"Jika engkau mencintai seseorang, maka pilihlah diantara dua hal. Memperjuangkan dengan penuh keberanian atau melepaskan dengan penuh keikhlasan. Seperti halnya Sayyidina Ali yang memperjuangkan cintanya kepada Sayyidah Fathimah dan seperti halnya Salman al-Farisi yang mengikhlaskan cintanya untuk Abu Darda'. "
***
Vidya hanya bisa menunduk menyaksikan Arya menaruh perhatian kepada Kamelia, sahabat dekatnya itu. Seperti ada gemuruh hebat di dadanya, terasa sesak, dan seperti ada sayatan. Namun, dia hanya bisa diam dan menunduk. Wajahnya memancarkan senyum, namun hatinya sungguh terluka.
Detik berikutnya, Kamelia pamit undur diri dari hadapan mereka. Kini, tinggallah mereka berdua di satu meja dengan suasana tempat makan yang tidak terlalu ramai pengunjung."Kamelia nganggap aku dan kamu saudara kandung, Vid," ucap Arya
Vidya hanya mengulas senyum."Kamu nggak sakit hati? Memang kamu nggak suka sama aku?" sambungnya.
Lagi-lagi Vidya tersenyum.
"Karena aku tahu kamu suka dia."Mendengar itu, Arya membuang muka ke arah lain. Saat ini ia tengah menjalani dilema. Kedua orang tuanya menjodohkan dirinya dengan Vidya, sedangkan hatinya memanggil nama Kamelia.
Sebenarnya Arya telah memendam rasa kepada Kamelia sejak pertama kali ia masuk kampus. Sejak sebelum karirnya membludak. Kamelia tidak mengetahui itu dan pendapatnya mengenai Arya ternyata jauh berbeda. Ia mencintainya dalam diam. Seperti cintanya Sayyidina Ali dan Sayyidah Fathimah. Sayangnya, Sayyidah Fathimah saat ini belum mencintanya.
Ia hanya memperhatikan pujaan hati itu dari balik layar dan dari kejauhan. Sepanjang ini, Arya belum pernah mendekatinya hingga kejadian tadi. Karena dirasa ia perlu membantu, sebab itulah ia berani mendekat.
Mata yang sipit, hidung yang tidak pesek juga tidak terlalu mancung, rambut yang belah tengah, dan kulit yang pasi, menampakkan keanggunannya sebagai pria. Auranya begitu terpancar sebab air wudlu yang ia langgeng-kan selama ini. Namun, saat ini tatapannya berbeda. Tatapan kekosongan, tatapan kegundahan, tatapan kebingungan. Itulah yang terpancar dari dalam hati melalu wajahnya yang oval.
Arya bukanlah keturunan tersohor dengan pangkat ilmunya seperti Kyai. Bahkan bisa dibilang dia adalah yang pertama kali mengerti mendalam soal agama dalam keluarganya, namun ia memiliki harta yang cukup melimpah sebab usaha orang tua dalam bisnis perkantoran. Sedangkan Vidya memang terlahir dari keluarga agamis. Ia memang sejak lahir sudah dididik dengan keislaman yang kental. Sebenarnya masing-masing ayah mereka adalah kerabat namun jauh. Sebab itulah mereka dijodohkan agar saudara kekerabatan tidak terputus.
"Maaf, Vid," ucapnya lirih sambil menghembuskan nafas berat.
Lagi-lagi Vidya tersenyum."Perjuangkan cintamu dulu Mas. Soal perjodohan kita, kita lihat hasil akhir dari usahamu saja." Vidya berusaha meyakinkan dan Arya pun mengangguk pelan.
"Maaf, jika kau terluka. Jujur aku belum cinta padamu, dan aku juga nggak tahu kamu sedang menaruh hati padaku atau tidak."
Vidya menunduk. Seperti ada yang berusaha ia sembunyikan dari Arya.
"Aku pamit dulu. Assalamualaikum."
Arya beranjak berdiri dan meninggalkan Vidya sendirian."Waalaikumussalam warohmatullah," jawabnya lirih. Vidya menghembuskan nafas berat. Punggung yang semula duduk tegap, kini ia sandarkan di sandaran kursi. Matanya menuju ke langit seolah menahan air mata agar tak keluar dari kelopak. Namun, usahanya sia-sia. Ternyata benar. Ada yang disembunyikan dari Arya, itulah air mata kepasrahan dan ketulusan dari mata beningnya. Ia rela demi sahabat. Ia juga rela menjaga perasaan kerabat jauhnya agar bisa menemukan orang yang menguasai relung hatinya.
"Aku mencintaimu Mas, karena kekerabatan kita yang terlampau jauh," ucapnya lirih sambil menyeka air mata.
"Aku hanya ingin menyambungnya lebih dekat. Sebab itulah aku mencintaimu," sambung Vidya.
"Namun, kurasa pemikiranku adalah egois, karena kekerabatan bisa dekat bukan hanya karena pernikahan. Sebab itulah aku mencoba melepaskan. Aku hanya perlu mencoba. Kuharap aku bisa dan kamu berhasil mendapatkan Kamelia."
Ketegaran Vidya bagaikan ketegaran sahabat Salman al-Farisi. Beliau berani ketika meminang seorang wanita, ia tegar ketika ditolak oleh si wanita, dan ia tak mendendam sebab yang disukai si wanita adalah sahabat yang menemaninya ketika meminang, yaitu Abu Darda'. Bahkan, beliau turut serta menyiapkan segala persiapan pernikahan.
Mungkin sayatanlah yang dirasanya, namun apalah daya beliau dengan segala kehendak-Nya. Beliau tidak pernah mendiami sahabat karibnya, justru dukungan dan nasehat lah yang diutarakannya. Semua yang dirasa, berusaha beliau terima.
Begitulah gambaran hati seorang Vidya. Tetap mendukung sahabat meski harus tersiksa. Ia hanya perlu melihat sahabat Salman sebagai teladan dalam mengikhlaskannya. Tidak perlu kecewa juga tidak perlu mendendam. Semua Tek lepas dari kehendak-Nya. Ia benar-benar berada dalam fase puncak keikhlasannya.
.
.
.
.
.Kalo ini Vidya Khadijah.
🌹🌹🌹
Jadi, untuk visual Kamelia dan Vidya ini sebenarnya udah DM, tapi yah, namanya juga artis kan nggak terlalu mentingin beginian ya? Wkwk
Selamat berimajinasi para readers!💚💙🌹
KAMU SEDANG MEMBACA
Derita Asmara Tiga Hati (DATH) TERBIT✓
Romance"QOBILTU NIKAKHAHA WATAZWIJAHA BILMAHRIL MADZKUR HAALAN!" "Kak Arya?" Kamelia masih tidak percaya dengan apa yang dilihat. Dengan perasaan yang hancur, ia mendapati sosok Arya mengucapkan kalimat sakral. Tapi, ia tak bisa melihat begitu jelas sosok...