𖠗 06 ꞋꞌꞋ

118 68 28
                                    

Malam berganti pagi. Chan berjalan ke arah lokernya hendak mengambil hoodie yang kemarin tertinggal.

Ketika Chan membukanya dia di kejutkan oleh gulungan kertas yang keluar dari sana dan jatuh ke lantai. Chan ingat, dia tidak pernah menyimpan gulungan tersebut, dia yang penasaran pun mengambilnya.

"Apanih?"

"Suit, suit, surat cinta dari siapa tuh??" Changbin datang entah dari mana, dia tersenyum jahil pada Chan.

Chan hanya meliriknya sekilas, lalu dia membuka gulungan kertas tersebut. Isinya tidak seperti yang Changbin katakan, melainkan hal lain.





Hide and Seek —
rules :

1. Jangan berisik.

2. Kalian bisa berpindah tempat,
asalkan tidak ketahuan oleh penjaga.

3. Kalian tidak boleh bertemu
satu sama lain ketika permainan di mulai.

4. Tidak boleh bersembunyi bersama,
harus sendiri.

— Ingat, bersembunyilah dengan baik, jangan sampai ketahuan penjaga, karena dia akan membunuhmu.

Players :

01 Jeongin
02 Hyunjin
03 Changbin
04 Chan
05 Jisung
06 Felix
07 Seungmin
08 Minho




Chan dan Changbin membacanya dengan seksama. Lalu mereka bertukar tatapan.

"Ini kita beneran di suruh main petak umpet?" tanya Changbin, dan Chan dengan ragu menganggukan kepalanya.

"Kita bakalan mati?" tanya Changbin sekali lagi.

Dan Chan kembali mengangguk dengan ragu.

"Terus kenapa nama Minho ditulis merah... Lo tau kan maksud gue apa?"

Chan mengerti apa yang Changbin maksud, tapi dia hanya tetap diam dan tidak mampu melontarkan kata apapun. Yang pasti dia takut.

Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang tengah menatap mereka dengan seringai lebar tercetak di wajahnya. Dia merogoh sakunya dan mengambil ponsel, mengetikan sesuatu di sana, lalu setelahnya dia pergi begitu saja.

Seseorang itu pun tidak tau jika Jisung melihatnya.














































































"Jadi lo pelakunya? Gampang juga ternyata."










































































Jam pelajaran tengah berlangsung. Jeongin yang berada di kelasnya tidak memperhatikan guru yang terus berceloteh. Dia hanya menatap jendela dengan langit yang begitu mendung.

"Siapa yang mati selanjutnya ya?" ujarnya sembari mengetukkan pulpen pada meja.

Jeongin tersentak tatkala dia melihat sesuatu yang begitu besar terjatuh dari atas. Reflek dia merapatkan badannya pada jendela dan melihat ke bawah sana.

Dia melihat sesuatu.

Lantas Jeongin langsung berlari ke luar kelas tanpa meminta izin pada guru yang suaranya sudah menggelegar satu ruangan memanggil nama Jeongin.

Sesampainya di bawah, dia bisa melihat darah yang mulai bergenangan. Seorang siswi baru saja terjatuh—entah itu karena bunuh diri atau hal lain.

Atensi Jeongin beralih pada tangan siswi itu—dia sedang menggenggam sebuah kertas. Lantas, Jeongin mengambilnya dengan hati-hati agar dia tidak meninggalkan jejak apapun.

"Bisa-bisa gue jadi tersangka." Gumamnya.

Jeongin mengerutkan dahinya bingung ketika membaca kertas itu.

"Sekolah ini terkutuk. Jika seseorang berani memainkannya, maka mereka akan di gantung terbalik. Iblis itu akan membawa ruh mereka dan menjadikannya budak."

"Wait, ini kan kata-kata yang sama gue temuin di mayat Yuna..."

Ya, Jeongin sebenarnya menemukan gulungan kertas di dekat mayat Yuna beberapa hari lalu. Dan isinya sama dengan yang dia temukan sekarang. Sayangnya, kertas itu tidak bisa dicerna oleh Jeongin.

Jeongin tersentak ketika seseorang menutup matanya dengan sebuah kain dan menggiringnya dengan kasar. Dia mencoba memberontak tapi seseorang itu menendang tulang keringnya.

Jeongin hanya bisa pasrah digiring entah ke mana. Urusan hidup dan mati biar Tuhan saja yang urus.

Beberapa menit kemudian kain yang menutup mata Jeongin terbuka, dia mengerjapkan matanya—orang itu terlalu mengikatnya dengan kuat sehingga mata Jeongin terasa sakit.

Jeongin bisa melihat seseorang sedang berdiri di hadapannya.

"Kak Seungmin?"

Seungmin tidak memakai seragam yang sama seperti Jeongin, melainkan dia memakai hoodie berwarna hitam.

Jeongin mengedarkan pandangannya ke sekitar, dia akhirnya menyadari, jika dirinya berada di gudang sekolah.

"Lo yang bawa gue ke sini? Lo yang nendang tulang kering gue? Mau ngapain? Mau ngebunuh gue?" Jeongin melontarkan pertanyan secara bertubi-tubi, sedangkan Seungmin masih diam tak bergeming.

"Enak aja nuduhnya! Gue habis selamatin lo!" balas Seungmin ketus.

"Dari apaan?"

Seungmin menghela napas, "sorry kalo gue nendang lo. Kalo gue gak bawa lo pergi dari sana, lo juga bakalan mati di timpuk batu."

Retina Jeongin melebar seketika. Jadi maksudnya ada yang mencoba membunuhnya juga?!

"Wow, keren." Balasnya.

Sepersekian detik kemudian, dahinya di sentil oleh Seungmin.

"Palalo keren, mati tau rasa." Cibir Seungmin.

"Terus?"

Seungmin mendelik, "denger ya, gue mohon sama lo mulai sekarang harus hati-hati dan jangan gegabah. Kalo bisa jangan dikit-dikit liat mayat langsung di samperin, nafsu lo sama mayat?"

"Oh! Besok bakalan ada sesuatu yang besar terjadi. Udah si gitu doang, gue harus pergi dulu, jaga diri ya." Imbuhnya, lalu Seungmin pergi dari sana meninggalkan Jeongin sendirian.

"Lah, udah gitu doang? Sialan banget si Seungmin." Cibir Jeongin.










































































































"Btw, kain yang di pegang kak Seungmin. Kok sama kaya kain yang ngiket matanya Yuna sama ibunya?"

hide and seekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang