BAB 9. Isi surat untuk Hasbi

574 95 154
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

۞اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَىٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ، وَعَلَىٰ آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ۞
[Allahumma sholi ala sayyidina Muhammad, wa ala ali sayyidina Muhammad.]

***

"Bahaya, ya, naik angkutan umum. Bercampur baur dengan wanita. Rasanya saya mau membeli pabrik angkot, supaya dibedakan mana yang khusus lelaki dan wanita. Bukan hanya itu saja, dibuat campur juga mengakibatkan adanya kasus perampokkan."

Hasbi berujar begitu saat mereka kini telah pulang ke pesantren dengan menaiki angkot sehabis membeli sesuatu di luar. Zayndra terkekeh. "Bukan angkutan umum lagi namanya. Kalau lo buat begitu, namanya ganti jadi angkutan syar'i."

"Haha, ya udahlah, buruan buat, Has." Iqbal menimbrung percakapan mereka di kursi teras Ndalem.

"Nah, tuh, buat. Kan lo udah kaya dari lahir," santai Zayndra ikut menyambung.

Tapi, sungguh perkataan Zayndra membuat Hasbi duduk dengan perasaan layu. Hingga Zayndra akhirnya menyadari apa yang dikatakannya sedikit menggugah hati. Ia menatap ke arah Hasbi dengan perasaan tak enak. "Has...."

"Laa ba'sa." Hasbi berkata ia tidak apa-apa dengan senyuman kecilnya. Zayndra pun ikut duduk dengan perasaan canggung.

Di balik pintu, Kiai Hafiz tak sengaja mendengar percakapan akhir dari Hasbi dan Zayndra. Beliau kembali ke kamar, seperti hendak mengambil sesuatu. Saat keluar, beliau membawa sebuah kotak di hadapan Hasbi, yang juga ada Zayndra dan Iqbal di sana.

"Nak Hasbi...." mereka berempat langsung merubah duduknya dengan baik ketika Kiai Hafiz hadir bersama mereka. Terlebih memberikan sebuah kotak di depan meja Hasbi.

"Ma hadza (apa ini) ya, Kiai?"  tanya Hasbi.

"Mendengar obrolan kamu... sepertinya udah saatnya kamu tahu sekarang." Kiai Hafiz berujar serius, membuat mereka bertiga mendadak menyimak dengan sungguh. Terlebih pada Hasbi.

"Yai baru ingat, usiamu sudah 17 Tahun, kan? Sudah 7 Tahun kamu dan sepupumu di sini, kalian harusnya sudah selesai menuntut ilmu di sini selama 6 Tahun. Tapi, amanah... dari orang tuamu... yang mengharuskan kamu... menetap di sini... selama yang kalian mau. Nak Hasbi... Nak Zayn... selain amanah dari mereka... Kiai begitu senang... merawat kalian di sini. Kalian berdua... sudah Kiai anggap sebagai anak sendiri. Tentu seperti santri lainnya juga. Dan Kiai senang, kalau kalian juga adem ayem, bersedia mengabdi di sini, membantu Yai juga."

Kiai Hafiz mendekatkan kotak itu sedikit lebih dekat pada Hasbi. "Ini... surat dari Papa Mama kamu. Yang mereka berpesan, kalau surat ini harus diberikan, jika mereka tidak kembali pulang menemui kalian, sampai usiamu menginjak 17 Tahun."

"Seperti yang kamu tahu... orang tuamu... sudah meninggal karena kecelakaan saat berangkat tujuh tahun lalu. Mereka menitipkan kalian di sini, bukan sekadar akan dijemput kembali. Tapi, secara tidak langsung, kalian adalah titipan Allah, untuk Yai jaga sepenuh hati." Kiai Hafiz mengelus kepala Zayndra yang tertunduk diam, begitu pun dengan Hasbi yang menatap penuh air mata kotak itu.

"Yai sangat senang... kalian sudah tumbuh dewasa. Berakhlak baik, bersedia membantu Yai mengurus pesantren ini, berbakti pada para asatidz di sini, Yai sangat berterima kasih. Kalian... berhak... memilih melanjutkan masa depan kalian. Yai tidak akan melarang, kalau kalian meninggalkan pesantren ini." Kiai Hafiz mengakhiri kalimat hangatnya pada Hasbi dan Zayndra.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 01 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HAFIZMA ; UNIVERSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang