⋆part 1

2K 164 14
                                    

Dengan kaki yang terhentak-hentak, Renjun masuk kedalam mobil hitam, dimana sang ayah sudah terlebih dulu masuk kebagian kemudi.

Pipi putihnya menggembung saat tangannya menutup pintu cukup keras. Lelaki dengan surai terikat disampingnya menatap padanya dan menoel pipinya gemas.

"Aduh ada yang ngambek." Godanya sembari menyalakan mobil dan memutar stir dengan sebelah tangan.

Ketika mobil mulai melaju Renjun dengan malas memakai sabuk pengaman. Meski ia sedang kesal tetapi keselamatan nomor satu. Ia tidak ingin mati muda disaat impiannya belum terwujud.

Setelah terpasang, maniknya beralih menatap kearah luar kaca mobil dimana banyak kendaraan entah mobil, motor ataupun yang lain tengah melaju dengan arah yang berlawanan dengannya.

Hembusan nafas keluar begitu saja, sebentar lagi ia akan mencoba hidup mandiri dengan tinggal di asrama sesuai dengan permintaan ayahnya.

Renjun ingin menolak, bahkan dia sempat tak keluar kamar seharian dan tak menyentuh makanan sebagai bentuk pemberontakan.

Namun pada akhirnya ia kalah, ayahnya adalah orang yang tegas, dan sangat membenci ketika keputusannya di tolak atau tak disetujui.

Ibunya pun hanya bisa memberikan petuah agar ia bisa menjaga diri saat di asrama nanti.

Dan hari ini, adalah hari dimana Renjun akan pindah menuju asrama dan menimba ilmu disekolah barunya. Ia hanya diantarkan oleh sang ayah, karena ibunya sedang sakit. Tak tega sebenarnya untuk meninggalkan sang ibu sendiri, namun untung saja ada salah satu teman ibunya yang mengajukan diri menjaga sang ibu saat mendengar kabar ini darinya. Renjun sebenarnya merasa tak enak, namun beruntung teman ibunya menyetujui permintaannya.

"Jun, ayah minta maaf karena mendadak ngasih tau kamu."

"Ayah cuma pengen kamu bisa mandiri." Lelaki yang menyebut dirinya Ayah itu melirik sekilas pada sang anak yang betah menatap jalanan tanpa tau jika sebenarnya sang anak tengah menahan tangis. Katakan Renjun lebay, tapi memang benar. Sehari-hari tinggal bersama kedua orangtuanya namun hari ini ia akan berpisah dengan kurun waktu yang lama. Tentu ia sedih, tak akan ada lagi tempat untuk dia bermanja dan bercerita. Apalagi orangtuanya tak bisa menjenguknya setiap  hari.

Huh, ingin sekali Renjun keluar dari mobil dan mencari bus untuk pulang lalu mengurung diri di kamar.

Sret

Suara tarikan nafas dari hidung yang berair itu membuatelaki berdarah jepang  menoleh lalu menatap anaknya khawatir. "Dek? Adek kenapa?"

Tangan kirinya terulur menyentuh bahu Renjun yang sedikit bergetar dan sedangkan tangan kanannya memegang stir.

Sret

"Adek nangis?"

Renjun tak menjawab, ia hanya diam meremat celana longgarnya hingga kusut dengan sesekali mengelap air mata yang coba mengalir dengan tangan hoodienya.

Yuta, lelaki kelahiran jepang yang mana adalah ayah dari Renjun. Menghentikan mobilnya didepan sebuah gedung yang tampak sepi. Lalu membuka sabuk pengamannya dan meraih tubuh sang anak yang bergetar.

"Hiks ayah..."

Renjun memeluk erat Yuta bersembunyi di dada bidang itu seolah seperti balita yang ketakutan akan sesuatu yang mengerikan. Ya, Renjun takut, tapi bukan takut pada badut seperti para balita. Tapi ia takut jika nanti disekolah barunya ia tak bisa bergaul dan berteman dengan murid lainnya. Ia takut tak diterima.

"Yah.. Hikss.. Takut.." Adu Renjun memeluk erat tubuh Yuta yang juga memeluknya erat dengan sesekali mengelus punggung sempitnya.

Yuta tak tega. Namun ini sudah keputusan yang sudah ia pikirkan matang-matang demi masa depan Renjun. Anaknya harus belajar bersosialisasi. Anaknya harus berani.

"Sstt, jangan takut. Ayah selalu ada disamping adek. Kalo ada orang yang jahat sama adek, adek bilang sama guru. Jangan diem aja. Adek harus berani lawan mereka, karena adek istimewa." Ujar Yuta panjang lebar membuat Renjun tersenyum menatap pada sang ayah.

"Udah dek, gak usah nangis. Kalo ada yang jahatin adek, nanti orangnya ayah tebas pake samurai." Ujar Yuta mengelus surai lembut Renjun. Namun Renjun malah bergidik saat mendengar penuturan Yuta karena sang ayah yang marah ditambah dengan samurai ditangannya adalah mimpi buruk yang membuat orang tak akan hidup tenang. Intinya itu sangat mengerikan, mengingat sang ayah yang juga memiliki darah keturunan Yakuza.

"Nah, ayo kita turun."

Renjun tersadar dari lamunannya dan melihat Yuta sudah tak ada di sampingnya. Ternyata ayahnya sudah terlebih dahulu keluar untuk mengambil koper dan tas lain yang ada di bagasi mobil.

"Kopernya aku aja yang bawa yah."

Renjun hendak mengambil koper yang baru saja diturunkan, namun Yuta lebih dulu menepis tangan anaknya. "Adek gendong tas moomin aja, koper biar ayah yang bawa, adek pasti capek." Yuta menutup pintu bagasi dan menoleh kearah Renjun yang sudah menggendong tas bermotif kartun kesayangannya.

Mereka berjalan beriringan kearah gedung tinggi yang tak jauh dari tempat mobilnya berhenti.

Dengan Yuta yang berjalan sedikit lebih depan, Renjun menatap punggung ayahnya dengan raut sedih dan terharu. Ayahnya masih memikirkan dia dibandingkan dirinya yang lelah menyetir selama 2 jam dan bekerja seharian tanpa mengeluh. Terkadang Renjun berfikir, kenapa ayahnya bisa sekuat itu sedangkan dia tidak? Apakah Renjun kurang bersyukur?

"Ayok masuk." Ajak Yuta saat mereka telah sampai disalah satu pintu bertuliskan. 'Pemimpin Asrama'

"Eh ini nak Renjun ya?" Tanya seorang pria berumur yang memakai kacamata sedang duduk dikursi yang ada diruangan itu.

"Iya pak Sooman, ini Renjun anak saya. Bapak apa kabar? Udah lama gak ketemu." Yuta bersalaman dengan pria itu dan Renjun hanya tersenyum menyapa sang pria.

"Bapak baik, selalu baik. Gak kerasa ya, kemarin kamu yang di asrama, sekarang kamu nganterin anak kamu buat di asrama." Ujar si pria yang diketahui bernama Sooman.

"Iya pak, kira-kira ada gak kamar yang masih kosong? Soalnya saya telat daftar."

Sooman tampak berfikir. "Oh ada Yut, di lantai 7 ada murid yang gak punya temen sekamar. Jadi nak Renjun bisa tinggal sama dia. Tapi, anak itu agak nakal. Apa gak masalah?"

Yuta menatap Renjun anaknya, meminta persetujuan, takut bila nanti Renjun merasa tak nyaman. "Gak apa-apa yah, kalo dia nakal mungkin dia gak bakal ganggu aku. Lagian gak kenal juga." Ujar Renjun membuat Yuta mengangguk ragu.

"Ayo saya antarkan kesana."

TBC

seru gak? lanjut?

LIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang