⋆part 8

925 145 27
                                    

Haechan begitu anteng memandangi Renjun yang tak henti-hentinya memasukan makanan kedalam mulut mungilnya hingga pipi putihnya menggembung dengan sedikit rona merah karena udara kian mendingin. Tampaknya lelaki bersurai madu itu begitu menikmati makanan yang dibelinya, Haechan ikut senang karena ternyata Renjun bersikap tenang dan tak terlihat takut lagi.

"Enak?"

Renjun mengangguk melanjutkan memakan cilor yang dibelikan Haechan. Saking asiknya makan Renjun sampai tak menyadari bahwa pipinya kini berlumuran saos. Karena gemas, Haechan pun mengambil selembar tisu dan mengelap area bibir dan pipi Renjun yang terkena saos hingga bersih.

"Pelan-pelan aja makannya, gak ada yang minta kok." Ujar Haechan meremas tisu hingga bulat dan ia masukan kedalam tong sampah yang ada di samping bangku.

Renjun terdiam beberapa saat dengan pipi bersemu. Tidak! Jantungnya kembali berdegup kencang! Ada apa ini?

"Kenapa? Kok diem? Makan lagi, nih." Haechan menyodorkan cilor tusuk itu dan langsung Renjun makan dengan wajah bengongnya.

Namun beberapa saat kemudian Renjun tetkekeh canggung membuat Haechan menatap padanya bingung.

"Kenapa?" Tanya Haechan menatap Renjun yang malah tersenyum.

"Em..." Renjun bergumam ragu.

"Kenapa Ren?" Tanya Haechan lagi saat menatap wajah Renjun yang terlihat ragu.

"I-itu...

"....g-gue laper hehehe." Jawabnya sambil tertawa canggung. Renjun sungguh malu, namun mau bagaimana lagi. Belum makan nasi berarti dia belum makan. Begitu kata ibunya.

"Laper?" Renjun megangguk menjawab pertanyaan Haechan.

"Yaudah kita makan."

Mereka berdua pun berjalan beriringan menuju tempat motor Haechan di tinggalkan. Sebelum naik, Haechan membuka tas sekolah nya dan mengeluarkan hoodie hitam miliknya untuk Renjun pakai karena udara kian mendingin.

"Nih pake nanti masuk angin." Haechan meyodorkan hoodienya dan Renjun terima tanpa bantahan, karena memang ia pun sedang kedinginan. Ia memakai hoodie itu dengan Haechan yang setia memperhatikan. Haechan menahan senyum saat hoodie miliknya menenggelamkan tubuh Renjun sampai jari jemari putih itu ikut tak terlihat.

"Kegedean Chan." Ujar Renjun memperhatikan dirinya sendiri.

"Udah gak apa-apa biar anget. Yuk buruan, nanti keburu malem."

Renjun menurut mengikuti Haechan yang sedang membalikkan posisi motornya. Ia pun naik dengan Haechan yang meyodorkan lengannya kembali untuk menjadi tumpuan.

Kening Renjun berkerut saat Haechan memberhentikan motornya di pinggir jalan, di dekat sebuah tenda terang dengan suasana yang cukup ramai. "Kok berhenti?" Tanya Renjun bingung.

Haechan membuka helmnya dan membantu Renjun turun. "Kita makan disini. Yuk."

Renjun ragu, tapi dia tetap mengikuti langkah Haechan yang ada di depannya. Hingga masuk ke dalam tenda, Renjun melihat suasana orang-orang tengah menyantap makanan sembari bersenda gurau. Kemudian ia pun beralih menatap Haechan hingga manik mereka saling bertemu.

"Nih piringnya, mau makan sama apa?" Tanya Haechan yang kini sedang mencapit beberapa makanan keatas piring rotan beralas kertas nasi.

Renjun tampak bingung menatap aneka makanan di hadapannya, banyak sekali, di mulai dari daging, jeroan, tahu, tempe dan beberapa jenis lalapan hingga sambel. Tak tau harus mengambil yang mana, Renjun akhirnya meminta Haechan untuk  memilihkannya saja karena Haechan lebih tau mana yang enak.

LIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang