pintu saat ia pulang menjelang pukul sembilan malam, juga bereaksi yang sama seperti Deka.

Kamar Bima memang berhadapan dengan ruang kerja yang kini dipenuhi kardus-kardus tersebut. Saat kemarin Bima dibantu sopir Grab mengangkut semua kardus yang ia bawa dari Rumah Komiko ke ruangan itu, Deka memang belum pulang dari kantor.

Adik Bima itu sepertinya lembur, karena saat pukul setengah satu malam Bima akhirnya jatuh tertidur, ia belum mendengar derum mobil Deka kembali ke teras.

"Kayaknya ini bukan buku-buku baru." Deka melirik ke arah kardus yang sudah terbuka, memperlihatkan beberapa jilid komik Full Metal Alchemist yang di bagian punggung bukunya terdapat label dengan beberapa digit angka.

"Beneran dari perpustakaan, Mas? Dari perpustakaan mana?"

"Rumah Komiko, namanya." Bima melirik pintu ruangan yang dibuka Deka, lalu menerobos masuk dan melewati sang adik. "Itu rental komik yang beda tiga gang dari rumah kita."

"Yang dulu Mas sering ke sana?" tanya Deka, sepertinya ia mulai mengingat tempat yang dimaksud Bima. "Yang koleksi Naruto sama Detective Conan-nya paling lengkap dan paling update itu?"

"Iya, yang itu." Karena Deka menyebut Detective Conan, Bima menghampiri salah satu kardus yang kemarin ia buka dan mengambil secara acak komik si detektif kecil tersebut dari sana.

Bima tidak peduli dengan jilid ke berapa yang ia ambil, yang penting ada bahan untuk mengalihkan pikiran selama di perjalanan menuju kantornya nanti.

"Emang mereka jual komiknya?" Dulu beberapa kali Deka memang ke Rumah Komiko, meski tidak sesering Bima yang berakhir dengan pacaran di penyewaan komik dan novel tersebut dengan Maya.

"Tadinya nggak." Bima mengingat keraguan yang kemarin sempat melintas di wajah Dru, perempuan yang sepertinya juga pengurus penyewaan komik dan novel itu. "Tapi akhirnya dia berubah pikiran."

"Kok—"

"Aku berangkat dulu, takut telat." Pertanyaan Deka tidak akan ada habisnya, jadi Bima menyudahi sesi tanya-jawab tersebut setelah mengambil dua jilid komik Detective Conan. "Tenang aja, weekend ini aku bakal rapiin buku-buku ini. Nanti sore rak buku yang baru bakal sampai di rumah kok."

"Bukan gitu juga sih, maksudku, Mas—"

Bima keluar dari ruang kerja tersebut sambil menepuk bahu Deka dan berlalu menuju pintu keluar. Saat melewati ruang keluarga, ia menghampiri ibunya yang baru datang dari arah dapur dan mencium kedua pipi ibunya serta punggung tangannya untuk berpamitan.

[SELESAI] Tuan dan Nona KesepianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang