Suara guyuran air menjadi satu-satunya suara yang dapat Renjun dengar di tengah sunyinya suasana kamar. Dirinya belum berani bercakap-cakap lagi dengan Haechan karena aura orang itu tidak bersahabat.
Kini di kepalanya, Renjun sedang memikirkan rangkaian kata yang cocok agar dirinya bisa berbicara pada Haechan tanpa memancing amarah lekaki berkulit tan itu, namun semuanya malah terasa sulit.
Renjun mendengus kesal dan memainkan ponselnya hingga Haechan keluar dari kamar mandi dengan pakaian lengkap.
Renjun gugup, namun dengan tekad menggebu ia tepis rasa gugupnya untuk mengucapkan terimakasih pada Haechan. Sangat tidak tau diri bila dia hanya diam disaat Haechan sudah seharian ini mentraktirnya makan.
"Chan." Panggilnya pelan, Renjun berharap Haechan tak mendengarnya karena tiba-tiba ia menjadi gugup lagi. Namun sepertinya keberuntungan bukan berada di pihaknya, Haechan mendengar panggilan itu dan kini dia sedang menatap padanya dengan raut bertanya.
"Em m-makasih buat hari ini." Ujar Renjun tulus sambil tersenyum.
"Ya, sama-sama." Jawab Haechan singkat tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponsel.
Renjun jadi berpikir jika Haechan memiliki kepribadian ganda, padahal tadi sore lelaki itu ramah padanya, tapi kenapa sekarang malah menjadi cuek seperti ini?
Ah, apa jangan-jangan Haechan marah karena Renjun telah menghabiskan uang nya?
Entah kenapa, tapi pemikiran itulah yang sekarang menghinggapi pikiran Renjun.
Dengan cepat Renjun meraih dompetnya lalu mengeluarkan beberapa lembar uang dan berjalan mendekati Haechan.
"Chan, ini, maaf ya aku abisin uang kamu. A-aku gak manfaatin kamu kok, tadi aku keasikan jajan sampe lupa. Maaf ya, i-ini tolong kamu terima."
Bukannya menerima, Haechan malah menatap Renjun bingung. "Maksud lo apa?"
"Tadi kamu keliatan kesel pas pulang. Aku tau itu gara-gara aku, a-aku tadi abisin uang kamu. Aku keterlaluan. Jadi ini, sebagai permintaan maaf aku." Ujarnya menyodorkan sejumlah uang.
Haechan menghela nafas kasar dan memejamkan matanya sejenak mengubah raut wajah menjadi lebih tenang. "Gak usah Ren, gue gak keberatan. Gue malah seneng kalo lo emang nikmatin jalan-jalan sore tadi. Sorry, gue gak lagi kesel sama lo kok."
Renjun mengangguk sambil menggaruk tengkunya yang tak gatal. "Kamu baik-baik aja?"
Haechan tersenyum tipis. "Ya, gue gak kenapa-napa kok. Mending lo tidur biar nanti besok gak kesiangan."
Renjun tak membalas dan memilih untuk menuruti perkataan Haechan. Lagi pula perkataannya benar, bila ia tak tidur bisa-bisa ia akan terlambat lagi.
Setelah tubuhnya terbalut selimut tebal nan lembut matanya pun jadi sayu dan perlahan memejam dengan alam bawah sadar yang mulai hilang.
⋆⋆⋆⋆⋆⋆
"Mau bareng?" Renjun menoleh melihat Haechan yang sudah siap dengan seragam lengkap dan jaket kulit hitam yang ikut membalut tubuh tegap itu.
Renjun terdiam ragu untuk menjawab, niat ingin menolak tapi setiap pertanyaan yang dilontarkan Haechan lebih seperti pernyataan yang tak bisa ia bantah. Dan pada akhirnya ia pun menurut dan naik keatas punggung si kuda besi.
Di sepanjang jalan sesekali kelopak indah Renjun memejam dan durasi hirupan dihidungnya memanjang saat ia merasakan nyaman menikmati udara bandung di pagi hari dengan pemandangan pohon besar di pinggiran jalan. Sejuk udara tak membuatnya kedinginan, justru itu malah membuat Renjun enggan untuk beranjak dari atas motor. Namun sayangnya jarak dekat sekolah dan asrama membuatnya harus berhenti merasakan sensasi tadi.
Sangat tak ikhlas saat kakinya kembali memijak tanah area sekolah. Haechan yang melihat wajah Renjun muram pun bertanya untuk memastikan keadaan lelaki itu.
"Kenapa?"
Renjun tersenyum canggung dengan kepala menggeleng pelan. "Gak apa-apa, em Chan, aku duluan ya. Makasih udah ngasih tumpangan."
Tak berlama-lama, Renjun pergi meninggalkan Haechan yang terus menatapi punggungmya.
Sesampainya di kelas seperti biasa Renjun langsung duduk di kursi yang berada di pojok. Perasaan senang pagi tadi langsung berganti dengan raut wajah yang kini lesu, alasannya karena hari ini adalah pelajaran olahraga. Renjun bukan membenci pelajaran itu, dia hanya tak suka mengingat dirinya yang lemah jika menyangkut soal olahraga. Ia merasa kecewa pada tubuhnya yang mudah kelelahan. Padahal perasaannya menggebu ingin berlarian seperti yang lain.
Seperti sekarang, dia dan semua teman sekelasnya tengah berbaris untuk diabsen oleh sang guru. Dan mereka pun telah melakukan pemanasan. Murid yang namanya telah di panggil di persilahkan untuk berlari mengelilingi lapangan. Dan sekarang giliran Renjun, tak seperti murid lainnya yang berlari dengan kekuatan penuh, Renjun justru hanya berlari pelan karena tak ingin tenaganya terkuras cepat. Teriknya sinar matahari yang menusuk mata membuat Renjun menjadi pusing dan pandangan mengabur. Sekuat tenaga ia kerahkan agar tubuhnya kuat berlari menghampiri teman dan gurunya yang ada di ujung sana. Namun sayang, kesadarannya hilang begitu saja membuat tubuh yang sudah memerah padam itu ambruk ke tanah dan jadi perhatian para murid di sekitar.
Sebelum kelopak terpejam hanya rasa panas yang bisa Renjun rasakan. Juga panggilan dari beberapa temannya saat tubuhnya kemudian lemas tak sadarkan diri.
TBC
Mengingat pertanyaan gue di part sebelumnya, ternyata kalian pada minta cerita hyuckren lagi. Oke karena gue baik hati dan tidak pelit. Gue akan kabulin, tapi pas cerita ini udah tamat.
Gue sekarang lagi tertarik sama ABO, kalo gue bikin cerita Renjun Omega dan Haechan alpha terus formal pada setuju gak? Soalnya gak tau, lucu aja gitu ^_^
Sorry part ini pendek
Kalo yang komen rame update cepet :^
Janlup vote juga ngab!
KAMU SEDANG MEMBACA
LIE
FanfictionRenjun harus pasrah mengikuti permintaan sang ayah untuk pindah ke asrama yang mana membuat Renjun sedih dan kesal. Tapi ternyata, ayahnya melakukan itu demi kebaikan Renjun sendiri. Ia yang sulit bersosialisasi harus mempunyai roommate yang menuru...