It's Okay

331 19 2
                                    






Tap tap tap...

Huffttt...

"Hahhh..."

"YN kamu ngga makan dulu, nak?"

"Ngga Ma, YN udah kenyang"

"Ya udah, jangan lupa baca doa kalo mau tidur, ya?"

Cup...

Satu ciuman dikening dari Mama menjadi penutup percakapan malam itu, aku masuk kedalam kamar dan tak lupa mengunci pintu.

Begitu merebahkan diri diatas kasur, tanganku langsung meraih ponsel yang selalu kuletakkan dinakas sebelah tempat tidur. Menggulir layar mencari cerita yang baru kusimpan didalam library dan belum sempat kubaca, sepertinya malam ini aku ingin membaca yang humor-angst, karena moodku mendadak tidak baik.

Tik... tik...

Ah, kenapa aku menangis? Dan kenapa juga cerita ini seperti sengaja ditaburi bawang iris? Seingatku aku sulit untuk menangis ketika membaca cerita, apa ini berkaitan dengan mood ku sekarang?

"Hiks... hiks..."

Ternyata benar, aku tidak hanya menangisi isi cerita yang sedang kubaca, tapi aku juga tiba-tiba teringat tentang masa-masa kelam yang membuatku semakin sedih.

"Hiks... aaaa ngga suka banget, kenapa gue jadi cengeng gini, sih?!"

Aku terus meracau sambil mengusap air mataku yang terus menerus keluar, ah seharusnya tadi aku mengisi ulang persediaan tisu dikamar, sekarang aku harus pakai apa untuk mengeringkan air mataku?

"Ish asli benci banget gue, air mata tolong berhenti dong, udah lampu merah itu," ujarku pelan membenamkan wajahku dibantal sebagai cara agar air mataku sedikit berkurang.

Seketika aku merasa bagian belakang kepalaku ditoyor, sontak aku berbalik badan ingin marah tetapi hal yang kulihat adalah adikku yang menatapku khawatir.

"Lo nangis?"

"Ngga kok, gue jogging," jawabku ketus.

"Gue serius, kenapa lo nangis? Ada yang nyakitin lo? Si kampret itu lagi?," tanyanya bertubi-tubi, aku sedikit tersenyum disela tangisku.

"Hiks... huhh... ngga kok, gue cuma lagi baca cerita sedih aja"

"Kak, kita udah hidup bareng selama 17 tahun bukan 17 hari, gue tau saat-saat lo ngga papa dan bener-bener ngga papa"

Riki duduk dan memelukku dari samping, mengusap-usap lengan atas kananku mencoba membuatku berhenti menangis.

"Hiks, hiks... dek..."

"Apa, kak?"

"Kakak tiba-tiba keinget dia..."

Riki semakin mengeratkan pelukannya ditubuhku, kali ini dengan dagunya yang dia letakkan diatas pucuk kepalaku.

"Udah ya kak, adek ngerti itu berat banget buat kakak ngelupain kejadian itu, tapi ngga baik juga loh kak berlarut-larut sedihnya"

Riki menggunakan kata 'adek', itu berarti dia sedang serius ingin menenangkanku sekarang.

"Iya, ish kakak cengeng banget ya dek? Gini doang nangis, lebay"

Aku bisa merasakan kepala Riki menggeleng, "ngga kok, cengeng apanya? Wajar kok kalo kakak jadi sakit hati, ngga papa nangis aja biar lega, ngga lebay sama sekali kok tenang aja"

"Kakak udah coba dek, tapi jadinya air mata kakak ngga mau berhenti keluarnya, kalo besok pas bangun mata kakak bengkak gimana?"

"Dibawah ada es batu buat lo pake besok pagi, ngga papa adek disini temenin kakak"

ENHYPEN Imagine Where stories live. Discover now