Part 61

397 58 2
                                    

Mio menggigit bibir, duduk bergelung seperti memeluk dirinya sendiri. Di balut baju tua kusam kebesaran yang neneknya buru-buru pinjamkan sesaat sebelum pergi. Cukup lama Mio seperti berperang dengan dirinya sendiri sampai pada akhirnya ia membuka bibir,- menceritakan hal-hal yang sebetulnya Altair sudah pernah dengar di ceritakan oleh orang lain. Kurang lebih sama. Tapi lebih menyedihkan karena cerita itu di ceritakan langsung oleh Mio, dengan raut lugunya. Tanpa tangisan. Di rangkum sesingkat dan se sedikit mungkin.

Altair ikut termenung. Cerita Mio lebih seperti pelajaran hidup yang tidak akan pernah di ajarkan di sekolah manapun termasuk universitas Altair di Jerman. Sekolah kehidupan. Laboratorium perilaku. Bahwa dunia dan seisinya bukanlah negeri dongeng.

"Tadi paman marah karena saya tidak mau bertemu hanya berdua dengan pak Dahlan." Ucap Mio, menceritakan semuanya, "Paman paling suka dengan pak Dahlan. Uang Panai beliau paling besar dari yang lain. Karena beliau, paman akhirnya menolak uang panai dari beberapa orang lain. Tapi untungnya pak Dahlan belum mau memberi uang panainya sebelum bertemu langsung hanya berdua dengan saya."

Altair mengerutkan kening, otaknya berputar dalam gambaran yang memancing amarah, "Selama ini kamu pernah bertemu berapa kali dengan pak Dahlan?"

"Ngg. Tiga kali? Tapi selalu dengan nenek atau dengan paman dan bibi. Saya nggak tau kenapa pak Dahlan mengajukan syarat mau bertemu hanya berdua saja dengan saya sebelum memberi uang panai. Tapi saya nggak mau, saya takut. Saya paling takut dengan beliau dibanding semua yang lain."

"Tunggu." Potong Altair dingin, "Apa kamu tau pak Dahlan itu sebetulnya sudah punya istri?"

"Oh. " Gumam Mio dengan tatapan mata kosong, "Saya baru dengar. Tapi saya sudah kira soal itu. "

"Kenapa?" Geram Altair tak puas dengan reaksi pasrah Mio, hampir seperti biasa saja, "Kenapa reaksi mu begitu? Apa semua orang yang ngelamar kamu sudah punya istri semua!?"

Mio mengangguk, "Karena orang-orang yang belum menikah, laki-laki seumuran saya, kebanyakan tidak berani menawar uang panai sebesar yang diminta paman."

"Jadi kalau memang ada yang berani, apa langsung kamu terima?"

Mio terdiam, menoleh menatap Altair kemudian lagi-lagi hanya mengangguk. 

Hati Altair kembali ngilu. Lebih ngilu dari sebelumnya. Berdetak menyakitkan, "Kenapa kamu nggak melawan? Kenapa kamu nggak memilih menikah dengan orang yang memang pilihanmu?"

"Dulu saya balas mukul setiap saya di pukul. Tapi ternyata semua nggak ada artinya. Mau bagaimanapun mereka tetap keluarga saya. Karena mereka, nenek dan saya punya rumah untuk pulang dan makanan untuk dimakan. Lagipula hutang-hutang paman juga sebagian ada karena menghidupi saya dan nenek juga."

"Mereka yang memutuskan untuk membesarkan kamu dan seorang anak tidak wajib membalas semua hutang budi mereka ke orang tua." Balas Altair. 

"Tapi nenek saya sekarang sedang sakit. Nenek butuh biaya besar untuk berobat." Sela Mio sebelum menambahkan bertanya, "Apa nenek pernah cerita kalau nenek sakit kanker pankreas ke mas Altair?"

Altair terhenyak, ingatannya tumpah. Altair mencoba mencari setiap kata yang pernah di ucapkan nenek. Nenek Mio tidak pernah secara gamblang mengatakan bahwa beliau sakit, atau jenis penyakitnya. Selama ini hanya ucapan-ucapan singkat yang Altair pikir hal tersebut biasa di ucapkan oleh orang-orang yang memang sudah sangat tua, "Apa nenekmu selama ini sudah berobat teratur?"

"Nenek nggak berobat sama sekali, hanya obat-obatan generik untuk penghilang sakit." Ucap Mio dan tanpa sadar suaranya berubah lirih, "Waktu nenek tidak banyak, Waktu saya juga tidak banyak. Harusnya saya lebih berani. Harusnya saya jangan tolak permintaan pak Dahlan dan paman saya hari ini."

"Kamu nggak salah." Potong Altair, pertahanan nya seketika ambruk, dengan cepat Altair merengkuh Mio dalam pelukannya. Bentuk keegoisannya. Pelukan yang lebih untuk dirinya sendiri, "Jangan pernah salahkan dirimu sendiri. Kamu nggak salah. Kamu nggak salah sama sekali."

Catatan Mio Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang