03 - Perkara Unboxing

73 11 2
                                    

Cukup lama diam memaku dan bergeming, selagi membiarkan manik mata hazel indahnya menatap permukaan pintu kamar yang saat ini ditempati - selepas Vero pergi, Reva membuang napas kasar sembari menundukan pandangannya, sebentar.

Perlahan membaringkan tubuh dalam posisi miring - masih menghadap ke arah pintu, Reva menggigit gugup bibir bawahnya.

Tatapan matanya terlihat begitu sendu, menyorotkan banyak arti yang tidak mampu dibaca dengan mudah.

Mengerjap pelan, pandangan Reva akhirnya teralihkan. Kini ia menatap permukaan tempat tidur kosong di sampingnya dengan tatapan nanar.

"Apa keputusan ini udah tepat?"

Membuang napas kasar, Reva sedikit menggulingkan tubuh, merubah posisi berbaringnya jadi terlentang.

Pandangan Reva menengadah. Ia membiarkan manik matanya menatap permukaan langit-langit kamar, lantas mengerjap pelan.

Berdiam diri cukup lama, mendadak permukaan bingkai birai Reva perlahan merenggang, hingga mematrikan senyun lirih.

Memejamkan pelupuk mata, Reva mengangkat lengan sebelah kirinya, menggunakannya untuk menutupi area mata.

Sebuah kekehan kecil yang terdengar begitu getir, menguar melalui mulut wanita cantik itu, membersamai tubuhnya yang agak sedikit gemetar, sebab terguncang.

Detik kemudian, kekehan itu tergantikan oleh suara isakan pelan yang sengaja ditahan, hingga terdengar lebih menyesakan.

Isakan itu membersamai air mata yang mengalir begitu saja dari kedua sudut pelupuk mata Reva, membentuk aliran anak sungai kecil, sebelum kemudian meniti, membasahi permukaan bantal yang dijadikan topangan kepala.

"Dengan adanya pe-pernikahan ini, seenggaknya a-aku bakal berenti ngebebanin hidup Papa sama Mama." Reva bergumam lirih di sela tangis dalam diamnya.

"Tapi a-aku baru sadar, ka-kalau kedepannya ... mungkin hidup Uncle Vero yang bakal jadi kacau, karena keputusan bo-bodoh yang a-aku ambil ini."

***

"Mas?"

Attala Gevanio Mahendra, sedikit terhenyak saat mendengar suara manis seorang wanita berhasil mengecai ke dalam rungu, membersamai tepukan pelan yang berlabuh di permukaan bahu sebelah kirinya.

Gevan - begitu biasanya kakak laki-laki satu-satunya dari Reva itu singkatnya disapa, menolehkan kepala dan pandangannya ke samping kiri.

Dirinya yang sedari tadi tengah duduk termenung sembari menyandarkan punggung di kepala tempat tidur, sedikit merubah posisi duduk begitu tatapannya beradu dengan netra teduh Sandra - sang istri.

Merenggangkan bingkai birai, Gevan menundukan pandangannya, sebentar.

"Kamu kenapa belum tidur?" Sandra bertanya dengan nada suara lembut dan manisnya, selagi memokuskan seluruh atensi yang dimiliki ke arah sosok sang suami.

"Gak kenapa-kenapa. Cuman belum bisa tidur aja."

Manik hazel indah Sandra gemetar, menatap Gevan, penuh telisik. "Kamu pasti kepikiran Reva, ya?"

Tersenyum getir, Gevan menunduk, sengaja sekali memutuskan kontak mata yang berlangsung dengan sang istri.

Sandra membuang napas kasar, mengetahui jika Gevan agaknya tidak ingin berbagi masalah yang saat ini sebenarnya sedang begitu berkecamuk dalam benak, hingga membuatnya kesulitan untuk beristirahat atau sekadar memejamkan pelupuk mata.

"Mas?" Sandra menyeru lembut sembari menundukan pandangan, meraih telapak tangan sebelah kanan sang suami, tak lupa memberi rematan penuh arti di sana.

Gevan menengadah, menoleh ke arah Sandra, membuat Sandra mengulas senyum manis di bibirnya.

Menikah Demi PerceraianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang