The Show

225 5 0
                                    

Tahun 1996, saat itu sepulang sekolah dan memasuki Rumah, aku dipanggil oleh mama yang sedang menerima tamu.

Di Ruang tamu mama sedang berkumpul dengan Tante Resti, seorang teman perempuan mama yang aku tidak kenal dan seorang laki-laki yang kalau dari logat bicaranya seperti dari Indonesia bagian Timur.

Ternyata mereka sedang membicarakan kegiatan yang akan ditampilkan pada saat acara Jumpa - Pisah atasan tertinggi Papa di kantor. Ya Boss papa yang membawahi seluruh area tambang akan pindah ke Jakarta dan akan digantikan oleh orang yang baru.

Untuk melakukan pelepasan dan penyambutan Pejabat yang baru, maka akan dilakukan acara yang salah satunya akan menampilkan paduan suara dan tari yang akan dibawakan oleh anak-anak pekerja seumuranku.

Salah satu yang terpilih adalah aku, siang itu mama memberitahukan bahwa dalam waktu dekat akan dimulai latihan dan aku terpilih untuk menari dalam acara tersebut.

Susunan dan rencana pentas sudah disusun, tari janger terpilih untuk ditampilkan karena bisa mengakomodir pementas laki-laki dan perempuan, pelatih pun sudah didapat namun permasalahan muncul ketika akan dilakukan latihan untuk pertama kalinya.

Komposisi kami para pementas ternyata terdiri dari 5 laki laki dan 3 perempuan. Sedangkan tari janger mensyaratkan penampilan laki-laki dan perempuan berpasangan.

Pementas laki laki mayoritas sudah kelas 5 dan 6 yang tentunya berbadadan lebih besar dibandingkan aku, sedangkan aku saat itu adalah anak laki-laki paling kecil secara umur dan perawakanku pun terlihat ramping dan jenjang seperti anak perempuan.

Terbesit ide oleh Ibu pelatih bahwa sebaiknya aku mengambil peran penari wanita. Awalnya mama berkeberatan karena takut papa tidak menyetujui, namun Tante Lastri selaku ketua Panitia acara akan coba berbicara dengan Istri Atasan Papa agar mau membantu membujuk supaya Papa mengijinkan.

Sore itu akhirnya diputuskan kami tetap latihan dan aku sudah mulai berlatih sebagai penari wanita. Keesokan malamnya Papa sempat menggerutu karena mengetahui aku akan mengambil peran penari wanita. Namun karena desakan atasannya dan Bujukan Mama akhirnya Papa mengizinkan. Ketika Papa bertanya langsung kepadaku apakah aku keberatan, saat itu dengan mantap aku mengatakan tidak, aku katakan kepada Papa bahwa aku suka. Papa tidak punya pilihan selain mengiyakan permintaan dari kami semua.

Hari-hari selanjutnya kami semua para pementas disibukkan dengan latihan. Setiap sore jam 15.00 hingga menjelang senja kami terus berlatih. Pelatih tari kami saat itu beberapa kali memujiku dengan berbakat, aku bisa dengan luwes menampilkan gerakan-gerakan tari janger, bahkan katanya aku lebih luwes dari beberapa teman perempuan yg lain.

Salah satu hal yang menyenangkan selain dapat menari dan nantinya akan berdandan seperti perempuan, demi pementasan ini Tante Resti selaku ketua Panitia juga meminta izin kepada Guruku disekolah agar sementara waktu aku boleh memanjangkan rambut untuk keperluan pementasan. Rambut yang cukup panjanga akan membantu memudahkan perias nantinya menyambung dengan rambut palsu. Dan syukurlah sekolahpun membolehkan.

Selama sebulan menjelang pementasan kami terus berlatih dan khusus untukku, panitia acara juga memberikan shampoo khusus untuk aku pakai setiap hari agar rambutku cepat panjang.

Satu Minggu sebelum pementasan rambu belakangku sudah lebih panjang daripada batas dagu. Dan itu sudah cukup untuk bisa diperpanjang dengan rambut Palsu. Momen itupun aku manfaatkan untuk lebih sering memakai baju kado dari Mama. Aku menyelundupkan semua baju itu kedalam kamarku dan kusimpan didalam kantung laundry serta aku sembunyikan dibawah tumpukan baju lama yang masih disimpan.

Setiap Malam sebelum tidur, setelah memastikan Papa dan Mama Tidur, maka pintu akan aku kunci dan aku segera berganti baju dengan baju-baju itu. Tidak hanya itu, aku juga menyelundupkan salah satu sports bra mama ke dalam kamar.

Sin-TrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang