BAB 5. Ketakutan Zayndra

3.8K 598 1.3K
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

۞اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَىٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ، وَعَلَىٰ آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ۞
[Allahumma sholi ala sayyidina Muhammad, wa ala ali sayyidina Muhammad.]

Terima kasih sudah membantu memberikan vote tembusan. Tetap sama seperti kemarin, ya. Next update 500 vote dan 1k komen!

(Eh iya, di atas ada nasheednya. Boleh tuh diputar sambil baca!)

Happy reading!

***

Imama kini bersapa-sapa dengan para Asatidz selesai mereka selesai salat Isya berjemaah. Yang mana setelahnya, Imama berpisah dengan lainnya, lantas tak sengaja melihat Zayndra sedang duduk sendiri di serambi masjid. Karena heran, ia pun menghampiri lelaki itu.

"Assalamu'alaikum," salam Imama tenang menepuk pundak Zayndra lalu duduk di sampingnya. "Boleh ikut duduk?"

"Wa'alaikumussalam. Gus sudah duduk, ngapain izin lagi. Gak sopan kalau saya suruh bangkit terus njenengan kuusir," ucap Zayndra ceplos tapi dengan nada lesunya.

Imama terkekeh melihat Zayndra seperti tak bertenaga namun masih bisa bergurau padanya. "Yang lain sudah ke dalam, kenapa masih di sini?"

"Lihat langit, Gus," jawab Zayndra tenang dengan pandangannya yang menatap ke arah langit. "Melihat bulan juga. Bulan yang sama, dengan yang ditatap oleh Rasulullah salallahu 'alaihi wassallam."

Imama mengulum senyumnya sembari bergumam. "Sholi ala Muhammad," lalu pandangannya mengarah pada Zayndra. "Ada yang mau diceritakan?"

Zayndra yang awalnya fokus menatap langit, tiba-tiba menoleh ke Imama. Yang mana ia terkejut, kala merasa bahwa Imama tahu apa yang ia pikirkan. Awalnya tanggapan Zayndra hanya diam, sebab bingung apakah ia berani mengungkapkan pada Imama atau tidak. Tapi karena merasa sudah terciduk dan ia tak bisa membohongi diri sendiri, akhirnya Zayndra memberanikan diri untuk  mengungkapkan.

"Mulainya dari mana, ya, Gus? Bingung.... takut... kepikiran...." Zayndra seperti menahan sesuatu yang ia sembunyikan itu.

Sedangkan Imama, ia malah semakin tertarik ingin menahu. "Takut? Takut kepada Allah? Kepikiran apa? Kepikiran, jika kematianmu itu semakin dekat... namun belum menyiapkan amal? Atau seperti apa?"

Zayndra yang melihat reaksi Imama tampak bersemangat itu, ia sedikit menarik bibirnya tersenyum. "Yaa... bisa jadi berkaitan dengan itu, Gus," terlihat adanya gumpalan air di mata milik Zayndra. Sepertinya dia memang benar-benar memikirkan suatu ketakutan.

"Akhiratmu?" Imama sepertinya sudah asyik menebak-nebak. Dan tak menyangka bahwa tebakannya tepat sasaran. Zayndra mengangguk kecil.

"Saya tiba-tiba kepikiran... ternyata begitu hebatnya Allah menutupi aib-aib saya. Aib-aib para hamba-Nya. Sehingga kita dapati banyak orang mengenal kita dengan sempurnanya. Kalau saja, Allah tampilkan satu aib saya, sepertinya memandang saya pun mereka gak akan sudi."

Imama bergeming sebentar, merenungi setiap kalimat Zayndra, hingga akhirnya ia mulai mengerti. Dari semenjak mendapatkan surat panggilan safari dakwah itu, Zayndra tiba-tiba menjadi sensitif memandang rendah dirinya sendiri atas ketidakpantasannya. Sungguh, Imama sebelumnya tak pernah berpikir akan mendapatkan respon seperti ini dari salah satu di antara mereka.

HAFIZMA ; UNIVERSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang