08. Glimpse Of Us || Kurona Ranze

3.2K 127 23
                                    

Menikah bukanlah sebuah permainan. Melainkan ikatan suci antara dua anak manusia yang telah dipersatukan oleh Tuhan. Tidak pernah sekalipun terlintas di benak (Name) akan melakukan janji suci dengan lelaki yang tidak dicintainya.

Gaun putih selutut sederhana melekat di tubuh rampingnya. Arah mata pandangi kosong ke pantulan kaca meja rias. Sebuah ruangan asing yang menjadi kamarnya beberapa waktu lalu.

Setelah mengucapkan janji suci dihadapan pendeta dan Tuhan hanya dihadiri asisten pribadi Ranze sebagai saksi pernikahan, (Name) diboyong ke mansion besar bak istana. Kediaman milik Kurona Ranze. Bukan di mansion lama tempat (Name) merawat mendiang kakek Kurona.

Tanpa sepatah kata pun, Ranze meninggalkan (Name) . Disibukkan dengan urusan pekerjaan. Bahkan tidak pulang dan menginap di kantor. Sebegitu bencinya Ranze pada (Name) karena perjanjiannya dengan mendiang sang kakek.

(Name) bersabar sebagai istri pajangan untuk meraih ambisi Ranze memiliki segunung harta warisan peninggalan mendiang kakek. Perjanjiannya dengan kakek Kurona menjebak (Name) dalam kekosongan.

Mansion luas, besar, dan megah. Dilayani banyak pelayan justru tak membuat (Name) tamak. Ia sudah biasa mengurus keperluannya sendiri sedari dulu. Meski terkadang para pelayan bersikukuh hendak melaksanakan tugas mereka untuk melayani (Name).

Ketidaknyamanan menjadi alasan (Name) menolak berbagai pelayanan mereka. Selagi masih bisa dikerjakan sendiri, (Name) tidak terlalu membutuhkan bantuan mereka.

Suara mobil khas milik Ranze berhenti tepat di depan pintu besar mansion. Tiga hari telah berlalu, Ranze baru menginjakkan kaki di mansion.

Melepas jas kemeja dengan lelah, Ranze memberikannya ke kepala pelayan yang menunduk hormat di sampingnya. Para pelayan lain melakukan hal sama.

Ranze menyipitkan mata mencari sosok istrinya yang tidak terlihat keberadaannya. Melonggarkan dasi lalu membuka tiga kancing teratas mengekspos dada bidangnya.

"Di mana (Name)?" tanya Ranze dingin.

"Nyonya sedang tidak enak badan tuan," jawab si kepala pelayan tua yang sudah mengabdi begitu lama pada Ranze.

Ranze mengayunkan kaki lebar menaiki tangga menuju ke lantai dua, kamar (Name). Tidak mengetuk pintu lebih dulu, Ranze masuk begitu saja.

Netranya mendapati (Name) tengah tertidur tenang di atas tempat tidur. Selimut menutup hingga di dada. Napas (Name) naik turun berderu teratur.

Ranze mengamati lama wajah (Name). Terpaku sejenak. Menyadari kalau (Name) termasuk gadis dengan paras cantik. Ranze salah fokus pada bibir merah nan mungil (Name) yang sedikit terbuka.

Membuang muka ke arah lain, Ranze menepis segala pikiran kotornya. Ranze enggan menaruh rasa nafsu terhadap (Name). Gadis itu hanya akan dipergunakan untuk ambisinya bukan hal lain tidak berguna seperti bercinta.

Ranze melenggang pergi. Hawa sekitar mulai terasa panas bila ia berada terlalu lama di kamar (Name). Bersamaan dengan tertutupnya pintu, (Name) membuka mata. Mengembuskan pelan napas lega.

Berpura-pura tidur untuk menghindari Ranze. (Name) memang tidak punya niat untuk bertemu Ranze. Apa lagi untuk membicarakan mengenai pernikahan mereka. (Name) masih belum menerima Ranze dengan hati lapang.

Mau bagaimanapun, (Name) tidak mencintai Ranze. Meski telah menjadi sepasang suami istri, (Name) masih belum siap melakukan hal yang lebih jauh dengan Ranze.

Jantung (Name) berdegup kencang bukan karena jatuh cinta. Melainkan takut pada Ranze. (Name) mengusap telapak tangannya yang panas dingin. Bersyukur Ranze cepat keluar dari kamarnya.

(Name) bersiap untuk segera tidur. Mengubah posisi miring ke samping kiri membelakangi pintu. Sebelum Ranze datang kembali menemuinya.

Di ruang kerja Ranze termenung. Satu botol alkohol di atas meja telah tandas setengah. Ranze belum menyadari, justru semakin menyesap cairan memabukkan tersebut. Memandangi lurus sebuah bingkai berukuran sedang.

Potret sepasang kekasih tengah tertawa bahagia. Wanita berambut merah khas keturunan Belanda. Bertahun-tahun berlalu menyimpan rasa sakit ditinggalkan pergi oleh kekasihnya. Di balik topeng dingin dan kaku, ada sorot kesedihan terpancar.

"Kara ... aku merindukanmu." Berucap lirih, Ranze menyugar rambutnya ke belakang. Memejamkan mata merasakan pening melanda kepala.

Ranze melirik jam sesaat sudah menunjukkan waktu dini hari. Berjalan gontai, Ranze mulai dikuasai pengaruh kuat minuman keras. Kebiasaannya ketika sedang lelah, Ranze akan melampiaskannya pada alkohol.

Menutup pintu pelan, Ranze merangsek masuk ke dalam selimut. Langsung memeluk bantal gulingnya. Kernyitan di dahi Ranze tercipta saat merasakan sesuatu kenyal pada gulingnya. Begitupun terdengar suara lenguhan lirih.

Kelopak mata berbingkai bulu mata lentik terbuka. Terkejut mendapati sosok mirip Kara berada dalam pelukannya. Ranze lantas mengubah posisi di atas memerangkap tubuh mungil tersebut.

Diraihnya lembut rahang sang gadis. Mengecup bibir merona kemerahan itu. Mencecap atas dan bawah dengan rakus sebagai pelampiasan rasa rindu menggebu. Sebelah tangannya bergerak meremas-remas buah dada kanan sembari mengelus tengkuk gadis itu.

(Name) menggeliat tidak nyaman. Sesuatu basah dan kenyal terasa di bibir. Belum lagi seperti ada yang mempermainkan buah dadanya.

(Name) membuka mata. Masih samar terlihat siapa pelaku itu. Mengerjapkan mata pelan. Napas (Name) terasa tercekat. Ranze memandanginya dengan tidak terbaca.

Deru napas lelaki itu memberat di atas tubuhnya. Terkurung di dalam kungkungan Ranze. (Name) nyaris berteriak tapi Ranze bergerak cepat membekap mulut (Name) dengan bibirnya.

Bibir seksi Ranze menghisap tanpa ampun. Lidahnya menyerang bagian dalam mulut (Name). Mengeksplorasi rongga mulut (Name), memaksa saling membelitkan lidah.

Ranze mengunci kedua pergelangan (Name) ke atas. (Name) melemas oleh ciuman panas Ranze. Pertama kalinya merasakan apa itu ciuman. Pun sentuhan-sentuhan sensual Ranze di tubuhnya.

Gaun tidur tipis (Name) teronggok naas di lantai. Kemeja putih Ranze pun telah terlepas. Dada bidang Ranze mengesek buah dada telanjang (Name). Masih dalam ciuman memabukkan, Ranze menyentuh inti (Name) yang mulai dibasahi cairan.

(Name) menggelinjang geli. Ranze memainkan puncak buah dadanya. Dihisap rakus bak bayi kehausan lalu digigit kecil. Begitu pula jemari Ranze bergerak nakal mencubit dan memilin puting pink (Name). Bergantian kiri dan kanan memberikan rangsangan pada tubuh polos (Name).

Cecapan lidah Ranze turun melewati perut hingga berhenti di depan kewanitaan (Name). Ranze meraup rakus liang senggama (Name), hingga membuat gadis itu tersentak-sentak tidak karuan.

Sensasi geli juga nikmat melanda bagian bawahnya. Lidah Ranze bergerak panas terlatih di liang hangat (Name). Sesekali melirik ke atas menikmati ekspresi (Name) yang berubah-ubah.

"Ahh-- tidak ohh Ranze-sama please stop akhhh." Desahan (Name) menyebut namanya semakin memacu gairah Ranze.

Ranze bangkit mengarahkan kejantanan besarnya yang sudah berdiri tegak kokoh akan memasuki lubang kecil (Name).

Gelengan kuat disertai tatapan memohon (Name), Ranze abaikan. Lelaki itu menerobos kesulitan. (Name) memekik kesakitan. Bagian bawahnya terasa akan terbelah menjadi dua bagian. Nyeri sekali ketika benda tumpul itu merobek dinding keperawanannya.

(Name) membeliak tidak percaya. Rasa sakit mendera kewanitaannya. Ranze tanpa ampun menghantamnya tanpa kelembutan. (Name) terbaring melemas tiap kali Ranze menyentaknya begitu kuat. Kehabisan tenaga untuk melawan. (Name) hanya bisa pasrah.

Ranze mengeram merasakan pelepasan untuk kesekian kalinya. Ibu jarinya mengusap lembut pipi (Name). Deru napasnya terdengar berat. Dipandangi begitu dalam (Name) yang juga menatapnya sayu.

"Kara," lirih Ranze memandangi (Name) penuh kelembutan. Sebuah senyuman tulus terpatri. Senyuman yang diberikan hanya untuk sosok bernama Kara.

Tubuh (Name) membeku mendengar nama wanita lain disebut oleh Ranze. Meskipun tidak menaruh rasa pada Ranze, entah mengapa nyeri itu tetap menghinggapi dadanya. Ranze menidurinya dengan membayangkan wanita lain.

---FIN---

Blue Lock || LemonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang