EPILOG

29 7 0
                                    

Musim panas, 2012

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Musim panas, 2012.

Vondelpark, Amsterdam.

Dari jauh Sabine sengaja menghentikan langkahnya. Dalam diam ia memperhatikan sosok pria yang masih setia menutupi wajahnya dengan kamera. Yang terkadang beberapa kali terlihat mengubah posisinya demi mencari angle yang pas untuk dijadikan objek bidikan.

Di saat yang bersamaan, sesuatu di dalam dadanya bergemuruh. Debaran jantungnya seakan tak mampu lagi ia kendalikan. Semakin cepat dan kencang.

"Aku punya alasan, Sabrina. Sebab itulah aku memutuskan untuk pergi. Maafkan aku karena telah membuatmu menunggu," ujar Arkeen di malam itu via sambungan telepon.

"Kamu membuatku tidak bisa berhenti khawatir. Aro bilang, kamu pergi tanpa memberitahu akan ke mana."

"Aku memang sengaja melakukan itu. Aku tidak ingin Aro tahu, jadi, kamu pun tidak akan tahu," pria di seberang sana menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan ucapannya. "Aku hanya butuh waktu untuk memperjelas segalanya, Sabrina."

"Apa alasanmu adalah untuk menghindariku? Kamu takut aku menuntutmu?" tanya gadis itu kian melebar.

"Maksudmu? Menghindari apa? Demi Tuhan, Sabrina. Aku-"

"Kalau begitu mengapa kamu pergi dan membiarkanku melewati ini sendirian, Arkeen? Di saat aku membutuhkan sebuah penopang, di saat itu pula kamu menghilang. Kamu tahu? Aku tersiksa lebih dari apapun."

Percakapan mereka terus mengerucut. Bahkan kini semakin tajam. Sabine tidak pernah merasa segundah ini sebelumnya. Dimana semua masalah muncul dalam satu waktu. Beberapa fakta terungkap dan mengejutkannya dalam waktu yang bersamaan.

"Ayah dan Ibuku. Apa kamu takut aku akan membencimu karena fakta tersebut?"

"Aku tidak seperti itu!" ujar Arkeen menyalak. Sementara Sabine terhenyak.

Bagaimana gadis itu bisa berpikiran seperti itu padanya? Ia tahu, kepergiannya memang mendadak. Tapi, demi Tuhan. Tidak ada maksud bagi Arkeen untuk menghindari Sabine.

"Aku hanya tidak bisa menerima argumen Rimo. Dia menuduhkan apa yang tidak pernah kulakukan, Sabrina. Aku bahkan, ng... tidak tahu kalau yang ada di dalam mobil itu adalah kedua orang tuamu."

Sabine tercekat untuk sesaat. Ia tidak ingin bicara apapun sebelum Arkeen benar-benar menyelesaikan penjelasannya. Satu hal, ia tidak ingin memulai sebuah kesalah pahaman yang lainnya.

"Malam setelah kecelakaan itu aku tidak bisa mengingat apa-apa lagi. Bahkan, aku tidak lagi membuka mataku selama tiga bulan. Aku tidak tahu apapun, aku melewatkan banyak hal yang seharusnya kuketahui, Sabrina.

Aku pulang. Menemui Ibuku, meminta penjelasannya mengenai apa yang terjadi selama aku tidak sadarkan diri. Dan ternyata, apa yang aku yakini selama ini adalah salah besar."

"Tentang apa?" gadis itu bertanya penuh kehati-hatian.

"Suatu hal, Sabrina. Maaf, tapi aku tidak bisa mengatakannya."

REWIND; SPRING IN AMSTERDAM ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang