3 | Isn't He

218 33 0
                                    

"Lebih baik mengatakan berbeda untuk satu daripada bersama tapi bercerai berai." —Yoichi Isagi.

✴️✴️✴️

Keheningan menyelimuti makan malam kali ini, hanya ada enam orang yang kini tengah menikmati makanan di meja. Rin, kakak kedua dari 5 bersaudara itu tidak bergabung bersama mereka, membuat Isagi merasa bersalah atas kejadian siang tadi.

"Yoichi, jangan melamun! Habiskan makananmu." Suara itu datang dari Chigiri, kakak tertua mereka.

Sejak tadi, Isagi memang terlihat kurang fokus saat tidak mendapati kakak yang satunya di ruang makan.

Tidak seperti biasanya Rin bersikap demikian, biasanya kakak-kakaknya itu selalu ramah serta terlihat menyukai dirinya. Apakah mungkin Rin sudah jengah menahan apa yang selama ini ia tahan? Isagi sudah pernah mengira bahwa hal ini pasti akan terjadi.

"Aku ... Akan membawakan makanan ini ke kamar Kak Rin," ucap Isagi seraya mengambil lauk pauk yang ditaruhnya pada nasi di atas piring.

"Biar pelayan saja yang melakukannya, Isagi," ujar sang Ibunda.

"Tidak, Bu, sepertinya Kak Rin tidak makan karena kejadian tadi siang."

Nagi berdeham, sementara Bachira langsung menyelesaikan makannya dan melenggang dari sana.

"Mau pergi kemana kamu, Bachira?" tanya Raja Ego saat anakknya meninggalkan meja makan.

"Aku sudah selesai, Ayah."

Terlihat Nagi mengambil gelas berisi air dan meneguknya sampai habis, nampaknya, ia hendak pergi juga dari sana.

"Jangan ikut memperkeruh suasana, Nagi. Kamu tahu Bachira memang selalu bersikap kekanak-kanakan, maka dari itu jangan menyamai dirinya." Sebagai kakak tertua, Chigiri memang orang yang paling bijak diantara mereka berlima. Ia yang selalu mencari solusi permasalahan tanpa jalur pertengkaran.

"Aku hanya ingin pergi ke kamar kecil," ucap Nagi dengan alibinya.

"Aku tahu kamu tidak akan pergi kesana!" tandas Chigiri. Membuat Nagi kembali duduk di kursinya.

"Kalian benci kepadaku, ya?" tanya Isagi kepada Chigiri dan Nagi.

Nagi menghela nafas, "Bukan begitu, Isagi. Mungkin lebih tepatnya kami hanya ingin beristirahat."

"Beristirahat dari kepura-puraan sikap kalian terhadapku, aku tahu kalian tidak menyukaiku, aku bisa merasakan kalian tidak suka saat Ibu dan Ayah selalu mengutamakan apapun tentangku. Aku sudah sering meminta Ibu dan Ayah agar tidak selalu berlebihan kepada diriku, apa kalian pikir aku menikmati semua ini? Akupun tidak mau, aku ingin kita semua diperlakukan sama, aku—" Isagi tercekat, nampaknya ia tak mampu lagi melanjutkan kata-katanya.

"Isagi, Ayah sudah pernah bilang kalau kamu dan kakak-kakakmu itu sama, kalian tidak berbeda."

"Aku tidak pernah mempermasalahkan diriku yang berbeda dengan mereka, Ayah. Aku sungguh tidak perduli dengan hal itu, yang aku permasalahkan adalah mengapa kalian memperlakukanku secara berbeda sehingga semua kakakku menganggap kalian hanya ber-pilih kasih kepadaku," terang Isagi yang membuat semuanya terdiam.

"Sungguh, aku lebih memilih takdir menjadikanku berbeda daripada harus kehilangan kakak-kakakku!"

Sebenarnya Bachira tidak benar-benar pergi ke kamarnya, ia tengah bersembunyi di kelokan tembok dan mendengar semua percakapan itu.

Isagi sangat menyayangi kakak-kakaknya, dari kecil hanya merekalah yang selalu ada di sampingnya. Dahulu, mereka tidak pernah memperlihatkan kekuatan mereka di depan Isagi untuk menjaga perasaannya. Dengan seiring berjalannya waktu, bagaimanapun semua itu tidak akan bisa ditutupi terus menerus. Saat menginjak remaja, Isagi mulai tahu bahwa kakak-kakaknya memiliki kekuatan hebat dalam diri mereka, terkecuali dirinya.

