Anjani Dwiningsih adalah seorang mahasiswa yang rajin, ia aktif di kampus, ia hobi mengarang, sudah beberapa novel yang ia kirim ke aplikasi novel online, ia juga sering mengikuti ektrakulikuler kampus, ia lumayan terkenal di kampusnya karena novel yang diunggahnya banyak peminat dari kalangan mahasiswa ke bawah. Semua orang suka padanya, ia ramah namun tetap sopan pada lawan jenis.
Anjani memiliki alasan mengapa ia berusaha menjaga jarak dari lawan jenis, karena ia memiliki trauma mendalam pada laki-laki. Namun tanpa Anjani sadari, tiba-tiba Anjani mendapat lamaran dari dosennya. Padahal Anjani hanya gadis biasa yang tak pernah menarik perhatian, tetapi tiba-tiba saja dosen yang terkenal killer diantara mahasiswa itu melamar Anjani?
"Kamu sudah ada niat untuk menikah, Anjani?" Tanya Pak Adif. Ialah dosen killer yang dimaksud tadi.
Anjani diam sejenak untuk mencerna hal yang tengah di dengarnya. "Belum, Pak.
"Kapan kira-kira kamu berniat untuk menikah? Maksud saya, diusia berapa? Berapa lama lagi?"
Anjani merasa risih dengan pertanyaan dosennya tersebut, ia menemui Pak Adif hanya untuk memperbaiki nilainya yang lalu. Namun pertanyaan ini sama sekali tidak nyambung dengan keadaan yang ada.
Anjani menatapnya sejenak, "Menurut saya masih sangat lama. Saya mau menyelesaikan kuliah saya, dan saya masih mau hidup lama sama Ibu saya."
"Menikah itu kan gak menghalangi kamu untuk ketemu sama Ibu kamu,"
"Justru itu Pak, gak menghalangi bukan berarti senantiasa bersama sama Ibu saya, kan? Saya masih mau kerja keras membahagiakan Ibu saya, membelikannya rumah ditempat yang nyaman..." ketika berhenti bicara, Anjani menyesali kata-kata. Cara bicaranya seperti menunjukan ada yang tidak beres dengan 'rumah' tempatnya tinggal.
"Ah, maaf ya Pak, saya malah keceplosan curhat sama Bapak padahal Bapak lagi sibuk. Kalo gitu saya permisi, Pak."
Pak Adif diam sembari memperhatikan raut wajah Anjani, jari telunjuknya mengetuk-ngetuk ke meja kerjanya. Ia hanya memperhatikan Anjani yang mengemas barangnya bersiap pergi.
Hari berlalu begitu saja, pertanyaan rancu Pak Adif begitu saja sudah hilang dari benak Anjani. Anjani yang sedang menulis jurnal dikejutkan oleh telepon tak dikenal.
"Halo?"
"Anjani, ini saya."
"Siapa, ya?"
"Saya dosen kamu."
Anjani mulai mengenali suaranya, "Oh, Pak Adif? Maaf ada perlu apa ya, Pak? Kenapa gak kirim lewat email aja, Pak?"
"Saya mau bicara tentang hal pribadi. Saya mau lanjutin pembahasan kita hari itu? Gimana? Kamu sudah ada pertimbangan mengenai lamaran saya?"
Alis Anjani berkerut sembari mengingat, "Maksudnya lamaran apa ya, Pak?" Tiba-tiba Anjani teringat pertanyaan Pak Adif padanya 3 hari lalu. "Tunggu, Pak. Jadi maksud pertanyaan Bapak waktu itu..."
"Iya Anjani, gimana? Kamu berubah pikiran?"
Sambil menggaruk kepalanya Anjani menjawab, "Aduh, Pak. Mohon maaf, tapi jawaban saya masih sama seperti yang Bapak tanyakan hari itu."
"Saya bakal beliin Ibu kamu rumah."
"Hah?!"
"Kalau bisa, abis nikah kita ajak Ibu kamu tinggal di rumah saya. Dan rumah saya akan dipindah tangankan ke Ibu kamu, jadi kamu bisa senantiasa ketemu Ibu kamu."
Seketika otak Anjani jadi kosong, ditengah kekosongannya seperti ada bunyi gong yang mengetuk-ketuk di kepalanya. Anjani menyipitkan matanya memandang ponsel lalu berbisik, "Wah, Bapak ini udah gila ya."
![](https://img.wattpad.com/cover/343119783-288-k585820.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Married With Mr. Adif
Romancegadis ini menikahi dosen yang tiba-tiba melamarnya? UPDATE SETIAP HARI JUM'AT