01. Dunia mengubahnya.

12.1K 1.1K 1.1K
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

۞اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَىٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ، وَعَلَىٰ آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ۞
[Allahuma sholi ala sayyidina Muhammad, wa ala ali sayyidina Muhammad.]

Terimakasih udah mau bacaaa walau udah digantung 2 bulann!!
Support cerita ini sampai ending, ya.

Maaf baru updatee >>33

***

"Bu, denger-denger... katanya, putra sulung dari Kiai Hafiz pemilik pesantren Al-Hafizma itu.... udah pulang loh dari Tarim. Kemarin juga sempat bikin heboh waktu putra sulungnya isi Kajian di acara kami. Menggantikan Kiai Hafiz. Aduh, ngganteng-ngganteng, ada lima orang."

"Ima?" lirih seorang perempuan yang tak sengaja mendengarkan percakapan Ibu-Ibu sekumpulan di pedagang sayuran. Perempuan itu menghentikan langkahnya dengan terbingung bentar. "Apa itu Ima? Ima udah pulang?"

"Eh, itu bukannya putrinya Kiai Hafiz juga, ya?" Perempuan itu terkejut kala mereka menatap ke arahnya. Memang, jarak diantara mereka cukup dekat, namun Ikara kembali berpura-pura bermain ponsel agar tidak merasa bahwa ia mendengar percakapan mereka. "Denger-denger, dia gak pernah loh, jenguk ayahnya di pesantren. Sekarang aja tinggalnya bareng Gus Rama, ya? Di rumahnya ayahnya dulu. Ada masalah apa, ya, mereka sampai pisah gitu?"

"Dilihat dari penampilannya Ning Kara. Itu kayak berubah banget. Sekarang aja lepas hijab loh. Ayahnya paham agama, eh anaknya kayak gitu." Perkataan ibu-ibu tersebut langsung membuat perempuan yang tak lain bernama Ikara, terkejut di tempat. Matanya berkaca-kaca dengan menatap ke arah diri sendiri, yang kini memakai dress selutut, dan rambutnya tergerai panjang.

Karena merasa tak tahan berada di sana, akhirnya Ikara langsung melanjutkan jalannya melewati Ibu-Ibu itu dengan menundukkan kepala. Si penjual sayuran yang merasa tak enak hati pada yang dibicarakan, ia pun berdecak kesal. "Eh-eh, aduh malah ghibah di sini. Udah deh, Bu. Gak usah ghibahi orang lain. Lagian, jangan sama-samakan ayahnya sama anaknya. Hidayah itu milik Allah, Bu. Asiyah yang taat sama Allah aja, dapat suaminya yang kayak Firaun, yang ngaku-ngaku Tuhan. Istrinya Nabi luth juga, durhaka sama Allah dan suaminya. Jadi, jangan menghakimi dulu."

***


"Imama, kamu sibuk? Boleh ikut Ayah sebentar?" Imama yang sedang menulis isi kajian di catatan bukunya sembari menatap laptop yang menampakkan seorang Syekh di sana, pun langsung menoleh ke arah Ayahnya yang memanggil dan sudah berdiri di depan pintu.

"Na'am, Yah." Imama menutup bukunya dan juga laptopnya, lalu beranjak bangun dari meja tugasnya untuk mendekat pada Ayahnya.

"Ayah mau tunjukkan sesuatu sama kamu, Le." Ucap Kiai Hafizh, di mana Imama hanya bisa terdiam saja saat Ayahnya tersenyum dan berjalan lebih dulu darinya seperti ingin menunjukkan sesuatu. Sementara Imama, ia hanya ikut saja dari belakang Ayahnya.

Kiai Hafiz membawa Imama tepat pada belakang Ndalem belakang Kiai Hafiz. Di mana, di sana terlihat adanya rumah sederhana dari bambu, yang sejuk sekali jika dipandang pagi-pagi seperti ini. Sejak kapan ada rumah itu? Dilihat dari tempatnya, itu seperti rumah yang baru saja dibuat.

HAFIZMA ; UNIVERSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang