Anjani tersenyum sinis, tatapannya menusuk ke arah Pak Adif yang terduduk merasa bersalah.
"Jadi, selama ini aku dimanfaatin?" jeda Anjani, matanya menatap rendah dan tersenyum sinis. "Karna itu dia benci banget sama aku?" lanjutnya, walau ia bertanya pelan tetapi nadanya yang rendah itu terdengar seram.
"Gak juga... Kan itu Cuma 25%, niat aku aslinya mah tulus," ujar Pak Adif nyengir kuda. Nada suaranya terdengar kikuk dan penuh kehati-hatian.
"Ugh!" gerutu Anjani kesal. Ia kemudian membanting diri ke kasur dan langsung masuk selimut.
Anjani tertidur hingga pagi dalam keadaan merasa dimanfaatkan. Untung saja ia tidak membiarkan Pak Adif mengambil kesempatan padanya. Misal, membiarkan mahkota paling berharganya direngut secepat itu.
Saat mulai terdengat suara ngaji dari mesjid, Anjani terjaga. Ia melihat jam di dinding menunjukkan pukul 04.30. Sebenarnya Anjani ingin tertidur lagi, namun ia mendengar suara gemertak gigi dari bawah. Suara seseorang mendesah kedinginan.
Ia mengintip mengamati Pak Adif, pria itu terlihat menggigil, selimut tipis yang dibawanya tidur di lantai itu sudah terbuka dan menyibakkan tubuhnya. Anjani mendekati Pak Adif dan menyentuh tangannya, ia terkejut merasakan betapa dinginnya tubuh Pak Adif.
"Mas! Mas...! Bangun, Mas! Tidurannya di kasur aja..." ujar Anjani mengguncang tubuh Pak Adif agar terbangun.
Pak Adif terduduk, tubuhnya terasa sangat meriang.
"Dinginn....!!!" erangnya pelan dengan suara bergetar. Matanya masih tertutup dan ia memeluk tubuhnya sendiri.
Anjani merasa bersalah, Pak Adif selama ini adalah anak bersendok emas. Namun gara-gara janjinya kepada Anjani, pria yang tidak pernah tidur di lantai itu terpaksa tidur disana.
Anjani membantu Pak Adif berdiri dan digenggamnya tangan Pak Adif. Dipapahnya untuk segera berbaring di ranjang. Pak Adif menghela nafas sesak ketika ditidurkan di kasur. Anjani mematikan AC dan membalut tubuh Pak Adif dengan selimut tebal.
Pak Adif membuka matanya sedikit dan ia tersenyum melihat Anjani masih memegangi tangannya yang dingin.
"Tangan kamu.... Hangatt..." ujarnya sembari menggigil. Ibu jari Pak Adif mengusap punggung tangan Anjani. Jari-jari Pak Adif terasa begitu dingin.
"Ck!" Anjani mendecap lidahnya. "Kamu ini, Mas! Kalo gak bisa tidur di lantai... bilang, dong..." awalnya nada Anjani tinggi, tetapi kemudian suaranya memelan melihat wajah memelas Pak Adif.
Pak Adif mengencangkan pegangannya pada tangan Anjani. Dilihatnya Anjani ingin segera beranjak dari sana dan berusaha melepaskan diri.
"Kamu mau kemana?"
Kening Anjani bertekuk dan sedikit menggeleng, keheranan ia melihat Pak Adif berubah manja begini. Biasanya Pak Adif akan cosplay menjadi suami yang selalu bisa diandalkan, alias sok dewasa. Kini sikapnya malah seperti anak-anak yang tak ingin jauh dari ibunya.
"Aku mau ke dapur bentar buat air jahe, itu bagus buat masuk angin."
Karena Pak Adif hanya diam Anjani lekas melenggang ke dapur, dan ketika kembali ia sudah membawa secangkir air jahe di campur sedikit gula merah dan juga sebuah sup sisa semalam yang dipanaskannya.
"Duduk bentar, Mas." Ujar Anjani membantu Pak Adif duduk, setelah meletakkan nampan di nakas.
Diangsurkannya air jahe ke mulut Pak Adif, pria itu ikut memegang cangkir yang sedang dipegangi Anjani dan alhasil tangan mereka bertangkupan. Anjani meletakkan cangkirnya segera, mengganti pegangannya dengan semangkuk sup dan menyuapi Pak Adif yang setengah sadar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Married With Mr. Adif
Romantiekgadis ini menikahi dosen yang tiba-tiba melamarnya? UPDATE SETIAP HARI JUM'AT