03| Sekaleng bir

4.6K 114 5
                                    

"Menikmati hidup adalah yang paling penting, entah itu sehancur apa kehidupan yang kamu jalani. "

***

Setelah kejadian tak terduga waktu itu, Jeffrey gak jadi makan siang di rumah, katanya dia ada meeting mendadak. Tapi, sebagai gantinya cowok itu mengirim pakaian dan perlengkapan cewek buat Biru.

Lala membantu membereskan baju Biru, dari sore tadi sampai sekarang pukul tujuh malam, wanita itu sibuk sendiri. Biru duduk bersila, melipat baju Jeffrey yang sebagian di keluarkan dari lemari. Sedangkan di sebrang, Caramel sudah tidur mengenaskan di samping Biru.

"Bi Lala beneran gak papa? Nanti kalo Om Jeffrey pulang, lihat baju aku di sini gimana? Dia gak marah?"

Biru gusar, dia takut Jeffrey marah karena seenaknya menyentuh barang-barang pribadi. Di tengah rasa gusarnya, Lala menggeleng tenang.

"Justru ini perintah Pak Jeffrey sendiri, non Biru tenang saja. Pak Jeffrey orangnya baik." Wanita itu menoleh, sekilas melihat raut wajah Biru yang tidak nyaman. "Bibi tinggal dulu, ya? Mau masak makan malam, nanti bibi kesini lagi."

Biru mengangguk, mengatakan terima kasih sebelum wanita itu benar-benar pergi. Beberapa menit dia masih menguliti aktivitas yang sama, melipat baju Jeffrey. Sampai suara pintu di buka mengalihkan aktivitas nya, Biru mendongak.

Jeffrey menyembul dari balik pintu, mengambil tempat di depan Biru. Dia mengamati baju tidur yang Biru kenakan. Jeffrey mengernyit, perasaan di juga beli baju tidur tadi, tapi motifnya beda.

"Kamu dapat baju itu dari mana?"

"Oh! Tadi Mas Leon ke sini, terus kasih baju banyak banget, katanya punya mendingan istrinya yang masih kelihatan bagus."

Senyum Biru merekah, dia teringat dengan Ayah kandung Caramel yang seorang pilot, dulu cita-cita Biru ingin jadi pramugari biar bisa naik pesawat. Melihat Leon yang datang kesini menggunakan seragam pilot, Biru jadi antusias.

Jeffrey mengangguk, untuk beberapa saat dia diam lalu mendesah sedikit terganggu dengan panggilan yang Biru berikan pada Leon.

"Kamu tahu umur Leon berapa?"

Biru menggeleng.

"Dua puluh tujuh, cuma beda satu tahun sama saya. Kenapa panggil dia Mas sedangkan saya Om?" Tanpa di sadari, Jeffrey seperti pacar yang merajuk.

"Om Jeffrey juga mau di panggil Mas? Mas Jeffrey?" Bingung Biru, Jeffrey tak merespon, dia memalingkan wajah menatap Caramel.

"Cocok, panggil Mas saja." Katanya malu-malu.

Biru tersenyum lembut, mengamati punggung Jeffrey yang membelakangi namun dalam hati gadis itu meringis pilu. Orang baik seperti Jeffrey punya kelainan, Biru tak menyangka jika pria tampan di depannya suka sesama jenis. Pantas saja waktu Biru bilang di tidak memakai pakaian dalam, Jeffrey malah kabur, pria itu pasti jijik melihatnya.

Biru menghela, dia akui dia bukan bocah polos lagi, setelah apa yang terjadi membuat Biru sedikit mengerti tentang dunia seksual.

"Mas Jeffrey pasti bisa sembuh!" Biru teriak tanpa alasan, sang empu yang di sebut menoleh dengan ekspresi bingung.

"Sembuh dari apa?"

***

Biru meneguk bir kaleng yang ada di kamar Jeffrey, dia tidak bisa tidur. Pukul sebelas malam, gadis itu pergi ke balkon, menatap langit malam yang sedikit mendung. Mata Biru sudah lelah, tapi dia takut saat terpejam nanti, mimpi buruknya datang, seperti tadi pagi.

Biru mendesah, sedikit frustasi. Dia merasa asing di kamar ini, ini bukan tempat tinggalnya. Tapi semakin di ingat, pikiran Biru semakin kacau. Seperti seseorang sudah menghapus ingatannya tentang jalan ke rumah, Biru linglung.

Tuk!

Kulit kacang tiba-tiba jatuh tepat di wajahnya, pelakunya Jeffrey yang ada di balkon sebelah, kamar Caramel. Biru mengerjap, Jeffrey menatapnya tajam. Cowok itu mengkode Biru untuk tetap di sana, lalu sebuah jitakan di dahi mengagetkan Biru.

Biru gelagapan, "Mas Jeffrey?"

Jeffrey merebut kaleng bir di tangan Biru, membuangnya ke tempat sampah. Pria dewasa itu menghela, menahan pundak Biru dengan kedua tangannya. "Kamu tahu, yang kamu minum apa?"

"Bir?" jawab Biru.

Jeffrey diam.

Biru tersenyum maklum, orang tua memang selalu menganggapnya sepertinya anak-anak. Padahal, sekarang otak Biru sudah di racuni dengan hal-hal yang berbau dewasa. Setiap hari, dia menyaksikan adegan tak senonoh.

Biru melambaikan tangan tepat di muka Jeffrey, menyadarkannya.

"Kamu pernah mabuk?" Jeffrey linglung, padahal saat pertama kali ketemu Biru, dia mencium bau alkohol dari tubuh gadis itu.

Biru mengangkat bahu. "Aku sudah delapan belas tahun, Mas. Gak sepolos itu buat gak ngerti minuman apa yang aku minum, bahkan saat gak ada air di sana, kami terpaksa minum alkohol."

Tanpa di duga, tangan kekar Jeffrey merengkuh pinggangnya memeluk erat tubuh Biru menyembunyikan wajah gadis itu di depan dada bidang nya. Jeffrey tidak tahu, gadis kecil dalam rengkuhan nya ternyata sudah melewati banyak hal dalam hidup.

"Saya janji, gak akan buat kamu ngerasain sulitnya hidup lagi." Bisik Jeffrey.

Biru membatu, gadis itu terpejam merasakan gelenyar aneh di area perutnya, seperti sedang di geli tiki sesuatu. Tak perlu waktu lama, Biru balas merengkuh punggung Jeffrey, menyamankan posisinya dalam dekapan pria dewasa tersebut.

"Makasih,"

"Mau lanjut minum?"

Biru mengangguk. "Boleh?"

Jeffrey menggusrak rambut gadis itu, masuk ke dalam membawakan dua kaleng bir untuk masing-masing orang. Biru duduk bersila atas lantai, disusul Jeffrey yang juga duduk di depannya. Menyodorkan sekaleng bir yang langsung Biru tengak separuh, alkohol di dalamnya mungkin hanya tiga sampai lima persen.

"Besok mau saya bawakan psikolog?" Jeffrey meminum minumannya, dalam diam ia mengamati cara minum Biru, dia takut gadis itu mengalami trauma.

"Gak perlu," tolaknya. Sontak suasana jadi hening, Jeffrey mendesah kecewa, Biru mendekat. "Aku mau tanya boleh?"

"Sure,"

Biru menggigit bibirnya takut, "Mas Jeffrey, mau jadi Sugar Daddy aku nggak?"

Seketika jantung Jeffrey berdetak tak normal, darahnya berdesir. Sorot matanya menatap Biru tajam, dia berdiri hendak meninggalkan Biru. Namun, lengan kurus gadis itu menahan ujung bajunya membuat Jeffrey menoleh dengan tatapan mengerikan.

"Aku gak mau tinggal di sini secara gratis." lanjut gadis itu, Jeffrey menghela.

"Kayaknya kamu kebanyakan minum, udah malem juga, saya mau kembali ke kamar Cara." Sangkal Jeffrey, tak Biru hiraukan.

Biru menggeleng, jika kebanyakan lelaki akan memanfaatkan tubuhnya untuk bahan fantasi. Kenapa Jeffrey seperti enggan melihatnya? Biru kecewa, bukan karena Jeffrey menolaknya. Tapi karena rumor yang mengatakan Jeffrey belok ternyata benar, Biru merasa bersalah.

Menunduk, "Mas Jeffrey ternyata beneran belok?"

Sang empunya kaget, menatap Biru penuh arti. Jeffrey mengamati wajah Biru yang kelihatan redup, tak seperti tadi Entah kenapa, perasaannya tiba-tiba menghangat ketika tahu alasan di balik pertanyaan menjebak yang Biru lontarkan.

Gadis itu khawatir padanya, Jeffrey mengulum senyum.

Hampir saja Jeffrey hilang akal dengan mengiyakan tawaran Biru, sial! Gadis ini berbahaya. Jeffrey berdehem menetralkan degup jantungnya, lalu kembali duduk di tempat awal.

"Kamu tahu dari mana?"

Biru menggeleng, tak mau memberi tahu. Padahal Jeffrey sudah menduga tentang campur tangan Leon yang meracuni otak gadis itu, namun berkat adik iparnya, Jeffrey memiliki ide bagus.

***

𝘿𝙄 𝘾𝙐𝙇𝙄𝙆 𝙈𝘼𝙎 𝘾.𝙀.𝙊Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang