"Selama lelaki yang mencintai perempuan belum datang ke rumah untuk meminang, selama itu juga lelaki belum menunjukkan keseriusan. Jangan salahkan jika wanita yang engkau cintai bersanding dengan pria lain. Sebab dirimu yang terlambat meminang. Karena mencintai saja tidak cukup menjadi jaminan engkau akan bersanding dengannya."
***
"Ayah, Bunda, Arya minta izin, habis lebaran nanti, Arya mau khitbah Kamelia." Di ruang tamu, Arya sungkem kepada kedua orang tuanya untuk meminang wanita yang ia perjuangkan selama ini.
Bunda yang memaklumi keadaan putra kesayangannya itu telah menceritakan kepada Ayah. Ayah juga mengerti dan ia memakluminya. Alangkah indahnya keluarga yang bisa saling mengerti seperti keluarga Arya. Tidak ada paksaan maupun rasa tertekan. Resepnya adalah saling mengerti sama lain.
"Bismillah Arya. Kamu sudah dewasa dan bisa mengambil keputusan sendiri dengan bijak. Apalagi kamu adalah santri. Niat kamu juga baik terhadap Kamelia. Ayah Kamelia juga guru kamu di kampus. Ayah merestui kamu." Pak Danu, ayah Arya mengatakan dengan penuh hati sambil mengelus pundak anaknya.
Begitu juga dengan Bunda Salmah, juga sependapat dengan suaminya.
"Cuman pesan Bunda, kamu harus tetap menjaga sopan santun kamu sebagai murid dari Pak Dharma. Sebisa mungkin kamu harus menghindar dari keinginan beliau yang bertentangan denganmu, Nak."Arya tahu itu, karena dia adalah santri. Seorang santri harus hormat terhadap gurunya, termasuk keluarga dan keturunannya. Karena demikian adalah salah satu cara untuk menghormati ilmu. Karena selalu mengharap berkah dari ilmu tersebut. Bagi Arya, ilmu masih di atas segalanya meskipun saat ini hatinya tengah buta oleh cinta. Ia bisa menyeimbangkan perasaannya sebab ilmu. Sebab ia memiliki pendidikan ilmu agama yang kuat.
Memang dari dulu, Arya sangat terkenal berbakti kepada para guru di pesantren. Apapun permintaan dari guru, berusaha ia laksanakan dengan sepenuh hati. Sebisa mungkin ia menghindari sesuatu yang berlawanan dengan gurunya. Apapun itu. Dan keyakinannya itu telah mendarah daging dalam prinsipnya.
"Iya Ayah, Bunda. Apapun hasilnya nanti, Arya akan terima dengan ikhlas. Kalau mereka tak merestui, itu berarti Vidya memang takdir Arya."
Bunda tersenyum, begitu juga dengan Ayah. Merasa bangga dengan putranya yang sangat sholih.
"Kamu yang semangat. Ayah dan Bunda mendukung kamu!"
"Terima kasih Ayah, Bunda." Sambil mengecup punggung dan telapak tangan kedua orang tuanya.
"Bun, ngomong-ngomong Avira mana ya?" Sambil celingukan meneliti setia sudut ruang rumahnya.
"Ada tuh di kamar. Mau apa emang?"
"Mau ajak dia beli cincin."
"Cie...yang mau ngelamar artis." Yang dicari-cari tiba-tiba datang. Melontarkan godaan kepada kakak kesayangannya itu.
Arya pun tersenyum salah tingkah. Hanya digoda begitu saja berhasil membuat hatinya berbunga-bunga. Mungkin itulah yang dirasa pada jiwa yang sedang kasmaran. Masa-masa yang penuh dengan adegan kesenangan dan kesedihan.
"Kamu mau ikut nggak? Kalau nggak mau, yaudah. Kakak nggak jadi beliin pentol loh." Arya balas menggoda.
"Allah." Sambil menepuk jidat.
"Pentol. Yang agak wow dikit kenapa," sambungnya.
"Tapi nggak apa deh. Demi kakak tercinta."
Arya pun tersenyum sambil mencubit gemas pipi adiknya itu. Ia sangat bangga dan bersyukur memiliki keluarga seperti mereka.
.
.
.
.
.Duh, Arya nih makin serius aja🤭
Awas loh nanti bisa keduluan yang lain, kalo nggak gercep😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Derita Asmara Tiga Hati (DATH) TERBIT✓
Romance"QOBILTU NIKAKHAHA WATAZWIJAHA BILMAHRIL MADZKUR HAALAN!" "Kak Arya?" Kamelia masih tidak percaya dengan apa yang dilihat. Dengan perasaan yang hancur, ia mendapati sosok Arya mengucapkan kalimat sakral. Tapi, ia tak bisa melihat begitu jelas sosok...