Saat raja Ego memberitahukan semua fakta itu, Isagi remaja sempat merasa sedih, ia merasa dirinya memiliki kekurangan, namun hal itu dipantang keras oleh keempat saudara dan ayah ibunya.

Mereka terus memberikan Isagi kekuatan dan sugesti positif, hingga mulai terlihat perbedaan sikap Raja dan Ratu yang berlebihan terhadap Isagi.

Sejak itu Isagi mulai sadar, masalah hidupnya bukan pada kelebihan yang tidak ia miliki, tapi kelebihan sikap orang tuanya kepada dirinya.

✴️✴️✴️

Seseorang membuka pintu kamar bernuansa ungu gelap, terlihat Rin tengah terduduk santai di dekat perapian kamarnya. Mendengar suara itu, Rin membuka matanya.

"Kenapa kamu datang kesini?" tanyanya.

"Aku hanya ingin mengantarkan makanan untukmu, Kak."

"Memangnya ibu tidak marah melihat kamu bertindak seperti pelayan begitu?" tanyanya dengan nada yang begitu menelisik.

Isagi menaruh piring yang ia bawa di atas nakas, kemudian berjalan menuju Rin.

"Kak, aku minta maaf untuk kejadian tadi siang," ucapnya tulus pada sang kakak.

"Keluarlah!" dalih Rin dengan nada biasa.

"Kak, aku tahu kamu marah kepadaku karena—"

"Keluarlah, Isagi. Sebelum mulutku melontarkan kata-kata kasar kepadamu."

"Katakan Kak, katakan saja. Biar aku mendengarnya, biar aku tahu seberapa benci yang kalian sembunyikan terhadapku, biar aku bisa merasakan kesakitan-kesakitan itu, aku tahu ini semua salahku."

Prang ...

Gelagar benda pecah membuat Isagi terperanjat. Rin melemparkan sebuah miniatur guci yang ada di dekatnya.

"Tidak ada seorangpun yang bisa mengerti, terkecuali kamu merasakannya sendiri!" Suara Rin terdengar begitu menyeramkan, lelaki itu tampak sedang menahan amarahnya.

Isagi tahu, Rin memang yang paling tempramen diantara keempat saudaranya yang lain, ia memaklumi sikap kakaknya itu.

"Apa yang harus aku lakukan, Kak. Ini semua bukan keinginanku."

"KELUAR!!!"

"Kak-"

"KELUAR ATAU AKU AKAN MEMBUNUHMU!" Bentaknya seraya bangkit dari kursi.

Rin sadar ia telah membangunkan seekor macan yang tengah tertidur.

"Bunuh aku, Kak, jika itu bisa menghilangkan sakitmu." Lelaki itu malah menantang ancaman sang kakak.

"ARGHHHHH!!!!" kesal sang kakak.

Rin menatap mata Isagi, saat itu pula Isagi melihat putaran film di sekelilingnya. Bagaimana Isagi kecil yang selalu diperhatikan, Isagi remaja yang selalu dimanja, hingga Isagi dewasa yang tidak hentinya diperlakukan protektif oleh kedua orang tua mereka, terutama sang Ibu.

Isagi yang melihat semua itu merasakan nyeri di dadanya. Sejujurnya, apa yang kakak-kakaknya lihat tidak pernah ia nikmati, ia tidak bisa merasa tenang, ia selalu memikirkan kakak-kakaknya, ia tidak pernah meminta agar dibedakan seperti itu.

Rin memutuskan kontak tatapannya pada Isagi, ia berjalan menuju balkon diluar kamarnya. Kemudian berteriak sekencang-kencangnya hingga membuyarkan para burung yang tengah beristirahat pada beberapa pohon.

Tak lama kemudian pintu kamar dibuka kasar, menampilkan ketiga saudara mereka sedang berdiri disana.

Chigiri, Nagi dan Bachira tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Pemandangan yang ia lihat adalah Rin yang tengah berdiri dengan bahu bergetar di sisi balkon serta Isagi yang terduduk sambil menunduk.

Ketiganya tidak banyak bertanya, mereka langsung masuk kesana dan membawa Isagi keluar dari sana.

"Tidurlah, Kak, sudah larut malam." ucap Bachira yang kemudian menutup pintu.

Kebimbangan kini menyelimuti perasaan kelima putra Raja.

🕷️🕷️🕷️

~ to be continued ~

[END] ♚ Crepuscular Kingdom ♚ Blue LockTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang