What's Next?

55 14 6
                                        


* * *

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

* * *

                  ― Lavender Alicia Graham, gadis manis berambut hitam pendek yang merupakan seorang sophmores atau murid tingkat sepuluhdi Kingsley Private Highschool ini, adalah bungsu dari tiga bersaudara Graham. Aaron, Edward, dan dirinya. Menjadi yang termuda di keluarga tak terlalu  menguntungkan untuk Lavender. Karena dia selalu saja tak dilibatkan dalam pembicaraan serius keluarga. Mereka masih selalu menganggapnya bayi. Darren saja yang umurnya satu tahun diatasnya, masih dianggap bocah. Apalagi dirinya, kan?

Memiliki dua orang kakak laki-laki juga terkadang membuatnya kesal. Sejak kecil Aaron dan Edward tak pernah mengajaknya bermain. Mereka selalu mengatakan, permainan laki-laki tak cocok untuk perempuan. Dan mereka pun tak mau bermain permainan perempuan. Padahal Evelyn dan Hazel yang terkadang main ke rumah mereka, juga perempuan seperti dirinya, tapi mereka berdua bisa bermain bersama Edward. Kenapa dirinya tidak diajak juga?

Lavender kesal sendiri jika ingat masa-masa itu. Dia hanya bisa mengadakan tea party bersama beberapa bonekanya. Jika diajak pun, Evelyn tak pernah mau mengikuti pesta kecil itu, yang menurutnya hanya permainan untuk bayi. Ya walaupun Hazel dan Darren sekali dua kali pernah bermain bersamanya. Tidak seperti Evelyn. Mungkin itu yang membuat dirinya kini tak begitu dekat dengan sepupunya yang perempuan itu. Jadi saat kecil, dia lebih sering menyendiri dan jarang menghabiskan waktu diluar kamar.

Hingga akhirnya Edward membawa teman barunya ke rumah, Raven Graham.

Orang pertama, yang umurnya berada di atas Lavender, yang menanyakan banyak hal padanya. Seperti apa warna kesukaannya, apa makanan favoritnya atau sekedar menanyakan kegiatannya di hari itu. Orang yang membuat Lavender akhirnya bersyukur karena dilahirkan terakhir dalam keluarga, hanya karena sebuah kalimat yang dilontarkan Raven, Aku sebenarnya ingin mempunyai seorang adik yang manis sepertimu.

Dan itulah awal dari senyum di wajahnya. Awal dia mulai memberanikan diri mengobrol banyak dengan kedua kakaknya juga sepupu-sepupunya.

Jadi yang paling muda ternyata tidak buruk. 


"Aww- Lav.. that's hurt," pekik dari laki-laki di depannya itu, membuat Lavender kembali tersadar apa yang sedang ia lakukan sekarang.

Wajah mengernyit Raven kini sedang berjarak hanya dua senti di depannya.

"A-ah.. I'm sorry," cicit Lavender yang langsung menjauhkan wajahnya, untuk melihat hasil penanganan pertamanya pada korban pengeroyokan itu. Lavender mendesah frustasi, "Harusnya memang aku menyuruh pelayan saja yang melakukan ini.. Aku payah sekali." Lavender baru saja mengoleskan salep luka pada tulang pipi kiri Raven yang tergores dan mengeluarkan darah. "Apa sakit sekali?" tanyanya khawatir. "Maaf, Raven-" 

Yang ditanya malah melebarkan senyum, padahal ada lebam di sudut bibirnya. "Aku hanya bercanda.. Kamu terlihat lucu sekali berkonsentrasi seperti tadi. Tenang, kamu bekerja dengan baik nurse!" kekeh Raven sembari mengacungkan jempolnya.

The Truth UntoldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang