Setra-12

1.7K 167 30
                                    

𝐍𝐚𝐬𝐞𝐭𝐫𝐚 𝐀𝐟𝐚𝐝𝐥𝐲

𝐇𝐚𝐩𝐩𝐲 𝐑𝐞𝐚𝐝𝐢𝐧𝐠 𝐬𝐞𝐦𝐮𝐚𝐧𝐲𝐚!!

...


Beberapa bulan pun berlalu setelah kepergian orang tua Setra dan Lofa.

Walaupun mendapatkan gelar baru sebagai yatim piatu, hidup Setra dan Lofa berjalan dengan baik meski dengan hubungan saudara yang semakin hari semakin memburuk. Mereka memang masih satu rumah lantaran Rey yang secara khusus meminta, namun satu rumah itu tak membuat Setra maupun Lofa dekat. Keduanya tetap menjadi orang asing.

Hari ini Setra berangkat ke sekolahnya agak pagi. Anak itu menyempatkan diri untuk memberi makan Metro sebelum berangkat ke sekolahnya.

Jalan di pagi hari membuat hati Setra tenang, ia sering kali menyempatkan diri untuk berjalan-jalan sebelum berangkat ke sekolahnya. Anak itu tak menghiraukan jika nantinya akan telat masuk, toh yang menghukum juga abangnya sendiri selaku Kepala Keamanan Osis sekolahnya.

"Anjir ada batu es!" pekik Setra kaget.

Langkah kaki Setra berhenti begitu saja melihat sang kakak di gerbang Sekolahnya sedang patroli. Jika saja ada jalan pintas, Setra tak ingin berhadapan dengan abangnya itu. Jujur ia masih sedih bercampur takut atas sikap yang di berikan abangnya akhir-akhir ini.

Setra menghembuskan napasnya kuat-kuat. Tak ada jalan lain selain melewati halang rintang berbentuk Lofaro Agradyan itu.

"Pura-pura nggak liat aja. Anggap aja siluman tiang bendera itu mah." gumam Setra seolah membaca mantra.

Anak itu melangkah masuk tanpa menengok ke arah Lofa. Hal itu tentu saja di lihat oleh Lofa dengan kesal.

"Dasar nggak sopan! Lewat bukannya nyapa malah pura-pura nggak tau." gerutu Lofa. Teman yang sedang patroli bersama Lofa menggelengkan kepalanya mendengar gerutuan Lofa. Untung bukan Ibran yang melihat, jika itu Ibran, sudah di pastikan dia akan mengejek Lofa habis-habisan karena barusan terpengaruh dengan sikap Setra.

.

.

Sesampainya di kelas dirinya langsung duduk di kursi miliknya. Anak itu menghembuskan napas lega ketika dirinya sudah merasa aman di daerah teritorialnya.

"Pagi-pagi lo udah kek dikejar setan aja, abis ngapain? Maling ya?" tanya Ardi penasaran. Jangan lupa, tempat duduk Ardi tepat di sebelah Setra. Jadi, wajar saja Ardi bisa melihat Setra dengan jelas.

"Sarap lo! Oh ya lo tau nggak? Di depan udah ada batu es lagi patroli! Padahal ini masih pagi, tapi dia udah nangkring aja disana, mana natepnya kek mau nyembelih orang lagi." ucap Setra mendumel.

Ardi yang mengerti dengan sebutan batu es langsung menganggukkan kepalanya.

"Tadi gue juga ketemu. Buset, tatapannya kek emak-emak diilangin tupperware tau nggak! Serem banget ih!" Ardi bergidik ngeri.

"Galak banget kan? Mirip udah sama Algojo." ucap Setra. Ardi tergelak mendengar itu.

Ardi memang sudah tau bagimana hubungan Setra dengan Lofa. Bisa dibilang Ardi juga sering jadi tempat bercerita Setra. Namun, Ardi bukanlah tipe yang suka ikut sedih jika cerita itu sedih. Sebaliknya, Ardi malah akan melucu untuk menghibur. Seperti hal nya sebutan Batu Es yang di sematkan oleh Setra, Ardi ikut-ikut saja supaya anak itu bisa senang.

"Eh, tapi btw di rumah dia masih kek macan ya? Atau kek apa?" tanya Ardi penasaran.

"Mending kalo kek macan bisa diajak berantem. Di rumah mah udah kayak cosplay jadi tembok dia. Sekalinya senyum kalo ada bang Ibran sama Iyon bocil ke rumah doang, selebihnya dia anggap gue nyamuk aja kali." ucap Setra membuat Ardi menghela napas mendengarnya.

Setra itu tipe adik yang baik, namun Lofa tak pernah menyukai anak itu. Dari cerita yang Ardi dengar dan juga beberapa kali melihat langsung, sikap Lofa itu luar biasa sekali. Orang-orang mungkin akan mengelus dada 1000X sehari jika jadi Setra.

"Susah juga ya punya abang modelan batu es. Kalo gue yang punya abang kayak dia, udah gue gadein deh pasti." Setra tersenyum mendengar candaan Ardi. Anak itu menepuk belakang kepala sahabatnya sedikit keras.

"Abang kayak bang Lofa tuh cuma gue yang punya, dia limited edition. Nggak akan ada copy-nya." ucap Setra sombong. Ardi mencibir Setra, remaja itu membuat gestur seperti orang yang sedang muntah.

"Huek.. Sombong banget anak manusia."

"Yee.. Biarin gue sombong, yang penting hepi!!"

Ardi menggelengkan kepalanya, "Semerdeka Raden Setra aja dah~"

.

.

"Lo tau? Gue denger dari anak kelas 1 katanya Setra suka di cegat sama Geng Bagas." ucap Ibran ketika dirinya tengah makan di kantin dengan Lofa.

"Faedahnya lo ngasih tau gue apa? Nggak penting tuh buat gue." ucap Lofa datar. Remaja itu menyeruput es yang tadi di belinya tanpa tertarik dengan berita yang Ibran bawa barusan.

Lagipula Ibran tahu jauh lebih baik dari siapapun mengenai dirinya dan Setra, lalu untuk apa memberitahukan informasi yang tak penting padanya?

"Masalahnya bukan di Setra yang di cegat doang bego, tapi si Bagas itu cegat Setra karena dia kesel sama lo!"

Lofa menautkan alis, "Kok gue? Apa masalahnya sama gue?" tanya Lofa heran.

"Bagas kan langganan BK gara-gara lo sering nge gep dia ngerokok. Nah, katanya dia nyegat Setra buat bales lo yang suka cepuin dia ke guru." jelas Ibran. Terlihat sekali jika Ibran menginginkan respon dari Lofa. Namun siapa Setra hingga Lofa harus peduli?

Yang Lofa tahu Setra itu tak lebih dari anak Ayah dan Bundanya yang terpaksa harus ia kenal, tak lebih dan tak kurang.

"Biarin ajalah dia gitu. Toh bukan gue juga yang di cegat Bagas." santai Lofa.

"Kok lo gitu sih? Setra adek lo kalo–"

"Berapa kali gue bilang kalo gue itu nggak punya adek. Gue anak tunggal." potong Lofa ketika lagi-lagi Ibran lupa pada pantangannya. Mata Lofa berkilat menunjukkan amarah ketika dirinya mendengar nama Setra beserta predikat yang orang lain berikan padanya.

"Lo harus tau Bran, gue udah nggak peduli lagi sama tuh anak. Dia nggak penting sama sekali buat gue, jadi jangan kasih lagi info yang nggak guna kek gini ke gue. Muak gue denger nama tu anak!" Lofa menghembuskan napasnya kesal. Sementara Ibran hanya menghela napas mendengar jawaban Lofa barusan.

Ibran bingung dengan apa yang harus ia lakukan lagi untuk membuat Lofa mau mengakui Setra. Namun Ibran juga tak bisa memaksakan Lofa untuk itu, karena jika di paksa nantinya pasti akan menimbulkan rasa sakit, entah itu di hati Lofa atau di hati Setra sendiri.

"Gue cuma mau bilang itu ke lo aja kok. Kalo lo nggak peduli, itu terserah lo aja. Yang penting, kalo ada apa-apa jangan bilang kalo lo nggak tau, karena gue udah ngasih tau apa yang perlu lo tau barusan."

Lofa tak menjawab, dia hanya fokus pada makanannya dan benar-benar mengabaikan apapun yang berkaitan dengan Nasetra, orang yang memiliki ikatan darah yang sama dengannya.

-

𝐊𝐚𝐩𝐚𝐧-𝐤𝐚𝐩𝐚𝐧 𝐥𝐚𝐠𝐢 𝐲𝐚.

𝐒𝐞𝐞 𝐲𝐨𝐮 𝐧𝐞𝐱𝐭 𝐭𝐢𝐦𝐞!!


Mau bilang keterlaluan tapi.. Ah.. Bingung.

Btw ada yang mau nitip pesan sama Lofa?
Tulis aja ya, nanti tak sampein sama Ryu.

NASETRA AFADLY [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang