Kurasa Hermione Granger -sahabat Harry Potter itu- beruntung karena memiliki jam waktu yang bisa membuatnya pergi ke saat-saat yang ia inginkan. Ia bisa mengulang waktu, kembali ke beberapa jam sebelumnya dan memperbaiki sedikit kejadian di masa itu.
Sayang, aku hanya Genara Amelia yang meskipun berharap sepenuh hati untuk bisa seberuntung Hermione, harus menerima kenyataan bahwa jangankan punya kesempatan untuk kembali ke masa lalu, sekarang saja aku sedang kebingungan menghadapi muka mengerut Abang dan tatapan bingung dari Gara.
"Lo beneran bolos ya?" Pertanyaan ulang dari Abanglah yang pertama terdengar di antara kami setelahnya.
"Nggak, Bang." Jawabku lemah.
"Trus? Kata lo Gara udah tahu kalau hari ini lo cuti. Buktinya?"
Aku tidak punya jawaban. Otakku tidak menyiapkan alasan untuk kejadian ini. Aku juga tidak mungkin menambah deretan panjang kebohonganku pagi ini dengan mengatakan kebohongan lain di depan mereka berdua. Satu-satunya kemungkinan yang tersisa adalah jujur. Dan sayang sekali aku belum siap untuk itu sekarang ini.
"Kamu cutinya hari ini ya, Ra? Aku pikir masih kapan gitu."
Aku mendongak cepat untuk menatap Gara.
Tidak, Gara tidak tahu tentang kebohongan yang sudah kuberikan pada Abang dan semua orang di rumah. Semalam kami berpisah tanpa sedikitpun membahas tentang Mas Hardy dan segala hal tidak masuk akal yang dia lihat di sana semalam. Gara bahkan mungkin tidak tahu kalau aku kena skors hari ini.
Aku tahu aku salah karena tidak jujur dan tidak pantas untuk dibantu, tapi melihat bagaimana dia menutupi kesalahanku, mau tak mau membuatku sedikit terenyuh. Sedikit.
"Sorry, Ga." Kataku tulus.
Mungkin di telinga Abang, permintaan maafku ini karena aku tidak memberikan Gara jadwal yang tepat dan membuatnya terpaksa bolak-balik. Tapi sejujurnya, aku minta maaf karena aku benar-benar menyesal karena membuat Gara terpaksa melakukan kebohongan ini.
Kulihat Gara mengangguk ringan. Dan kalau saja aku tidak sedang menatapnya dengan seksama seperti sekarang, aku mungkin tidak akan sadar bahwa dia sedang memberiku senyum kecil. Samar-samar aku bahkan bisa melihat pemakluman untukku di sana.
"Lo berdua nggak akan mulai pelukan di depan gue, kan?" Suara Abang terdengar lagi.
Aku menoleh cepat dan memberi Abang tatapan mengerikan, tapi Gara hanya mengabaikannya.
"Ya udah, aku berangkat sekarang, Ra." Pamitnya setelah itu.
"Aku, aku. Lo udah mantan ya, Nyet. Nggak usah sok manis. Geli."
Gara hanya memberinya tawa pendek dan gelengan kecil sebelum akhirnya melangkahkan kakinya ke luar rumah.
"Katanya Abang pengen kita balikan? Nggak jadi?" Tanyaku.
"Jadi, lah."
"Trus?"
"Ya geli aja. Gue trauma tau. Takut lihat kalian cipokan lagi. Hiii ..." Tambahnya sambil bergidik sendiri.
"Dih."
"Heh, mau kemana lo?"
"Ke Gara sebentar." Kataku sembari berlari mengejar Gara sebelum laki-laki itu pergi.
"Aneh lo. Nggak mau balikan tapi ditinggal bentar aja udah nyariin. Yakiiin, nggak ada rasa yang tertinggal? Coba lihat lagi deh, siapa tahu ada rasa yang nggak hilang."
Aku bahkan masih bisa mendengar sindiran yang diucapkan Abang ketika akhirnya berhasil menyusul Gara di halaman depan.
"Ga!" Panggilku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sometimes, Love Just Ain't Enough
Romance"Tapi cinta aja nggak cukup, Genara." Aku tidak menanggapi, bahkan bergerak pun tidak. Atau mungkin, jangan-jangan aku juga lupa bagaimana caranya bernafas, entahlah. Aku tidak tahu bagaimana ekspresiku sekarang, tapi Mas Hardy menatapku dengan soro...