BAB 2. Kembali ke Pesantren

9.7K 1K 1K
                                    


بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

۞اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَىٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ، وَعَلَىٰ آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ۞
[Allahuma sholi ala sayyidina Muhammad, wa ala ali sayyidina Muhammad.]

Yeyy bisa updatee 🫰🏻

***

Ketika Imama selesai salat Duha, ia langsung berpamitan pergi keluar dari lingkungan pesantren dan mendatangi rumah lama ayahnya—terletak tak jauh dari pesantren itu, tepatnya di samping gerbang perbatasan pesantren. Rumah minimalis berwarnakan putih abu-abu itu ditutupi oleh gerbang kecil depan terasnya. Imama menghentikan langkah tepat sebelum ia membuka gerbang itu, kala ia melihat suara tawa riang dari sekumpulan gadis-gadis dengan rambut tergerai panjang yang duduk di sofa depan teras.

Setelah terdiam cukup lama di sana, Imama pun akhirnya memutuskan untuk berani masuk menghampiri gadis-gadis di sana. "Assalamualaikum."

Deg. Keempat gadis yang tadi masih asyik tertawa dengan buku-buku yang berserakan di meja sana, langsung terkejut ketika mendengar suara laki-laki yang mengucapkan salam. Mereka pun kemudian menoleh ke sumber suara. Termasuk si salah satu pemilik rumah itu, ia bangkit dari duduknya dengan memegang secarik kertas putih di tangannya. "I-ima?"

"Itu Gus Raden? Tambah ganteng pisan, euy."
"Ya Allah, ini Gus Raden yang diceritakan pergi Ke Tarim sejak umur 10 Tahun?"
"Gawat."

Satu perempuan ikut bangkit ketika ia menyadari siapa yang bertamu menghampiri mereka. Disusul dengan teman-temannya yang lain yang mengambil posisi ikut berdiri juga. "E-eh, waalaikumussalam." Lalu mereka bergerak membereskan seluruh buku-buku mereka dan dimasukkan ke dalam tas masing-masing. "K-Kara, kayaknya kerkom hari ini sampai di sini aja."

"I-iya, kita pulang duluan, ya, Kar."

Ikara, perempuan itu yang masih terkejut akan kehadiran Imama, ia langsung menoleh ke arah teman-temannya yang mulai ingin berpamitan itu dengan gugup. "O-oh, i-iya. Hati-hati. Kita lanjutkan besok."

Seluruh teman-temannya langsung berjalan pergi meninggalkan rumah Ikara—lebih tepatnya meninggalkan Ikara yang kini hanya berdua saja dengan Imama. Ikara langsung menunduk saat punggung teman-temannya sudah tak tampak lagi. Alih-alih sorotan matanya kini diam-diam menatap pergerakan mata Imama yang memandang ke arah sekitar. Jantung Ikara kembali berdegup kencang. "Ternyata benar, Ima udah pulang," batinnya penuh rasa khawatir.

Karena Ikara sudah semakin fokus memejamkan mata, ia langsung membuka pejaman mata saat merasakan Imama telah duduk di sofa depannya. Ia pun dengan gugup ikut duduk, melihat pegerakan Imama yang mengambil satu buku di meja depan Ikara. "Ikara Queen Az-Zahra. Kelas 11 MIPA, mapel Biologi."

Ikara menggigit bibir bawahnya saat Imama membaca nama pemilik buku pelajarannya. "Berapa umurmu?" tanya Imama tiba-tiba, sembari ia menutup buku itu lagi dan meletakkannya kembali di meja.

"15, 2 bulan lagi Ira 16 Tahun. Ima... juga 5 bulan lagi 18 Tahun? Ima udah masuk kuliah di sana? Kenapa... Ima pulang?" Ikara bertanya dengan nada pelan serta canggung. Ini kali pertamanya ia bicara dengan Imama kembali setelah berpisah lebih dari 7 tahun yang lalu.

HAFIZMA ; UNIVERSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang