BAB 4. Menerima Undangan

4.1K 764 1.5K
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

۞اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَىٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ، وَعَلَىٰ آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ۞
[Allahumma sholi ala sayyidina Muhammad, wa ala ali sayyidina Muhammad.]

PENTING ⚠️

Updateku lama, ya? Iya, soalnya aku nunggu votenya tembus. Tapi gak tembus-tembus. Tolong kerja samanya ya, jangan jadi pembaca gelap, bantu vote sebagai feedbacknya. Masa yang baca udah sekian tapi votenya sedikit.

Aku kasih target 500 vote, semoga kalian bisa kerja sama membantu ‼️

Dan target 1k komen.

Cuman tekan bintang doang, gak rugi kan? biar aku bisa updateee terus tiap minggu bahkan hari.

***


Imama kini sudah kembali pulang ke pesantren saat ia selesai meninggalkan Irama di tempat maksiat itu. Entah bagaimana tanggapan Irama saat ia memilih pergi, namun ini adalah keputusan terbaiknya. Tak disangka juga, ia ternyata pulang setelah Isya.

Imama berjalan masuk lewat pintu gerbang belakang, kepalanya menunduk dengan banyak melamun, sampai tak sadar ada yang memanggilnya dari dekat. "Eh, di sini ternyata Gus-nya? Assalamu'alaikum."

Imama menoleh sekilas. Lalu menganggukkan kepala tersenyum kecil. "Waalaikumussalam, Kang."

"Dari mana, Gus? Malam-malam seperti ini kok masuk lewat gerbang belakang?" tanya pria itu; salah satu pengurus pondok belakang, Kang Dio.

Imama melirik sekilas ke belakang-ke gerbang yang ia lewati tadi-lalu kembali menatap Kang Dio. "Oh, itu. Iya, habis dari luar, Kang. Cari udara segar saja tadi."

Kang Dio pun mengangguk percaya. "Oh, begitu. Pantes aja tadi dicari di masjid berjamaah gak ada. Di cari di rumah juga gak ada. Pintunya udah diketuk 3 kali gak keluar. Ternyata lagi di luar." Kang Dio meraba saku kemeja putihnya. "Nah ini, ada titipan surat dari salah santri yang udah lulus. Datangnya tadi. Katanya surat untuk Gus. Teman lama Gus dulu di sini kayaknya."

Imama menerima surat itu sembari mengangguk. "Syukran, Kang. Sudah amanah memberi ke Ima. Maaf buat capek cari Ima ke mana-mana. Kalau gitu... Ima izin pamit pulang dulu, ya. Assalamu'alaikum."

"Nggeh, silakan... waalaikumussalam."

Imama pun langsung kembali pulang ke rumah, selesai ia membersihkan diri dan berberes kamar. Ia pun melepas lega dengan duduk di tepi kasur; sembari membuka amplop yang berisi surat dari seseorang untuknya.

Bismillah. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.... kaifa haluka ya Den? Ana Razzi, yang pernah ditugasin jaga sampeyan waktu kecil. Masih ingat tah hehe... Terakhir berjumpa tujuh tahun yang lalu. Dan ana ditinggal pergi sama antum ke Yaman. Bagaimana? Nyaman di sana? Barakallah. Ana gak nyangka, antum baliknya cepat. Dengar kabar katanya ndak jadi kuliah di sana karena mau membantu mengurus pondok ya? Duh jadi kepengen mondok lagi. Haha. Alhamdulillah, gak nyangka kemarin dapat info katanya sampean ngisi kajian bersama 4 santri lainnya. Kereen masyaallah. Ana lihat rekamannya. Ternyata antum bersama 4 santri itu adalah sebuah group gitu ya? Kereen, jadi... ana bermaksud, mau mengundang group antum untuk mengisi kajian di masjid yang baru dibangun beberapa hari lalu. Semoga, antum berkenan menerima undangan ini. Selamat dewasa, udah 17 mau 18 nih, hati-hati, dewasa gak seindah yang kamu pikirkan... haha. Wassalamu'alaikum.

"Waalaikumussalam warahmatullah." Imama tersenyum sembari menutup surat itu lagi. Lalu ia merebahkan tubuhnya di kasur. Setelah banyak melamun dengan doa yang ia panjatkan, barulah pejaman mata lelapnya terasa mengajaknya segera berada di dalam mimpi tidurnya.

HAFIZMA ; UNIVERSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang