11. Tak Seindah Pelangi

1.1K 4 1
                                    

Semua keperluan sekolahku untuk hari ini sudah siap. Baju dan rok sudah kupakai sedari tadi. Kini tinggal memakai kerudung berwarna putih simpel yang tergantung di samping cermin lemari pakaianku.

Meski terlihat simpel, namun kerudung ini telah memenuhi syarat dan ketentuan dalam menutup aurat. Hingga membuat hatiku tenang. Setidaknya bertambah satu kewajiban yang kulaksanakan sebagai umat muslim.

Setelah semuanya siap, kulangkahkan kaki menuju ruang tengah. Di sana kulihat papa mondar-mandir, sepertinya dia mencari sesuatu. Aku yang keponya sudah berada di tingkat paling tinggi langsung melempar pertanyaan padanya yang kuanggap sebagai cinta pertama dalam hidupku.

"Pa,,, lagi nyari apa, sih? Kok mukanya kaya' panik gitu? Ah, Rani tau, Papa pasti nyembunyiin sesuatu dari Mama, ya kan? Makanya muka Papa panik, kaya' orang linglung gitu, heheh,,," Aku tertawa kecil melihat gerak-gerik Papa.

"Nyembunyiin apaan? Tidak tuh! Papa tidak nyembunyiin apa-apa!!" Jawab Papa tanpa menoleh ke arahku. Dia tetap sibuk mencari sesuatu yang tidak kuketahui itu.

"Terus, Papa nyari apa?" tanyaku lagi.

"Ini, Papa lagi nyari kunci mobil. Perasaan tadi Papa simpan di atas sofa. Kok sekarang nggak ada, ya?" kata Papa yang masih terlihat kebingungan dengan kejadian kunci mobil itu yang tiba-tiba hilang.

"Maaf ya, Pa, Rani nggak bisa bantuin cari. Soalnya Rani sudah mau berangkat ke sekolah sekarang, takut nanti telat. Semoga kuncinya segera ketemu ya, Pa. Semangat Papaa,, Assalamu'alaikum..." Aku benar-benar tidak bisa bantuin Papa mencari kunci mobil itu. Aku hanya bisa mendoakan dan memberikan semangat ke Papa.

"Wa'alaikumsalam..." jawab Papa.

Langit yang terbentang luas terlihat cerah hari ini. Betapa Maha Kuasa-Nya Allah Subhanahuwata'ala dalam menciptakan keindahan-keindahan yang kulihat saat ini. Tak henti kumengagumi kekuasaan-Nya. Yang bahkan tak seorang pun mampu menandingi kekuasaan itu. Ini menandakan, sebagai manusia atau khalifah di muka bumi seharusnya kita bersyukur dan tidak perlu mengaku sok berkuasa. Karena hanya Allah-lah Sang Penguasa Kekuasaan yang sesungguhnya.

Setelah beberapa menit melewati perjalanan menuju ke sekolah, akhirnya aku sampai juga. Kulangkahkan kaki melewati gerbang sekolah lalu menuju ke ruang kelas xb. Kelas tempatku menuntut ilmu sejak pertama kali aku masuk ke sekolah ini.

Meski baru sekitar setengah tahun belajar di sini, tapi begitu banyak cerita yang telah kami lewati. Termasuk aku. Aku selalu menganggap bahwa kehidupan yang kujalani adalah bagian dari takdir yang telah Allah Subhanahuwata'ala tentukan untukku. Meski terkadang yang terjadi tidak sesuai dengan keinginanku. Namun, hidup akan terus berlanjut. Sekeras apapun aku menentang takdir hidupku, itu tak akan merubah apa pun dari hidup yang kujalani. Sebab, takdir seseorang sudah ditentukan jauh sebelum seseorang itu dilahirkan ke dunia ini.

Aku terus melangkah. Dari kejauhan aku melihat Vinda dengan langkah terburu-buru memasuki ruang kelas. Jujur, Vinda adalah teman terbaik yang kumiliki sejak SMP dulu. Dan, sampai sekarang Vinda masih tetap teman yang selalu setia menemaniku.

Tapi, ada satu hal yang tidak aku sukai darinya. Vinda pacaran!!! Meski seringkali aku sampaikan padanya bahwa pacaran itu tidak boleh. Namun, kalimat yang kusampaikan seakan tak ada gunanya. Vinda tidak pernah peduli tentang apa yang aku sampaikan padanya.

Kuikuti langkah Vinda yang menuju ke kursi di pojokan paling belakang. Kulihat dia menangis. Baru kali ini aku melihatnya sesedih itu.

"Vin, ada apa? Kamu kenapa nangis?" tanyaku sambil mengusap pundaknya. Kurasakan ada getaran dahsyat yang terjadi pada dirinya. Ia tampak begitu ketakutan. Dan,,, seketika ia berdiri lalu memelukku dengan erat.

"Aku takut banget!!! Sebelumnya dia nggak pernah bersikap seperti itu." Vinda bersedu-sedu menjawab pertanyaan dariku.

"Dia siapa? Bersikap seperti apa yang kamu maksud?" tanyaku penasaran. Aku tidak tahu siapa lagi yang sedang ia cintai saat ini. Kulepas dengan pelan pelukannya. Ia terlihat menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya pelan.

"Pratama. Awalnya kami ngobrol seperti biasa. Tapi, tiba-tiba ia memegang tanganku. Saat itu aku benar-benar gemetar bercampur rasa takut. Aku tidak tahu kenapa ia bersikap seperti itu." Cerita Vinda dengan wajah yang masih terlihat ketakutan.

"Terus?"

"Aku melepas tangannya lalu pergi begitu saja."

"Reaksinya?"

"Aku tidak tau. Yang kupikirkan saat itu adalah menjauh darinya."

"Vin, itulah alasannya mengapa aku sering menyampaikan padamu untuk tidak pacaran. Sekarang kamu sudah tau kan akibatnya?" Aku lagi-lagi menyampaikan hal yang sama kepadanya.

"Bahkan bukan hanya ketakutan seperti yang kamu alami. Tapi yang paling buruk adalah dosa yang terus mengalir selama hubungan itu tetap berlanjut!!! Vin, bukannya aku sok suci. Tapi, aku hanya berusaha menyampaikan kebaikan kepadamu. Aku hanya tidak ingin kamu terluka." Lanjutku.

"Dulu, aku mengira pacaran itu seindah pelangi. Yang mampu memberikan warna-warni yang indah di setiap kehadirannya. Tapi, aku salah. Pacaran itu sama sekali tidak seindah pelangi. Sebaliknya,  ia memberikan warna yang begitu kelam. Maaf ya Ran, selama ini aku tidak pernah mendengarkan kata-katamu." Vinda kembali memelukku erat.

Aku merasa bersyukur, Vinda mau berubah setelah mendengar kata-kata yang kusampaikan. Vinda bahkan mengatakan pada dirinya sendiri bahwa ia tidak akan pernah kembali ke lubang yang sama seperti yang terjadi pada dirinya selama ini. Dan aku bersyukur karena telah berhasil membuat Vinda berubah ke arah yang lebih baik.

Ana
-1 Agustus 2023-

Kumpulan Cerpen Remaja Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang