Layar televisi LED tampak bersinar cerah karena kamar yang gelap. Suara komentator berbahasa inggris terus bertalu, pun suara suporter. Dua orang lelaki duduk menghadap, dengan tangan yang jemarinya beradu cepat, menciptakan manufer-manufer pada karakter di layar.
"Gooolll!!! It's easy for blablabla....
"Anjir! Bisa aja lu nyari celah, Bim."
Ya, siapa lagi dua lelaki itu bila bukan Archan dan Bima, yang sedang beradu skill di game pro evo soccer.
"Ah, elu si cupu beud." Balas Bima sambil terkekeh. Mereka melanjutkan permainan, namun tiba-tiba Bima menekan tombol start, sehingga permainan ter-pause. Bima melihat panggilan masuk di hp-nya. Ustadzah Rahma?
"Halo?" Bima menempelkan telpon itu di telinganya, namun tak ada sahutan selain sayup-sayup jeritan 'Tolong.'
"Chan, gua keluar bentar." Bima bangkit dari duduknya, meninggalkan Archan yang kebingungan.
Motor hitam glossy milik Bima meluncur cepat membelah jalanan malam. Menerobos beberapa lampu merah tanpa sedikitpun mengurangi kecepatan motornya. Helm fullface yang menyembunyikan wajahnya, membuatnya terfokus pada jalan.
Motor Bima melambat, memasuki pekarangan rumah kontrak Rahma. Beberapa pemuda, yang sepertinya sedang berjaga malam, menghampirinya.
"Ada perlu apa, Mas?" Tanya salah satu dari mereka, lelaki seusianya dengan sarung kotak-kotak yang di kalungkan di tubuhnya.
"Ini, Mas. Saya dapat telpon dari temen saya, pas saya angkat kok ga ada respon." Bima menunjukkan panggilan yang masih terhubung itu. Bima sedikit membesarkan volume panggilan di hp-nya. Sayup-sayup terdengar jelas suara minta tolong, dan suara lelaki di sana.
"Wah-wah. Bahaya iki." Sahut salah satu dari mereka dengan logat jawa kentalnya. Mereka langsung bergerak ke pintu rumah kontrakan Rahma.
Tok-tok-tok
"Permisi." Salah satu dari mereka mengetuk pintu. Sementara ada beberapa orang yang mencari pintu masuk lain.
"Kekunci semua." Lapor mereka yang baru selesai memeriksa sekeliling rumah kontrakan itu. Sementara Bima mulai panik saat suara Rahma mulai terdengar lemah di panggilan.
"Minggir, Pak. Saya dobrak aja." Bima langsung mengambil ancang-ancang. Dengan sekali hantaman bahu, pintu itu terbuka. Mereka disambut dengan rintihan minta tolong yang tercekat-cekat, langsung mencari asal suara itu.
"Wasem, dikunci." Lelaki yang berlogat jawa kental itu menggerakkan gagang pintu yang sepertinya terkunci. Tanpa pikir panjang, mereka mendobrak pintu itu.
Bima terbelalak mendapati lelaki yang tak asing baginya, sedang menggoyangkan panggulnya sambil berusaha merangsang Rahma dengan endusan sensualnya. Tangan Rahma ditahan di atas kepala, tak berdaya.
Lelaki itu sedikit lengah, membuat Rahma berhasil menyingkirkannya dari atas tubuh.
"Woy, bawa keluar ni yang Cowo. Dasar cabul!" Para pemuda itu menyeret lelaki yang berusaha memperkosa Rahma, keluar dari rumah kontrak itu. Sementara Bima mendekat pada Rahma yang menangis sambil mencengkram gamisnya.
"Tenang, udah aman." Ucap Bima sambil menepuk-nepuk pundak wanita itu.
"Bima... Anterin aku...." Lirih Rahma diantara sesenggukannya. Dia masih sedikit terpukul dengan kejadian barusan.
Bima membawa Rahma dengan motor sport hitam glossy-nya. Dia melaju meninggalkan rumah kontrakan Rahma. Bima membawa Rahma keliling di daerah kota, karena tak tahu kemana Rahma hendak pergi.
"Terserah kamu." Jawab Rahma lirih saat ditanya oleh Bima. Satu-satunya tempat yang terpikir adalah apartemen yang dia gunakan bermain PS 5 bersama Archan. Masih ada satu kamar kayaknya.
Rahma disambut oleh Archan yang sedang nyemil kacang mete dari toples, sambil memandangi game stats karena pertandingan di-pause oleh Bima.
"Itu ada kamar satu, kosong. Pake aja." Ucap Bima menunjuk sebuah ruangan dengan pintu terbuka. Terlihat ada tempat tidur, lemari, dan meja belajar. Rahma mengangguk.
"Makasih, ya." Ucapnya. Sementara Archan hanya bisa melongo melihat Bima membawa Rahma ke apart.
"Tumben lu. Biasanya ogah bawa cewe mari." Sindir Archan yang sudah kembali duduk sambil bergaya seakan-akan merenggangkan otot-otot tangannya.
Rahma mengurung diri di kamar itu hingga pagi. Dia benar-benar masih mengingat jelas kejadian semalam, saat Roby membuatnya hampir terbuai. Alhamdulillah.
Rahma keluar kamar saat langit mulai membiru, memudarkan kelamnya malam. Dia melangkah, melihat Bima dan Archan yang tidur dengan sebuah film yang terputar di layar televisi tempat mereka berdua bermain game semalam. Yang membuat Rahma heran adalah keduanya memakai sarung. Apa mereka abis sholat subuh, baru ketiduran? Batin Rahma.
Rahma terpikir untuk mencari kesibukan. Dia tak mungkin larut dalam ingatan semalam, meski tiap kali ingatan itu terlintas, dia merasa jijik dengan dirinya. Hingga Rahma terpikirkan sesuatu.
Dia melangkah menuju dapur kecil di sudut ruangan apartemen, melihat rak yang ada di atas kompor listrik. Rahma sedikit kaget, dia hanya menemukan mie instan di sana. Rahma mengedarkan pandangannya, mendapati sebuah kulkas yang mematung di sisi lain ruangan.
Rahma melihat isi kulkas itu, mendapati beberapa butir telur dan cabai. Sisanya adalah makanan ringan dan minuman bersoda. Dasar bocah! Keluhnya dalam hati.
Bima dan Archan terbangun saat menjelang siang. Cahaya matahari yang menyusup dari balik tirai membuat mereka berdua terjaga. Meski ruangan itu ber-AC, namun tetap saja cahaya matahari siang panas.
"Lu masak mie, Bim?" Archan yang hendak mengambil air putih sedikit heran dengan penampakan mie goreng di atas meja makan. Bima hanya cuek, hingga dia ingat sesuatu. Matanya langsung terbuka lebar, dia bangkit. Bima melangkah ke arah kamar tempat Rahma menginap.
Tok-tok-tok
"Ustadzah?" Tak lama, pintu itu terbuka.
"Eh, udah pada bangun. Itu makan dulu. Maaf, ya. Tadi aku laper, terus aku masak mie ama telurnya." Rahma tersenyum sungkan.
Mereka bertiga mengobrol di ruang makan. Bima sendiri penasaran bagaimana kejadian semalam bisa terjadi. Sementara Archan, tak peduli, karena perutnya sudah memberontak sejak tadi.
"Seriusan, Ustadzah?" Bima terbelalak mendengar cerita Rahma.
"Iya, dari aku pulang udah keliatan aneh. Silvy yang mulai ngerokok, terus malemnya have s*x. Nah, yang aku bingung. Pas aku teriak minta tolong, Silvy dimana? Apakah udah tidur? Padahal cewe setelah 'have s*x' jarang banget bisa tidur, harusnya masih linu." Archan yang awalnya fokus makan, mengerutkan dahinya setelah mendengarkan penjelasan Rahma.
"Btw, manggilnya Rahma aja, dong. Atau kak, jangan Ustadzah. Kesannya kek tua banget aku." Rahma meraih segelas air putih di hadapannya.
"Tapi Silvy tadi udah nelpon, dia nangis. Nyesel karena udah hilang perawan. Terus Roby-nya ditahan di kantor polisi dengan tuduhan pemerkosaan. Mungkin kalo aku ke sana ngasih keterangan, dia udah dipenjara." Lanjut Rahma.
"Terus kenapa Ust.... Eh, Kak Rahma engga ngasih kesaksian. Lagian kan aku ada bukti rekaman suaranya." Bima menatap mata Rahma lebih dalam, membuat wanita itu salah tingkah sendiri.
"Kasian Silvy."
KAMU SEDANG MEMBACA
Back With Me, Ustadzah
Novela JuvenilDia yang berusaha menjaga mati-matian kesuciannya, namun siapa sangka? Orang dekatnya, lelaki yang dia cintai sekaligus pernah dia kagumi malah menjualnya ke bandar judi sebagai taruhan. #Romance #Remaja #Dewasa *Ada beberapa bagian yang mengandu...