2. Bandara

782 87 7
                                    

.

§

.
Typo bertebaran
.

.
Happy Reading
.

§

.

Disamping ramainya lalu lalang manusia, pulang dan pergi dari Bandara. Terdapat seorang pemuda yang tampak kesal lantaran menunggu. 

Koas putih melekat ditubuhnya dibanjiri oleh keringat, mengingat panasnya Indonesia saat ini. Tatapan yang orang-orang lontarkan padanya membuatnya risih dan tidak nyaman.

Kacamata dan topi masih bertengger epik di tempatnya, kecuali masker yang beberapa menit lalu ia lepas lantaran engap.

Kulitnya yang putih terlihat sedikit merah karena panas dan kesal, tapi tak mengurangi kadar tampan dan manis diwajahnya itu. Pemuda itu adalah Januar Ali Sayuga.

Satu jam lamanya ia menunggu sopir yang menjemputnya untuk pulang ke rumah. Ia sudah berusaha menghubungi Kakek dan Neneknya tapi nomor yang ia tuju tidak aktif.

Akhirnya Juan keliling bandara untuk mencari makanan dan minuman karena perutnya mulai keroncongan minta untuk diisi dan tenggorokannya mulai terasa kering. Ia nanti akan berencana ngambek dengan Kakek dan Neneknya karena sulit untuk dihubungi.

*

*

*

Sudah berjam-jam Juan menunggu di bandara, ia rasanya ingin menangis. Hari ini adalah kali pertama ia naik pesawat sendiri tanpa Kakek dan Neneknya dan nasib sial menghampirinya. Apakah keluarganya lupa jika Juan pulang hari ini, itu pikirnya.

Hari sudah mulai sore, terbukti dari jingga yang mendominasi membentang di atas sana. Juan tengah berjongkok di depan Bandara tak peduli dengan tatapan yang orang-orang layangkan padanya.

Sampai suara handphone menyapa pendengarannya, ia melihat nama yang tertera di sana mengucapkan bersyukur dan tak terasa air matanya keluar tanpa izinnya.

"Halo" Suara dari seberang sana terdengar setelah ia menekan ikon hijau di handphonenya.

"Kakek..." Ucapan lirih dengan suara bergetar, iya yang menelpon adalah Kakeknya Gama Sayuga.

"Hay, kenapa boy ada yang mengganggumu"

"Kakek sopirnya mana kok dari tadi gak nyampek-nyampek hiks"

"Juan takut..." Ucapnya dengan menghapus air matanya kasar.

"Kamu sekarang masih di sana, padahal kakek sudah bilang Ayah kamu buat jemput loh"

"Kakek hubungi Ayah kamu lagi, sudah kamu jangan nangis"

"Iya..."

"Cepet"

"Hmm, iya kamu jangan nangis lagi"

"Iya"

Tut

Tut

Kita Itu BerbedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang