02 - Serangan Dadakan

107 16 4
                                    

"Cerai yuk?"

"Ha?!"

Mengulurkan tangan, Reva menarik lengan Vero, mengguncangnya pelan beberapa kali. "Ayo, cerai!" rengeknya.

"Kamu sakit, ya?" Vero mengernyitkan kening, bertanya sembari melabuhkan telapak tangannya di permukaan kening Reva.

Reva berdesis pelan seraya menyingkirkan tangan Vero, lalu menggenggamnya agar tetap diam. "Aku gak sakit."

"Kalau gak lagi sakit, berarti kamu lagi ngelindur."

"Aku serius, Uncle. Ayok cerai."

Vero menatap Reva, tidak percaya. "Kita baru nikah hari ini, Rev."

"Maka dari itu. Mumpung baru sehari, jadinya belum banyak yang kita lakuin. Ayok cerai, hemm?"

Memejam, Vero memijat pelipisnya yang mulai berdenyut nyeri untuk beberapa saat. "Tidur. Ini udah malem. Kamu butuh banyak istirahat biar gak rewel."

Vero membenarkan selimut yang membalut tubuh Reva, lantas memberi tepukan pelan di permukaan bahu istri cantiknya itu secara berulang. Ia memejam, kemudian.

"Uncle, aku beneran serius. Ayo cera-"

Reva tidak diberi waktu untuk kembali merengek, meski sempat memberi guncangan lagi di lengan Vero, sebab suami tampannya itu kembali membuka mata, sembari menarik paksa tangannya sampai menubruk kepala ranjang pun Vero tahu-tahu sudah berada di atasnya, mengikat kuat kedua pergelangan tangannya.

"Bisa diem, gak?"

Manik mata jelaga indah Vero menyalang, menatap lekat pada tekstur wajah Reva.

Mata Reva membola. Suara tegukan ludahnya sampai terdengar, membersamai raut wajahnya yang memetakan kegugupan.

"Kamu tuh nganggep pernikahan itu semacem permainan atau apa, sih?" Vero bertutur dengan dingin, diiringi tatapan penuh intimidasi, sedang air mukanya merah padam, syarat akan keseriusan.

Reva menelengkan kepala ke kanan, tidak kuasa bersitatap dengan Vero dalam jarak sedekat ini, sebab membuat degup jantungnya berpacu cepat.

"Bersikap sedikit dewasa, bisa gak?"

Iris hitam itu masih menilik wajah cantik Reva, lekat. "Kenapa diem?"

"Kan Uncle tadi yang nyuruh aku diem," tukas Reva dengan begitu lugunya sembari mempertemukan pandangan dengan Vero.

Vero memejam sesaat. "Kamu kenapa tiba-tiba ngajak cerai?"

"Eummm. I-Itu-" Reva menjawab takut-takut, bahkan memutuskan kontak mata lagi dengan Vero untuk yang kesekian kali.

"Itu apa? Bukannya kamu bilang mau cepet-cepet nikah? Sekarang udah nikah, kok malah mau cerai?"

"Iya, emang. Emang iya, aku mau cepet nikah, tapi aku gak pernah bilang, kalau aku mau nikahnya sama Uncle!" Reva memberanikan diri menatap Vero dengan matanya yang melotot.

Alih-alih seram, tatapannya itu malah terlihat begitu menggemaskan, matanya yang besar, terlihat mirip seperti bola mata rusa.

Vero sampai harus menahan bingkai birainya agar tidak merenggang, karena tidak mau tersenyum tiba-tiba, saat situasinya seharusnya terasa menegangkan.

Menundukan pandangan, pribadi tampan itu mengatupkan bibir rapat-rapat, untuk sesaat, lantas mengangguk, gamang. "Tapi kan, kamu bilang nikahnya sama siapa aja. Asal secepetnya."

Reva berdehem canggung. "Eumm, iya sih. Tapi-"

"Tapi apa?"

Reva menelan ludahnya kasar dengan susah payah. "Aku jadi ngerasa gak nyaman, Uncle. Mungkin karena belum terbiasa, harus bobok berdua sama cowok."

Menikah Demi PerceraianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang