"Uncle Vero udah bangun belum, ya?" Reva bergumam pelan sembari mengayunkan tungkai, ke luar dari kamar, tak lupa kembali menutup pintu, lantas mengedarkan pandangan.
Berjalan sedikit tergesa menuju ruang tamu, langkah Reva stagnan, begitu manik hazel indahnya berhasil menangkap sosok Vero yang tengah meringkuk di sofa panjang, dengan tubuh yang terbalut selimut tidak begitu tebal.
Membuang napas kasar, melemaskan persendian di bahu yang sempat menegang, Reva menundukan pandangan sebentar, kemudian mulai kembali melanjutkan langkah, menghampiri Vero.
Reva berdiri di hadapan sofa yang Vero tempati. Manik mata hazel indah wanita cantik itu tampak sedikit gemetar, menilik tubuh Vero dari ujung kepala, hingga ujung kaki.
Berlutut, Reva menempatkan wajahnya berada sejajar dengan wajah damai suami tampannya yang masih terlelap itu.
Tangan kiri Reva perlahan terangkat - terulur ke arah Vero, hingga ujung jemari lentiknya berhasil melakukan kontak dengan anak rambut yang jatuh, menutupi kening sang suami.
Bingkai birai Reva perlahan merenggang, memetakan senyum senang, selagi manik matanya ia biarkan menatap wajah damai Vero dengan tatapan sendu yang cukup sulit diartikan.
Sejujurnya, Reva sama sekali masih tidak percaya, jika kini dirinya sudah resmi berstatus sebagai istri dari seorang Sebastian Alvero Mahendra, seorang pria tampan juga mapan yang merupakan paman angkatnya sendiri.
"Lagi ngapain?"
Reva tergelak kaget, membulatkan mata juga refleks menahan napas, terutama saat suara bariton berat bernada dingin itu mengecai ke dalam rungu, bersamaan dengan sentuhan yang berlabuh di tangannya yang terulur.
Mengerjap, Reva menelan ludahnya kasar dengan susah payah saat manik mata hazel indahnya bersirobok - beradu tatap dengan manik jelaga Vero. "U-uncle udah ba-bangun?"
Vero membuang napas kasar. Melepaskan tangan Reva dari genggaman, pribadi tampan itu meluruskan pandangan, juga merubah posisi berbaring, jadi terlentang, sebelum kemudian memebangkitkan diri.
"Tidur Uncle, nyenyak?" Reva bertanya dengan suaranya yang terdengar sedikit gemetar.
Vero menoleh, mempertemukan pandangannya lagi dengan Reva. "Kamu tadi belum jawab pertanyaan saya."
Pelupuk mata Reva mengerjap, lucu. "Pertanyaan?" Wanita cantik itu terkekeh kikuk sambil menggaruk tengkuk yang sama sekali tidak terasa gatal, mencoba menyembunyikan rasa gugup. "Pertanyaan yang mana, Uncle?"
"Kamu tadi abis ngapain? Mau macem-macem ya sama saya? Jangan-jangan mau bales dendam, gara-gara kejadian semalem?"
Mata Reva membola, menatap Vero, kaget, juga tidak percaya. "Ha?"
Reva sampai benar-benar kehabisan kata, tidak tahu harus memberi jawaban seperti apa terhadap pertanyaan yang sudah Vero lontarkan.
"Gak usah pura-pura gak tahu, kamu."
Pelupuk mata Reva yang berbulu lentik itu mengerjap lagi dengan begitu lucunya. Pergerakannya agak cepat, juga berulang beberapa kali. "U-Uncle kenapa sih?"
Mata Reva memicing, menatap Vero dengan tatapan penuh telisik. "Jangan-jangan, Uncle sakit, ya?" tanyanya, sembari mencondongkan tubuh ke arah Vero.
Menjinjitkan kedua tumit seraya mengulurkan tangan, telapak berjemari lentik Reva berlabuh di permukaan kening Vero, guna mengecek suhu tubuh pribadi tampan itu.
Mengalihkan pandangan, Reva berdesis dan memiringkan kepalanya sekilas. Kening wanita cantik itu mengernyit - keheranan, saat mendapati suhu tubuh Vero normal, tidak menunjukan tanda-tanda sedang demam.
![](https://img.wattpad.com/cover/342747973-288-k177639.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah Demi Perceraian
RomanceSebastian Alvero Abraham, terjebak dalam sebuah ikatan suci pernikahan dengan Latasha Revalina Mahendra - gadis cantik yang memiliki usia delapan tahun lebih muda dari dirinya. "Nikah sama kamu, berasa lagi cosplay jadi pengasuh bocil." - Alvero "Bo...