Namaku Mutia. Biasa di panggil Tia. Aku adalah seorang gadis yang tinggal di desa. Ayahku bernama Hasan. Dia seorang petani biasa. Dan Ibuku bernama Syarifah. Dia adalah seorang Ibu rumah tangga yang begitu lembut dan penyabar. Mereka hendak menyekolahkanku di kota.Di sebuah sekolah negeri terkenal akan siswanya yang cerdas, di situlah tempatku menuntut ilmu dan melanjutkan pendidikan dari SMPN ke SMAN. Pada hari pertama, suasana masih terlihat sangat asing.
Teman-temanku saat SMP tidak ada lagi yang kutemui di sini, kami semua terpisah. Sebagian besar teman-temanku saat SMP melanjutkan sekolahnya di tingkatan kecamatan, sedangkan aku di kota.
Sebenarnya sekolah di kota memang keinginanku sejak sekolah di SD dulu. Karena di saat aku SD dulu, aku pernah ikut bersama Ayah dan Ibu ke kota untuk berkunjung ke rumah kakak aku yang sudah menikah. Saat itulah aku sangat suka suasana berada di kota. Tiap hari kita melihat mobil yang lewat di depan rumah, begitu juga pemandangannya yang sangat indah. Di saat itulah aku berfikir bahwa betapa senangnya kita tinggal di kota. Tidak seperti di desa, hanya pepohonan yang rindang yang terlihat. Kebetulan rumah kakakku bertingkat, jadi aku bisa melihat pantai dari kejauhan. Aku bisa menikmati pemandangan di ketinggian yang tidak pernah ku dapatkan di desaku.
Setiap hari aku berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki, karena jarak sekolahku dan rumah kakak dekat. Sekolahku yang sekarang sangat jauh berbeda dengan sekolahku di desa, yang bangunannya sangat sederhana dan fasilitasnya pun tidak lengkap. Sementara sekolahku yang sekarang bangunannya begitu megah dan fasilitasnya sangat memadai.
Di sekolah inilah aku menemukan yang namanya sahabat. Namanya Dewi, dia adalah satu-satunya sahabatku yang mengerti akan diriku. Setiap hari kami selalu bersama, ngobrol, curhat dan menceritakan pengalaman yang telah kami lalui.
Suatu hari, di hari yang cerah. Setelah bel istirahat berbunyi, siswa-siswi dengan girang meninggalkan ruang kelas, ada yang menuju kantin dan ada yang memilih ke perpustakaan. Seperti biasanya, Aku dan Dewi mencari tempat yang sejuk.
''Kita ke sana yuk, di bawah pohon, kelihatannya di sana banyak angin.'' Kata Dewi.
''Oke, yuk.''Jawabku.
Setelah sampai di bawah pohon, seperti biasa, kami mencari tempat duduk yang nyaman.
''Tia, menurutku pelajaran tadi sangat menyenangkan, kalau menurut kamu gimana?'' tanya Dewi.
''Ya,, kamu benar. Pelajaran tadi memang benar-benar menyenangkan. Pak guru mengajak kita untuk belajar dengan sungguh-sungguh, agar cita-cita kita bisa tercapai.'' Jawabku.
''Bukan itu maksudku, maksudku kita diajak untuk bermimpi, walau setinggi langit, dan kita juga harus berusaha untuk meraihnya."
''Ooh,, yang itu. Aku setuju dengan omongan pak guru.'' Kataku singkat.
''Mmm, kelihatannya kamu sudah mengerti tentang mimpi!''
''Ya iyalah,,, Tia gitu loh.'' Kataku dengan penuh semangat.
''Kamu serius?'' Tanya-nya lagi."Seriuslah!'' Kataku.
Tiba-tiba dia mendekat kepadaku lalu berbisik ,''mimpi kamu apa?''
''Mmm, sebelum berangkat ke kota, aku menatap wajah kedua orangtuaku dengan harapan, aku ngga' akan mengecewakan mereka. Sejak saat itulah aku mulai bermimpi, ingin meraih prestasi di sekolah dan membuat orangtuaku bangga dan aku ingin membalas kasih sayang yang mereka berikan untukku selama ini. Bagaimana dengan mimpi kamu?'' tanyaku padanya.
''Aku ngga' pernah memikirkan tentang mimpi, apalagi sampai bermimpi.'' Jawabnya.
''Wi', ngga' boleh begitu, setidaknya kita bisa membuat orang tua kita bangga, okey,,,'' Kataku.
''Tia, aku ngga' lagi sama orangtuaku, mereka sudah bercerai sejak aku SD. Waktu itu, aku tinggal bersama Ayahku. Mungkin karna Ayahku sudah tidak bisa lagi merawatku, akhirnya dia membawaku ke panti asuhan. Aku bingung, bagaimana caranya membuat kedua orangtuaku bangga?'' Katanya dengan air mata yang tidak bisa tertahankan.
Aku pun ikut terharu.
Sekarang sudah memasuki semester dua. Ada banyak peluang yang bisa membuat aku dan Dewi bisa berprestasi. Akhirnya, tanpa ragu aku dan Dewi mendaftar ikut olimpiade. Aku memilih mata pelajaran Matematika dan Dewi pelajaran IPA.
Dua hari sebelum acara dimulai, tanpa memberi tahu Dewi, aku mencari tau tahu tentang keberadaan orangtuanya Dewi. Akhirnya aku menemukan nomor handphone orangtuanya, lalu aku mengirimkan pesan kepada kedua orangtuanya.''Ayah, Ibu, mengapa kalian mengabaikan tanggungjawab kalian sebagai orangtua, aku selalu menanti kehadiran Ayah dan Ibu, aku juga ingin seperti yang lainnya. Jadi, kali ini aku mohon penuhilah keinginanku. Aku ingin Ayah dan Ibu datang ke acara sekolahku besok lusa. Aku mohon sama Ayah dan Ibu!'' Dari Dewi. Aku sengaja menggunakan nama Dewi, karena aku ingin mereka mengingat Dewi.
Pada hari pengumuman, kami tidak menduga kalau ternyata kami bisa dapat juara. Aku dapat juara II umum dan Dewi juara III umum.
Alhamdulillah.
Beberapa saat kemudian, kami dipanggil untuk naik ke panggung untuk menerima piala. Semua orangtua siswa juga dipanggil untuk mendampingi putra-putrinya. Orangtuaku pun dengan perasaan bangga saat menuju ke panggung. Dan Aku terharu saat melihat kedua orangtua Dewi dengan bergandengan tangan menuju ke arah Dewi. Sepertinya mereka sudah rujuk kembali. Melihat ekspresi Dewi, kelihatannya dia tidak begitu yakin dengan kenyataan yang dia hadapi.
Aku pun mengatakan kepada orangtuaku, ''Ayah, Ibu, inilah yang bisa aku persembahkan untuk membalas semua kebaikan Ayah dan Ibu.'' Lalu Aku dan Dewi berjabat tangan dan memeluk mereka.Ana
-22 Mei 2023-
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpen Remaja
ContoKumpulan Cerpen Remaja "Jadi Keren Tanpa Boyfriend" "Untuk kesan yang saya dapat selama sekolah di sini itu beragam. Namun, salah satu yang paling berkesan adalah ketika ada teman kami yang mengatakan bahwa punya boyfriend itu keren. Nyatanya itu sa...