"Uncle kenapa gak ngomong dari tadi?" Reva berbisik pelan sembari memberi Vero tatapan tajam, lalu mengambil ponsel yang suami tampannya itu ulurkan.
"Dari tadi saya mau ngomong, tapi kamu motong omongan saya terus."
Berdecih kesal, Reva mendelik, menatap Vero dengan tatapan jengkel. Wanita cantik itu lantas memutar tubuh, berjalan mengitari meja pantry, sebelum kemudian mendudukan diri di salah satu kursi yang tertata di sana.
Melirik Vero yang berdiri bersebrangan dengannya, Reva memutar bola matanya jengah, mencebikan bibir, lalu menundukan pandangan.
Reva menatap horor permukaan layar ponsel yang masih menyala dalam genggaman, menunjukan kontak milik Gevan, masih terhubung melalui sambungan panggilan suara.
Menelan ludah kasar dengan susah payah, Reva berdehem gugup sebelum kemudian menenggerkan benda pipih itu di dekat daun telinga sebelah kirinya.
"Ha-" "Udah beres debatnya, Rev?" Gevan angkat suara lebih dulu, tidak mengijinkan Reva merampungkan sapaan yang hendak dilontarkan, pria tampan itu bertanya pada sang adik dengan nada suara sarkastik.
Reva mengerjap. "Debat?" Ia terkekeh kikuk sambil menoleh ke arah Vero yang sudah tidak lagi memperhatikan dirinya, sibuk sendiri membuat makanan untuk sarapan. "Siapa yang lagi debat?" imbuhnya.
"Kamu sama Bang Vero, lah."
"Enggak, kok. Aku sama Uncle Vero, enggak debat. Abang mungkin salah denger aja."
Gevan di sebrang sana membuang napas kasar. "Bang Vero macem-macem sama kamu, Dek? Tadi kamu bilang, dia grepe-grepein kamu?"
Mata Reva membola. Menelan ludah dengan kepayahan, wanita cantik itu memejamkan pelupuk matanya sesaat sembari menggigit bibir bawahnya sedikit kuat. "Ah, itu. Enggak kok, Bang. Tadi aku cuman bercanda aja sama Uncle Vero. Lagian, Uncle Vero mau grepe-grepein aku juga gak masalah. Dia kan udah jadi suami aku sekarang."
Vero yang kala itu sedang menundukan pandangan, memokuskan seluruh atensi ke sehelai roti yang sedang ia oleskan selai, seketika dibuat menengadah, karena tanpa sengaja mendengar penuturan Reva.
Reva yang merasakan ada sepasang mata menatap dirinya pun, menoleh ke arah Vero, ia tersenyum kikuk.
Menggeleng, Vero terkekeh kecil, lalu kembali menundukan pandangan.
"Iya sih emang. Kamu sekarang udah resmi jadi istrinya Bang Vero. Tapi kamu itu masih kecil Reva. Jangan dulu lah, biarin Bang Vero unboxing kamu. Ntar kalau Bang Vero berhasil nanam benihnya di kamu, terus kamu punya bayi, kan gak lucu," oceh Gevan.
"Gak lucu gimana? Bayi kan di mana-mana pada lucu, Bang? Aku cantik, Uncle Vero juga ganteng. Gen kita berdua sempurna, untuk menghasilkan bibit unggul. Keturunan kita nanti pasti lucu. Kalau cowok pasti ganteng, kayak Uncle Vero. Kalau cewek pasti cantik kayak aku," timpal Reva, tak mau kalah ikut mengoceh.
Vero tak kuasa menahan kekehan mendengar ocehan Reva, membuat Reva mengernyitkan kening dan mendelikan mata, menatap sinis ke arahnya.
"Enggak. Pokoknya kamu gak boleh bereproduksi dulu. Kamu tuh masih bocil. Ntar Bang Vero kasian, jadi harus ngurusin dua bocil sekaligus."
"Aku bukan bocil, ya. Aku udah gede. Aku bukan abegeh di bawah umur, Bang. Udah boleh kok, nganu."
Vero terbatuk-batuk, tersedak oleh ludahnya sendiri, saking kaget juga terkejutnya mendengar penuturan Reva, kali ini.
"Uncle kenapa?" Reva dengan polosnya bertanya sambil menatap Vero dengan tatapan lugu tanpa dosa.
Vero melirik ke arah Reva sambil menggelengkan kepala dengan pergerakan cepat beberapa kali, pun melambaikan tangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah Demi Perceraian
RomansaSebastian Alvero Abraham, terjebak dalam sebuah ikatan suci pernikahan dengan Latasha Revalina Mahendra - gadis cantik yang memiliki usia delapan tahun lebih muda dari dirinya. "Nikah sama kamu, berasa lagi cosplay jadi pengasuh bocil." - Alvero "Bo...