Side Story (Ayon)

338 24 8
                                    

BAB 3

Usai membantu Ayon sarapan meskipun harus dipaksa terlebih dahulu, kini Marvel mulai membereskan beberapa barang yang semalam dia bawa ke rumah sakit. Selain mengurus Ayon yang sakit, dia juga harus mengerjakan tugas double karena hari ini harus dikumpulkan. Adiknya itu benar-benar merepotkan. Kalau tidak sayang, mungkin dia akan membiarkannya begitu saja. Namun, dia tidak akan sejahat itu. Semenyebalkan apa pun Ayon kepadanya, cowok itu tetap menjadi adik kecilnya yang selama ini tumbuh bersama.

"Kayaknya lo bakalan telat kalau berangkat sekarang," ucap Ayon seraya menatap jam dinding yang menunjukkan pukul delapan pagi. Itu artinya, pintu gerbang SMA sudah ditutup sejak tiga puluh menit yang lalu.

"Tau," ketus Marvel. "Gara-gara lo pakai acara sakit."

Ayon mengembuskan napas berat. Ada rasa bersalah yang menyelimuti hatinya sekarang. Dia cukup sadar diri kalau Marvel memang kerap repot karenanya. "Maaf, ya, Vel."

Marvel yang mendengar permintaan maaf Ayon itu agak tertegun. Pasalnya, dia merasa bahwa adiknya itu benar-benar merasa disalahkan olehnya. Apalagi, ketika melihat tatapan sendu yang terpatri jelas di kedua mata yang sama persis dengan miliknya. Padahal, dia tidak serius menyalahkan Ayon, hanya berniat gurau saja.

"Alay," balas Marvel agar mengembalikan suasana yang sempat canggung.

Jawaban Marvel tersebut langsung mendapat lemparan bantal dari Ayon hingga mengenai tepat belakang kepala cowok itu. Seketika, suasana di ruangan serba putih itu kembali mencair. Bahkan, Marvel yang jarang tersenyum, kali ini mampu menarik kedua ujung bibir hingga menampilkan giginya yang rapi. Manis sekali.

"Lo beneran mau berangkat? Terus, yang ngurusin gue siapa, Vel?" tanya Ayon. Kali ini raut wajahnya dibuat semelas mungkin agar Marvel segera mengubah pikiran.

"Ada Aston, Jaylan, sama Norman. Nggak usah manja."

"Ngga mau. Masa gue diurusin om-om kayak mereka?"

Marvel memijat pangkal hidungnya. Kepalanya mendadak pening.

Ketika sakit begini, Ayon seringkali rewel seperti anak kecil. "Tugas lo? Mau dikumpul ngga? Bu Siti galak."

Bu Siti, guru Bahasa Indonesia di SMA memang terkenal dengan kegalakannya, Jarang menerangkan materi tapi sangat hobi memberikan tugas Seharusnya, guru macam itu harus diboikot saja dari sekolah. Banyak siswa yang kurang setuju dengan kehadiran Bu Siti di sana.

"Suruh mereka bertiga aja yang ngasih. Lo di sini aja temenin gue. Kalau ada apa-apa gimana? Terus kalau mendadak gue mati? Kejang- kejang Ntar lo nggak bisa ketemu gue lagi," papar Ayon berusaha membujuk Marvel dengan caranya sendiri.

"Mustahil," decit Marvel.

"Musibah ngga ada yang tau, Vel. Lebih baik mencegah daripada menyesal nanti." Ayon mengakhiri kalimatnya dengan cengiran lebar.

Meskipun terlihat sangat terpaksa, Marvel pun memutuskan untuk tetap tinggal di sana untuk menjaga Ayon "Hm," gumamnya sebagai jawaban

Ayon tersenyum lebar dengan kedua tangan yang bergerak meninju angin karena terlampau senang dengan keputusan Marvel yang akhirnya luluh terhadap bujukannya. "Jaga terus kembaran lo ini, Vel. Biar tetep
awet sampai tua nanti."

***

Ayah: Maaf ya, Yon. Ayah nggak bisa jengukin kamu Masih ada kerjaan di Bandung.

Ayon melempar ponselnya ke atas nakas yang terletak di sebelah brankarnya dengan kasar. Wajahnya seketika cemberut setelah membaca pesan yang baru saja dikirimkan Galvin. Selalu saja seperti itu Mungkin menurut ayahnya, pekerjaan adalah suatu hal yang berada di atas segalanya. Sekalipun itu harus mengorbankan keselamatan anaknya. Terkadang, dia tidak habis pikir kenapa Galvin harus segila itu dalam bekerja. Padahal, waktu untuk keluarga juga harusnya diperhatikan agar menjaga ikatan di antara mereka.

"Kenapa?"

Pertanyaan itu terlontar dari bibir Bella, pacar Ayon yang entah ke berapa, yang saat ini tengah duduk di sofa ruang rawat cowok itu. Melihat ekspresi wajah kesal Ayon lantas membuatnya berdiri untuk menghampiri pacarnya itu. Digapainya tangan kiri Ayon yang terbebas dari selang infus lalu diusapnya dengan lembut.

Sepulang sekolah tadi, Bella langsung pergi ke rumah sakit setelah mendapat kabar kalau ternyata Ayon tengah dirawat dari semalam. Ada sedikit rasa sesal karena belakangan ini dia jarang mengingatkan cowok itu untuk makan.

"Kayak ngga tau aja," balas Ayon sedikit ketus.

"Ngga apa-apa kali, Yon. Cewek lo, kan, banyak. Dapet perhatian dari mereka semua. Seenggaknya, ada banyak orang yang bisa nutupin keinginan lo buat diperhatiin sama bokap lo," seloroh Bella. "Tetep aja, Bel." Ayon mengembuskan napas berat. "Ada kalanya gue iri sama Marvel.

"Yon? Marvel juga sebenernya ngga mau. Di sini, kalian berdua sama- sama terpojokkan. Di satu sisi, lo pengen dapet perhatian dari bokap lo kayak Marvel. Di sisi lain, Marvel juga capek dapet kekangan terus sampai nggak bisa ngelakuin apa yang dia mau."

"Iya, Bel. Tapi, gue nggak munafik kalau gue juga pengen dapet kekangan begitu." Ayon menundukkan kepalanya dalam. Kedua tangannya mencengkeram kuat sisi selimut yang menutupi kedua kakinya. Ada rasa sesak yang bergemuruh di dadanya. Rasanya lelah jika harus seperti ini sampai nanti. "Gue emang nggak sepintar Marvel, nggak bermanfaat kayak dia, tapi apa salahnya kalau Ayah juga harusnya ngasih perhatian yang sama?"

Bella tersenyum tipis. Tangannya kini bergerak untuk menepuk-nepuk pundak rapuh cowok itu. Dia sedikit paham dengan perasaan Ayon sekarang. Cowok itu tidak membenci kembarannya, hanya saja terkadang Ayon juga merasa iri karena Galvin memberikan perhatian sepenuhnya untuk Marvel. "Yon? Boleh kok marah, boleh juga kecewa. Itu hal yang wajar buat remaja seusia kita yang emosinya masih belum stabil. Tapi, apa pun yang terjadi, jangan pernah benci sama Marvel, ya? Meksipun sifatnya dingin begitu, gue bisa lihat gimana tulusnya rasa sayang dia ke lo. Bahkan, hari ini, dia bela-belain ngga masuk sekolah demi jagain lo, Yon. Kalian berdua punya sisi kerennya masing-masing. Punya kelebihan juga kekurangan yang saling melengkapi."

Ayon mendongakkan pandangannya untuk menatap ke arah Bella Meski sama-sama dicap sebagai tukang gonta-ganti pacar, dia sangat yakin kalau Bella juga melakukan itu karena sebuah alasan. Sama seperti dirinya.

"Thanks, Bel. Tapi, lo jangan ninggalin gue, ya?"

Bella tersenyum lembut lantas mengangguk. "Pasti."

Tanpa keduanya sadari, di balik pintu ruang rawat Ayon, ada Marvel yang sejak lima belas menit yang lalu sudah berdiri di sana. Pandangannya mengarah sendu, menatap kedua kakinya yang kini terbalut sandal rumahan. "Maafin gue, Yon..."

***
End

Ayon & Ledib [YTMCI] [BxB] [Ledib X Ayon] [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang