BAB 8 : Impian

2 1 0
                                    

BAB 8 : Impian

3 tahun kemudian

Tak tak tak

Seorang wanita memasuki panggung dengan percaya diri. Duduk berbincang santai dengan pembawa acara. Setelah pembicaraan selesai, wanita itu tersenyum dan memberi penutupan.

"Kaum millenial tidak hanya cerdas dalam berbicara tetapi santun dalam segala sikapnya, Millenial Islam, gaul boleh, adab number one!"

Prok prok prok. Suara tepuk tangan memenuhi auditorium Atmaja Center.

"Wah menarik sekali ni mbak ya motivasi nya. Bisa menjadi inspirasi bagi anak muda diluar sana. Saya mau nanya nih, apa sih yang membangkitkan mbak untuk menulis novel ini?"tanya sang host dengan semangat.

"Hmm mungkin kerinduan? Haha ya kerinduan kepada sosok yang tidak bisa miliki cintanya"

"Wow haha, putus cinta nih mba?" Pembawa acara bertanya semakin intens.

"Kurang lebih karena itu dan hobi juga mungkin ya. Karena menulis tu bukan hanya menulis tetapi juga mencari tahu pola dan teknik yang sesuai"

"Wow solutionnya sangat sangat bermanfaat. Terimakasih para hadirin. Beri tepuk tangan meriah untuk narasumber kita hari ini mba Dinda Wijaya Sari! " Prok prok prok.

Musik penutupan dan tepuk tangan meriah memenuhi Atmaja Center.

Hari-hari yang Dinda jalani sudah kembali seperti biasa. Dinda tak pernah menyerah akan tujuannya.

Dan untuk hal kemarin cukup menjadi pelajaran untuk Dinda. Banyak yang harus dia korbankan hingga ke titik ini. Kini setelah dia tenggelam dalam kesibukannya menulis, dia juga mencari arti kebahagiaan.

"Hadirin sekalian closing ceremonial kita akan dibawa oleh Atmajas Musical! Beri tepuk tangan meriah!!!!!"

Prok prok prok! Suara tepuk tangan memenuhi aula.

Seseorang dari jauh memperhatikan Dinda. Laki-laki itu memakai jas hitam dengan sebuket bunga di tangannya. Setelah acara berakhir Dinda menuju ruang tamu undangan.

Beberapa staff acara menghampiri dan memberikan souvenir untuk Dinda.

"Wow ini banyak banget guys haha"

"Gapapa mba, ini rasa terimakasih kami"

Tap tapi tap. Seorang pria dengan tampilan stylih memakai jas formal memasuki ruangan.

"Permisi, boleh minta waktunya?" Dinda terkejut bukan main. Bram berdiri tegak dihadapannya.

Para staff terkejut melihat dosen Sekaligus rektor muda Universitas masuk ke ruang tunggu.

"Baik pak, mba Dinda silahkan.. Maaf mengganggu waktunya, kami permisi" mereka pun keluar, meninggalkan Bram dan Dinda.

Seketika ruang hening.

Bram mendekat.

"Long time not see you... Dinda"

Tatapan mata Bram menyiratkan kerinduan dan penyesalan. Wanita yang pernah mengaguminya dulu kini telah menjadi sosok hebat seperti saat ini.

Dengan senyum tipis Dinda menyembunyikan rasa rindunya dibalik senyum itu. Sebisa mungkin dia menghilangkan rasa canggung diantara mereka berdua.

"Hey, apa kabar? Wahhh keren banget kamu sekarang. Ga nyangka bisa ketemu gini ya" puji Dinda.

"Im better.. and you?"

"Me too" Matanya menyiratkan kebohongan disana.

Raut wajah Dinda berubah. Membuat Bram merasa bersalah.

"Can you forgive me?" Ucapnya.

"For what?" sebutir air bening mengalir dari matanya.

"Kamu ga salah. Apa yang mau dimaafin Bram? Aku.."

Dinda terkejut dengan seketika. Bram membawa Dinda ke pelukannya. Tangisan Dinda memecahkan keheningan di ruang itu.

Setelah beberapa saat menenangkan diri, mereka duduk di sofa. Bram memperhatikan wajah Dinda.

"Jangan lihat aku gitu.. Lagi jelek malah diplototin"

"Kenapa nangis? Hmm?"

"Aku takut aja.. Ada yang marah nanti"

"Siapa?" pacar kamu?" Bram memastikan.

"Pacar kamu lah" ucap Dinda.

"Its ending. Long story. Dia pergi kejenjang yang lebih serius dengan orang lain.  Kami putuskan untuk tidak bersama lagi" ceritanya singkat yang membuat Dinda kaget.

"Wahh dia pasti nyesal bgt liat kamu sesukses ini" ucap Dinda

"Emang aku peduli?" Balas Bram.

Raut wajah Bram tidak menunjukkan rasa sesal sama sekali.

"So, we can have a dinner tonight? A special dinner"

"Why not?" Tanpa Dinda perjelas pun, Bram sudah tahu jawabannya.

#Lullaby

Thanks for readers ❤️

LullabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang