BAB 6 : Sulit

0 0 0
                                    


Hari berlalu. Banyak hal yang telah diceritakan pada Dinda sebagai teman. Bram pun jenuh dan hanya mengabaikan chat Dinda. Dinda yang keras kepala tetap menceritakan harinya pada Bram. Membuat Bram muak. Dinda yang menyadari kesalahan nya berulang kali minta maaf dan mengulangi kesalahan yang sama.

POV Dinda

"Dinda, tolong buat ajuan buku tahunan kita ya"

"Baik bu"

"Tapi ibu ajarin dulu.. Ini kan ada list tahunan nya kamu boleh ambil dari penerbit mana aja asal sesuai list bukunya sama permintaan pemustaka. Seberapa dapat ya.. Nanti ibu cek"

Unit pengadaan bertugas menyediakan buku sesuai kebutuhan pemustaka menerima lebih banyak permintaan tahun ini. Mengingat penerimaan mahasiswa baru UIN. Perpustakaan akan lebih sibuk saat mrngorientasikan mahasiswa baru.

Dinda masih sulit melupakan Bram. Ingat akan hari-hari yang dilewati bersama,

"Duh Dinda.. Jangan gini dong, move on move on. Dia ga ngasih kamu harapan apaapa" batin ia.

Untuk melupakan momentum itu, Dinda memaksakan diri untuk bekerja tanpa jeda. Bu habibah kembali dan mengecek .

"Brp koleksi yang dapat hari ini?" Tanya Bu Habibah

"Untuk jurusan agama. 15, jurusan ilmu politik 10, jurusan dakwah dan komunikasi 25, jurusan ilmu sosial 20 bu"

"Udah banyak itu Dinda, sekarang istirahat dulu ya.. Jangan memaksakan diri" ucap bu Habibah.

Jam istirahat pun Dinda gunakan dengan sebaik mungkin. Setelah selasai shalat dan makan Dinda menegangkan otot ototnya sejenak di ruang pengolahan.

Ruang itu dipenuhi oleh buku-buku yang langka. Dinda membaca nya dan terkejut melihat kehadiran Bu Yusra.

"Ga makan kamu?"

"Udah tadi bu"

"Tambah lagi.." canda Bu Yusra
Dinda pun tertawa.

"Minggu depan diruang ini ya"

"Iya bu"

Usai sudah sandiwara hari ini. Dinda duduk sejenak di sofa dan kembali murung. Bu Yusra memperhatikan nya dari kejauhan.

"Dinda"

"Iya bu" sahut Dinda dengan lemah.

"Udah selesai?"

"Udah bu"

"Kamu kenapa? Ibu lihat kamu ga berhenti berhenti kerjanya?" Tanya bu Yusra untuk memastikan.

"Gpp bu". Sangkal Dinda menutupi kenyataan bahwa ia merindukan sosok Bram.

"Kenapa ga join sama yang lain? Ga dekat ya? Ngomong laa sama Anshar atau Farial.. Hmm?"

Dengan sedikit isak tangis Dinda pamit.

Bu Yusra yang khawatir memanggil Siti untuk menjaga Dinda.

"Siti, tolong liat Dinda kenapa ya"

Siti dengan cepat menyusul Dinda.

"Din, kenapa sih? Ceritaa.. Kami khawatir"

Isak tangis Dinda semakin kuat.

Bodoh. Air mata sial ini trus berjatuhan layaknya Hujan.

Begitulah bila Dinda terlalu menitik beratkan perasaannya. Hal ini terjadi berulang kali membuat Dinda muak. Mencintai tapi tidak dicintai adalah resiko terbesar yang Dinda terima.

Pandangan Dinda mulai temaram. Brakk.

Dinda kehilangan kesadarannya. Dinda merasa kan badannya letih yang tak berujung. Bu Yusra panik dan memanggil orang-orang disekitar. Badan Dinda diangkat secara paksa dari tempatnya jatuh. Darah dari hidung berlumuran di wajahnya. Seluruh badannya memutih layaknya mayat.

Samar-samar Dinda mendengar suara pamong lapangan menelepon uminya

"Bu, apa benar ini ibunya Dinda? Dinda jatuh bu, tidak sadarkan diri.. Tolong ibu menuju kemari"

Tak lama kemudian Ibu Dinda tiba dengan prasaan khawatir.

"Dinda terus terusan bekerja bu, kami sudah memintanya beristirahat"

Umi Dinda kesal melihat Dinda yang memaksakan diri.

"Dari kemarin sudah saya bilang bu, kalo tidak sehat istirahat saja 2 hari. Tapi dia ngeyel tetap mau masuk" ucap Umi.

Pak kepala perpustakaan yang menerima informasi terkait karyawan magangnya turun dari lantai 2 untuk memeriksa kondisi Dinda.

LullabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang