duk! duk! duk!
Hyunjin terbangun tatkala rungunya mendengar suara dentuman yang begitu kuat. Hal pertama yang dia lihat adalah Changbin yang sedang menendang-nendang pintu.
Hyunjin sadar dirinya berada di mana. Ruang laboratorium yang tidak memiliki jendela dengan pencahayaan begitu minim.
"Kepala gue sakit banget bajingan!" ringis Hyunjin.
Changbin menoleh, "bangun juga lo, kirain udah mati." Cibirnya.
Tanpa menghiraukan perkataan Changbin, Hyunjin bangkit dari duduknya sambil terus mengusap belakang kepala.
"Kok kita bisa di sini deh? Yang lain mana?"
Changbin mengedikkan kedua bahunya tanpa menoleh sedikit pun pada Hyunjin, dia terus menendang pintu.
"Gue juga gatau. Terakhir yang gue inget, gue lagi di parkiran mau pulang, eh tau tau udah di sini aja."
Hyunjin mengerutkan dahinya, "lah gue kira kalian lagi pada ngumpul, terus gue di samperin Jisung karna telat, katanya gue di—LOH Jisung mana?!"
Changbin bingung dengan penuturan yang Hyunjin lontarkan. Kedua alisnya bahkan bertaut.
"Lah ya gatau. Hari ini tuh gak ada kumpulan, semua pada pulang."
"Oh, kirain. Berarti kak Chan doang yang nungguin gue." Ujar Hyunjin.
Changbin berdecak kesal, "tadi si Chan udah pulang duluan, paling awal lagi. Lo ngelantur ya?"
Retina Hyunjin melebar seketika, tak bertahan lama wajahnya kembali berubah datar. Sepertinya dia di tipu oleh ucapan Jisung.
Hyunjin memilih untuk kembali duduk, dan tak berniat untuk membantu Changbin yang masih menendang-nendang pintu.
"BUKA BAJINGAN!" seru Changbin.
Percuma, pasti tidak ada yang dengar. Hyunjin jelas panik, tapi entah mengapa dia sedang malas untuk menunjukannya.
"Apakah kalian semua sudah bangun?"
Hyunjin dan Changbin terkejut dengan suara yang menggelegar satu ruangan. Saking terkejutnya, Hyunjin langsung melompat lalu memeluk Changbin.
Mereka saling bertukar tatapan. Lalu pandangannya mengedar ke sekitar, namun tidak ada siapapun di sana kecuali mereka.
Changbin yang penasaran pun mencaritahu asal suara tersebut. Sampai akhirnya dia menemukan sebuah amplifier di dalam salah satu lemari.
"Lah sejak kapan ada yang ginian di sini?"
Baru saja Changbin akan meraih amplifier yang sedang memutarkan suara—suara itu kembali terdengar.
"Sepertinya kalian sudah siap untuk bermain. Kalian masih ingat dengan peraturannya, kan? Dua menit lagi aku akan membuka pintu ruangan yang mengurung kalian. Dan di situ, kalian akan langsung bermain."
"Tidak ada yang bisa keluar dari sini. Semua akses keluar sudah terkunci. Siapapun yang mencobanya akan mati terlebih dahulu sebelum berhasil keluar."
"Jika kalian mendengar bunyi lonceng selama 15 detik, itu artinya ronde pertama selesai, jika mendengar selama 20 detik, itu artinya ronde selanjutnya di mulai. Dan jika kalian mendengar siulan, hati-hati penjaga ada di sekitar kalian."
"Saat ronde selesai, kalian semua harus berkumpul di aula utama."
"Oh dan satu lagi! Penjaga ada di antara kalian, wow who's he? Me? No! Hihi, don't trust anyone and good luck!"
Changbin menoleh pada Hyunjin, tatapannya berubah marah dan tajam. Dia langsung menghampiri Hyunjin.
"Gue tau, lo pelakunya kan! Lo dalang dari semua ini!" seru Changbin marah.
Hyunjin pun tersulut emosi, dia langsung mendorong bahu Changbin dengan kuat.
"Punya bukti apa lo kalo gue pelakunya?!"
Changbin tertawa pelan, "gue gak punya bukti. Tapi gue yakin lo dalangnya! Kelakuan lo tuh mencurigakan."
Changbin yang hendak melayangkan pukulan tertunda ketika suara kunci membuka pintu. Tak butuh waktu lama, Changbin membuka pintu itu lebar-lebar, dan langsung keluar dari sana.
"Anjing, cepet banget hilangnya!"
Changbin tak menemukan siapapun di sana, padahal niatnya untuk mencaritahu siapa dalangnya. Dia langsung berlari meninggalkan Hyunjin.
Hyunjin hanya memandang punggung Changbin yang perlahan menghilang.
"Pencabut nyawa lo udah nungguin noh."
Chan berjalan menyusuri koridor sekolah yang gelap, sebagian lampu tidak ada yang menyala. Langit sudah berubah malam, suasana begitu mencekam. Tidak ada siapapun, tapi Chan berharap dia tak bertemu siapapun.
Chan terus waspada terhadap sekitar. Dia bingung harus bersembunyi di mana.
"Mending gue diem di ruangan yang tadi, dari pada harus keliling gak jelas." Gumamnya.
Tiba-tiba jantung Chan berpacu kuat ketika rungunya mendengar suara siulan. Dia pun buru-buru berlari dan mencari ruangan yang sekiranya aman untuk bersembunyi.
Tapi, semua pintunya terkunci. Chan kesal sekaligus takut ketika suara siulan itu semakin keras dan semakin dekat.
"Sialan."
Chan terus berlari, mengakibatkan sepatunya membuat bunyi gesekan pada lantai. Dia melupakan peraturan untuk tidak membuat kebisingan.
Dia menuruni tangga dan menuju lantai dasar. Suara siulan itu masih terdengar jelas di telinganya, Chan yakin jika penjaga ada di belakang—namun dia tak berani untuk menoleh.
Baru saja dirinya akan berbelok, Chan bertabrakan dengan seseorang. Dan mereka berdua sama-sama terjungkal ke belakang.
"Aduh buset, bokong gue!" seru Jisung.
Chan beranjak bangkit, dia mengulurkan tangannya pada Jisung.
"Sorry ya, gue kayanya tadi lagi di kejar." Ujar Chan.
Jisung mengangkat sebelah alisnya, "kenapa gak ngumpet? Justru kalo lari gitu lo bakal ketauan, untung aja ketemu gue."
Chan baru menyadari, jika suara siulan itu sudah tidak ada. Apa yang Jisung katakan ada benarnya.
"Ruangan di atas pada di kunci, lo juga kenapa belum ngumpet?" ucap Chan.
"Lagi nya—"
"AAAAAAAAAAA"
Mereka mematung tatkala mendengar teriakan melengking memekakan telinga. Mereka saling bertukar tatapan, tak ada yang berani melontarkan kata apapun.
Mereka benar-benar terdiam di tengah koridor untuk waktu yang cukup lama.
"Jangan-jangan..."
"Player 03, Changbin, dead."
KAMU SEDANG MEMBACA
hide and seek
Mystère / Thriller۫ . ⟡ [ 𝘀tray kids ] . ‹ ᝬ ❝lo percaya cuma karna ucapannya?❞