20. Bunda, Dengerin Curhatku!

376 2 0
                                    

Sifat orang tua akan menurun pada anak. Jadi, jangan salahkan anak jika dia memiliki sifat yang tidak orang tua sukai. Barangkali itu adalah sifat turunan. Terutama dari Ibu.

Seperti yang dialami Nana. Seorang gadis yang berparas cantik, berkulit putih, hidung mancung serta mata yang sedikit sipit dan selalu mengenakan kerudung penutup aurat jika berada di luar rumah. Ia tidak pernah menyangka akan menjalani kehidupan yang langka. Yaa, setidaknya itu menurut keluarga besarnya. Karena dalam keluarga besarnya, tidak ada seorang pun yang memiliki sifat sepertinya. Jika keluarga besar berkumpul, Nana tidak pernah lepas dari sorotan mereka.

Seperti saat ini, keluarga di luar sana sedang membicarakan dirinya. Nana hanya bisa mendengarkan dari dalam kamar, tanpa berani menampakkan diri. Hajatan keluarganya memang sudah selesai sejak kemarin. Namun, beberapa keluarga masih berada di rumahnya. Ia sama sekali tak pernah keluar dari dalam kamar selama beberapa hari ini. Makan pun ia enggan. Kalau ditanya kenapa tidak mau makan? Jawabannya cuma satu, MALU! Ia hanya mengisi perutnya dengan air dan roti yang memang sudah ia persiapkan sebelum hajatan. Dan beruntungnya ia, kamar mandi terhubung langsung dengan kamarnya. Jadi, ia tidak perlu keluar kamar untuk mandi ataupun berwudhu.

Nana seorang gadis pendiam dan pemalu. Jarang berinteraksi dengan orang lain, kecuali orang terdekat. Bukan tanpa alasan ia seperti itu, melainkan karena ia memiliki sifat turunan dari Bundanya. Bundanya pernah mengatakan kalau dirinya juga pernah mengalami hal seperti yang dialami Nana.

Pukul 13:00 Nana memilih tadarusan di dalam kamar dari pada harus keluar untuk berkumpul bersama keluarganya. Beberapa saat kemudian, terdengar ketukan dari luar pintu kamarnya. Nana segera membuka pintu itu yang memang sengaja ia kunci, agar tidak sembarang orang masuk ke dalam kamarnya.

"Dek, yuk makan dulu. Makannya bareng-bareng sama keluarga di meja makan. Mereka semua udah mau makan di sana. Tinggal nunggu adek aja, yuk!" ajak Bunda setelah Nana membuka pintu.

"Bund, kan udah berkali-kali adek ngomong, kalau adek tuh malu ketemu sama mereka. Apalagi sampai makan bareng. Adek merasa nggak nyaman Bund. Udah yah, Bunda aja yang gabung sama mereka. Lagian adek nggak laper kok, udah makan roti tadi. Oh ya Bund, adek ijin ke pantai sore ini, boleh ya?" Nana memang sering pergi ke pantai. Tapi, biasanya bareng Bunda dan Ayah atau saudaranya yang lain.

"Ya sudah, kalau itu mau kamu. Tapi, pulangnya jangan menjelang magrib." Bunda memberi ijin lalu melangkah menuju meja makan meninggalkan Nana yang terlihat sangat senang karena mendapat ijin untuk pergi ke pantai.

***

Sore hari cuaca tampak mendung. Mungkin akan turun hujan. Tapi, tak masalah bagi Nana yang sedang menyusuri pantai, toh hujan belum turun, kan? Suasana pantai juga sudah mulai ramai. Alasan Nana tidak malu saat berada di tempat ramai seperti ini adalah orang-orang di sekelilingnya tidak mengenalinya. Dan yang pasti dirinya tidak menjadi pusat perhatian. Nana merasa bebas jika berada di tempat seperti ini.

Dari kejauhan Nana melihat om Budi yang sedang memasang payung pantai untuk seorang wanita bule yang tampak antusias memperhatikannya. Om Budi adalah adik dari Bundanya. Pekerjaannya berjualan berbagai peralatan pantai dan membantu pelanggan menyiapkan peralatan yang mereka butuhkan. 

Selain keluarganya, Nana sering bertegur sapa hanya dengan keluarga om Budi. Nana cukup terbuka dengan mereka. Apalagi jika sudah bersama bang Jirwan anak bontot om Budi, Nana pasti banyak ngomong. Entahlah, mengapa Nana bisa merasa nyaman ngomong dengan sepupunya itu?

"Assalamu'alaikum, sore om." sapa Nana lalu salim dengan om Budi. Diciumnya tangan kekar itu.

"Eh, wa'alaikumsalam, sore Na. Udah keluar dari kandang? Sejak kapan?" Om Budi sedikit kaget melihat kehadiran Nana.

Kumpulan Cerpen Remaja Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang