fragmen 12 - kesal

380 71 11
                                    

Pernahkah kau merasa kesal pada seseorang, sekaligus lebih kesal pada dirimu sendiri karena tidak seharusnya kau kesal dengan orang tersebut?

Aku tahu Baekhyun kesakitan, tapi aku ingin dia cepat sembuh. Dan agar bisa cepat sembuh, dia harus bisa meniup bola di dalam kotak sekuat tenaga sampai benda itu naik ke atas atau belajar memiringkan tubuhnya. Setelah itu baru belajar berjalan. Bagaimana bisa pulang jika selama proses penyembuhan saja dia selalu mengeluh kesakitan?

Hiks...

FUCK!

Dan sekarang dia malah menangis.

“Dengar, Baekhyun. Ini sudah seminggu lebih kau berada di rumah sakit. Seharusnya kau sudah boleh pulang. Sehun saja sudah kembali bekerja. Dan aku tidak bisa terus-terusan menjagamu di sini. Ada banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan. Bisakah kau bekerja sama sedikit denganku?”

Baekhyun menatapku dengan tatapan penuh luka. Air matanya dengan cepat bergulir membasahi pipinya yang tirus. Bibirnya pun seketika turun ke bawah menahan tangisan. Dan ia kembali terisak, jauh lebih keras. Dalam satu kerjapan mata saja, Baekhyun sudah sesegukan di atas ranjangnya. Bahunya bergetar hebat.

“Hei, jangan menangis lagi. Berhenti!”

Damn you, Park! Dia tidak akan mau mendengarkanmu jika kau terus berbicara dengan nada keras seperti itu. Tapi aku sungguh kesal. Kesal sekali rasanya sampai ingin kurobohkan dinding rumah sakit ini hingga hancur.

“Jika kau bisa menangis keras seperti itu, seharusnya kau bisa meniup bola sialan tersebut sampai naik ke atas. Menangis juga membuat otot perutmu bergerak, tidak ada bedanya. Jadi kenapa kau tidak bisa melakukannya? Kenapa kau hanya bisa menangis seperti bocah?”

Segera setelah selesai membentaknya sampai tubuh ringkihnya tersentak, aku menyesali segalanya. Tangis Baekhyun tak lagi terdengar, mungkin karena terlalu shock mendengar suaraku yang menggelegar memenuhi kamar. Aku hendak meraih bahunya yang entah mengapa tampak semakin kecil saja saat dia membungkuk, nyaris meringkuk ketakutan, tapi dia langsung berjengit saat tanganku bahkan belum sampai.

Park Chanyeol, kau adalah seorang bajingan.

Terpaksa aku berlutut di sisi ranjang, mencoba menjangkaunya perlahan. Tapi yang kulihat adalah tangisan tanpa suara dengan air mata yang menganak sungai dan berjatuhan tanpa henti. Aku kembali berdiri dan mendesah frustrasi.

“Terserah kau saja.”

Aku marah pada diriku sendiri. Aku marah karena tidak bisa membuatnya memahami maksudku. Aku hanya ingin dia cepat sembuh agar bisa membawanya pulang ke rumah. Rumah sakit tidak memberikan kenyamanan untuknya, tak peduli seberapa banyak bunga liar yang Jongin bawa ke ruangan, aku tahu Baekhyun merasa tak nyaman sebab ini adalah tempat yang asing baginya. Ia masih kesulitan beradaptasi dengan lingkungan baru, apalagi berinteraksi dengan orang-orang di dalamnya. Tiap kali dokter atau perawat datang, dia pasti gelisah. Jika ada aku atau Jongin yang mendampingi, dia akan bertanya ke mana dokter Kim.

Baekhyun hanya tahu Minseok adalah seorang dokter. Dan dia berpikir Minseok akan merawatnya di rumah sakit ini. Padahal Minseok hanya bekerja di markas untuk kami, para agen NIS.

Masih dalam kondisi marah besar, aku berniat meninggalkan ruangan, tak ingin membuatnya semakin ketakutan. Kami sama-sama butuh waktu untuk menenangkan diri. Untungnya saat kubuka pintu, ada sosok Jongin yang muncul sambil membawakan vas bunga yang baru.

“Oh, Kapten. Kau mau ke mana?”

Aku tidak menjawab dan menyuruhnya masuk dengan isyarat mata. Kemudian kututup pintu tanpa mengira-ngira kekuatanku hingga suaranya berdebum dengan keras.

A N O M A L I (chanbaek)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang