7. Pagi

582 68 4
                                    

.

§

.
Typo bertebaran
.

.
Happy Reading
.

§

.

Pagi hari yang dingin karena hujan rintik yang datang, angin bertiup tak terlalu kencang dengan daun yang jatuh perlahan.

Matahari tak tampak tertutupi oleh langit mendung, membuat siapa saja enggan untuk bangun dari tidurnya.

"Juan bangun." Ucap Jean membangun Juan yang tampak nyenyak, menggoyangkan tubuh Juan berulang kali dengan menepuk pipi tembem Juan pelan.

Juan yang merasa tidurnya terganggu membuka matanya perlahan, ia tak langsung bangun tapi mengeratkan selimut yang menyelimuti tubuhnya mencari kehangatan. Ia menatap Jean yang sudah siap dengan seragam sekolah kebanggaannya.

"Juan selamat pagi." Sapa Jean saat melihat mata Juan terbuka dan menatapnya.

"Pagi." Balas Juan dengan suara serak khas bangun tidur. Juan siap untuk menutup matanya kembali tidur tapi Jean mengacaukan semuanya, Jean menarik tangan Juan dan menyuruhnya untuk mandi kerena hari ini adalah hari pertama Juan sekolah dengannya.

Dengan penuh semangat Jean menatap wajah Juan yang tampak linglung. Juan diam sesaat lalu beranjak dari tempat tidur untuk mandi, sebenarnya ia lupa jika hari ini ia sekolah.

Dengan langkah malas dan lunglai Juan melangkahkan kakinya menuju kamar mandi.

Beberapa menit kemudian Juan keluar dari kamar mandi dengan handuk kimono yang melekat ditubuhnya. Dapat ia lihat Jean yang masih menunggunya duduk di kasur miliknya dengan memainkan benda pipih ditangannya. Juan berjalan kearah walk in closet dan memakai seragam yang sama dengan Jean setelah semalam diberikan oleh seorang maid.

Juan menatap tubuhnya di kaca full body, Kulit yang putih dan pipi tembem hampir tumpah itu serta matanya yang bulat tapi sayusayu menambah daya tarinya. Sepertinya Kakek dan Neneknya berhasil merawatnya, tapi tinggi badan yang tidak sama dengan anak seumurannya itu membuatnya risih. Mereka yang melihatnya akan selalu mengiranya anak SMP yang paling parah pernah ada yang mengatainya anak SD.

Juan menyugar rambutnya kebelakang, hingga menampilkan jidat paripurnanya. Ia menghela nafas perlahan, kosong itulah yang ia rasakan saat ini. Kejadian 7 tahun lalu masih selalu terngiang di kepalanya, kejadian tragis yang merenggut nyawa seseorang, orang yang berarti dalam hidupnya.

"Gue harap kita bisa ketemu di kehidupan selanjutnya."

Untuk sekian kalinya Juan menghela napas mencoba untuk menenangkan pikirannya. Ia mengambil hoodie berwarna putih lalu memakainya, sedikit kebesaran tapi tak apa yang penting dapat menutupi wajahnya.

Juan berjalan keluar ruangan itu, saat di luar ia langsung melihat kearah ranjang masih terdapat Jean di sana, ia pikir Jean sudah pergi keluar.

"Jean." Panggilnya membuat Jean menoleh. Jean tampak terperangah melihat Juan langsung meletakan handphonenya di ranjang dan menghampiri Juan.

"Juan imut banget." Ucap Jean memeluk tubuh Juan yang tenggelam oleh hoodie, Juan hanya diam tak membalas pelukan Jean.

"Kenapa masih disini?" Tanya Juan saat Jean lepaskan pelukannya.

"Nunggu Juan, Juan lama banget sih tadi Bunda udah kesini katanya kalau udah suruh kebawah sarapan." Jawab dengan nada kesal, menyilangkan tangan di dada. Juan tak menggubris perkataan Jean, ia sibuk mencari sesuatu di laci miliknya.

Jean hanya memperhatikan setiap gerakan yang Juan lakukan, Juan tampak memasukan sesuatu kedalam tas dan saku hoodienya setelah menemukan apa yang ia cari.

Juan tampak menoleh kearah Jean, membuat Jean salah tingkah dengan tatapan andalan Juan.

"Mau?" Tawar Juan dengan mengulurkan sesuatu kearah Jean. Mata Jean tampak berbinar menatap apa yang ditawarkan Juan, makanan manis dengan tekstur kenyal berbentuk love.

"Mau!" Jawab Jean antusias dan mengambil permen itu. Permen itu Juan dapatkan dari sang Nenek yang tau kebiasaan Juan.

"Ayo kebawah." Ucap Juan setelah memberikan permen tersebut, menggendong tas sekolah berwarna hitamnya itu di satu lengan. Jean mengangguk sebagai jawaban mengambil tas dan handphonenya.

"Selamat pagi." Sapa Jean setelah sampai di meja makan dengan semangat menghampiri Ayah dan Bundanya lalu memberi kecupan selamat pagi di pipi mereka.

"Pagi." Sapa Juan melihat adegan itu dengan wajah tanpa minat dan memilih duduk di kursinya tepat samping Janu.

"Pagi sayang." Balas Lisa dengan tersenyum memberikan masing-masing segelas susu untuk Juan dan Jean.

"Pagi." Andra melipat koran yang ia baca dan meletakkannya dimeja.

"Pagi." Janu mematikan tablet yang sedang ia mainkan dan menatap Jean.

"Kenapa lama?" Tanyanya.

"Tadi nungguin Juan dulu lagi mandi hehe." Jawab Jean dengan wajah yang imut menatap Janu polos.

"Tadi kak Juan kasih Jean ini." Lanjutnya memamerkan permen yang Juan kasih padanya, agar kakaknya itu iri karena hanya dia yang dikasih. Andra menatap memberikan Juan itu dengan datar.

"Jangan makan itu terlalu banyak kamu bisa sakit gigi nanti." Ujar Andra dingin tak suka jika nanti anaknya itu sakit. Sedangkan Janu menatap Jean dengan remeh melihat wajah Jean yang cemberut mendengar ucapan sang Ayah.

"Iya." Jean dengan lesu memberikan permen itu pada Ayahnya yang meminta permen tersebut.

"Dan untuk Juan jangan kasih hal aneh-aneh pada Jean karena dia mudah sekali sakit." Peringat Andra mengembalikan permen tadi pada Juan, Juan hanya menerimanya lalu menaruhnya dikantong hoodienya.

"Hmm." Gumam Juan malas.

Jika ditanya apakah Juan sakit hati? Jawabannya tidak. Toh itu tidak merugikan dirinya dengan tidak memberikan Jean permen itu maka permennya akan aman dan dia bisa memakannya sendiri tanpa harus berbagi. Dia tadi memberi permen itu pada Jean karena Jean melihat ia memasukan permen pada tas dan kantong hoodienya jadi ia kasih.

Lisa menyikut pelan tangan Andra saat melihat wajah tertekuk putranya, Andra hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Jean, Ayah minta maaf ya nanti Ayah balikan cake deh." Ucap Andra menghibur putra satunya tanpa memperhatikan perasaannya Juan entah itu akan terluka atau tidak dengan tindakan yang telah ia lakukan terhadap Juan.

"Benar ya." Jean dengan mata berbinar melupakan masalah permen yang Juan berikan. Andra mengangguk dengan pasrah agar anaknya itu memaafkannya.

"Janji."

"Janji."

Akhirnya mereka memulai sarapan yang sempat tertunda dengan tenang dan hikmat. Terutama Jean yang dengan senang melahap sarapannya.

Kita Itu BerbedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang