.
§
.
Typo bertebaran
..
Happy Reading
.§
.
Bosan, itulah satu kata yang bisa melukiskan keadaan Juan saat ini. Ditinggal Ayahnya ke kantor, Bundanya ke butik dan saudaranya yang sekolah hanya kembarannya sih yang sekolah karena Janu Kakak sulungnya itu sedang jalan-jalan bersama temannya.Berada di ruang keluarga yang mewah dan megah sendirian membuatnya jiwa malasnya berkobar, apalagi dengan sofa empuk dan beberapa camilan dihidangkan ditemani dengan serial kartun botak kembar meski hanya untuk mengisi suara.
Juan sesekali mengamati ruangan tersebut banyak terdapat penghargaan para saudaranya tersusun rapi di dua buah etalase.
Dan terdapat foto keluarga berukuran besar terpasang epik di tengah-tengah etalase tersebut. Ia memandangi foto yang tak terdapat wajahnya tersebut, sungguh harmonis pikirnya.
Lama menetap foto tersebut sampai pandangannya terkunci pada wajah sang Ayah, ia menatap foto itu lamat dan beralih menatap etalase yang memanjang piala serta mendali para saudaranya. Sampai sebuah pemikiran terlintas dibenaknya.
"Bagaimana jika salah satu anak yang dimilikinya itu bodoh." Batinnya menampilkan smirk.
Juan menghela nafas panjang menyandarkan tubuhnya pada sofa dan memejamkan matanya sejenak.
"Capek." ucapnya satu kata, jujur saja pelukan Ayahnya itu terasa hangat dan nyaman. Tapi ia merasa tak bebas entah karena apa, lelah rasanya seakan ada beban dipundaknya.
Ia mendengar ada seseorang mendekat kearahnya tapi ia enggan untuk membuka mata meski hanya sekedar untuk melihat, orang tersebut menepuk pundak Juan pelan.
" Tuan muda." Ucapnya, dengan terpaksa Juan membuka matanya menatap orang seumuran dengan Ayahnya itu dengan tatapan sayu andalannya. Ia tak mengucapkan satu kata pun menunggu orang yang lebih tua bersuara.
"Saya asisten dari Ayah anda, nama saya Azzriel Ananta. Anda bisa memanggil saya senyaman anda. "
"Dan tuan Yanuar memberi perintah untuk menyerahkan ini kepada anda." Azzriel memberikan sebuah paper bag berwarna hitam yang entah apa dalamnya. Juan menatap pemberian ayahnya sedikit lama, lalu menerimanya. Tatapannya kosong membuka pemberian Ayahnya itu, terdapat buku ensiklopedia dengan judul ' Sejarah Nasional dan Dunia' serta beberapa bolpoin dan terdapat catatan kecil.
'Dari pada bosen di rumah, baca buku aja ya~ untuk Juan anak imut Ayah.' Tulis catatan itu, Juan membacanya dan tersenyum tipis tapi masih dengan tatapan kosongnya.
"Ambis sekali Ayahku ini."
"Tuan muda, apakah ada masalah?" Tanya Azzriel saat melihat tatapan Juan. Juan menoleh kearah Azzriel yang berada disamping tempat dia duduk, apakah ia tidak capek berdiri terus seperti itu pikir Juan.
"Duduk." Ucap Juan mengusap sampul buku itu, tatapannya berubah menjadi tajam tapi masih terlihat imut.
"Hah?"
"Tidak apa-apa tuan muda, saya berdiri saja." Lanjut Azzriel.
Juan diam membuka halaman pertama buku tersebut, ia tak membacanya tapi hanya melihat deretan abjad yang tersusun rapih itu dalam diam.
Azzriel yang melihat keterdiaman Juan merasa dirinya tidak dibutuhkan lagi, ia berpamitan untuk pergi kekantor Andra karena urusannya sudah selesai.
"Saya pamit undur diri tuan muda." Ucap Azzriel membungkukkan badannya dan hendak pergi.
"Kau suka sebuah kenangan Paman?" Tanya Juan tiba-tiba membuat Azzriel mengurungkan niatnya untuk pergi dan berbalik menatap Juan.
"Maaf." Ucap Azzriel merasa pertanyaan Juan itu terlalu tiba-tiba dan random.
"Kau suka kenang yang seperti apa paman, menyenangkan, mengharukan atau menyedihkan?" Tanya Juan yang masih menatap buku itu.
"Aku suka kenangan yang menyenangkan tuan muda." Jawab Azzriel
"Kenapa tidak dengan yang menyedihkan?" Tanya Juan lagi sekarang menatap Azzriel dengan tatapan yang teduh.
"Karena kenangan menyedihkan itu yang membuat saya sakit, sakit, sangat sakit sampai tak sanggup untuk mengingatnya lagi." Jawab Azzriel menatap mata Juan, entahlah ia tak dapat menebak pikiran Juan dengan pasti.
"Lalu bagaimana dengan anda, anda suka kenangan yang menyenangkan, mengharukan atau menyedihkan?" Tanya balik Azzriel.
Juan diam sesaat mengalihkan perhatian tak lagi pada Azzriel tapi pada buku yang ia pegang, lalu ia tutup buku itu.
"Aku suka semuanya paman entah itu yang menyenangkan sampai menyedihkan karena kenangan-kenangan itulah yang mengisi kehidupanku."
"Kenangan itu hanya untuk dikenang tidak untuk diingat dan pikirkan, kenang itu akan muncul dengan sendirinya tanpa perlu kita ingat." Juan meletakkan buku itu di atas meja, mengambil minuman dan meminumnya untuk menghilangkan rasa kering di tenggorokan. Azzriel tampak termangu dengan jawaban yang diberikan Juan.
"Jika anda diberi kesempatan memutar masa lalu apakah anda akan merubahnya tuan muda?"
"Aku tidak akan memikirkan sesuatu yang tidak dapat terjadi seperti itu." Ucap Juan menatap kearah Azzriel malas,"melelahkan."
Dengan santainya Juan memakan camilan yang ada di meja dan menonton televisi yang sedari tadi diabaikan.
"Katakan pada Ayah terimakasih, bukunya berat."
"Ah, baik tuan muda kalau begitu saya undur dari." Azzriel melangkah pergi dari sana meninggalkan Juan yang masih menatap lurus layar televisi.
"Jika memutar waktu itu ada, aku pasti akan menyelamatkan dia."
"Itu hanya sebuah rangkaian kata Juan jangan dipikirkan." Gumam Juan mematikan televisi itu dan menyamankan duduknya memejamkan matanya bersiap untuk tidur, entah mengapa matanya terasa berat.
*
*
*
Gedung yang yang menjulang tinggi, tepatnya di ruang kerja lantai paling atas terdapat pria paruh baya duduk di kursi singgasananya menatap kaca menampilkan hiruk-pikuk keramai kota diluar sana. Tampaknya ia menunggu kedatangan seseorang, sampai suara ketikan pintu masuk kegendang telinga.
Tok
Tok
Tok
"Tuan saya Azzriel." Ucap dari seberang sana.
"Masuk."
"Bagaimana?" Tanyanya saat melihat sang asisten masuk.
"Tuan muda bilang 'terimakasih, bukunya berat'."
"Kau bercanda?" Tanya Andra untuk memastikan.
"Tidak, anda bisa melihat rekaman CCTV mansion anda jika tidak percaya tuan."
"Hmm, pergi sana." Usirnya pada sang asisten.
"Saya permisi tuan." Azzriel pergi dari sana dengan banyak gerutuan dihatinya.
"Habis manis sepah dibuang ya gini." Batin Azzriel meninggalkan ruangan tersebut.
Andra memutar rekaman CCTV tempat asisten menyerahkan pemberiannya kepada sang anak, ia menatap rekaman tersebut dengan dahi sedikit mengkerut. Berbeda sekali anaknya ini dari anaknya yang lain, anak yang sudah lama ia tinggalkan.
"Juandra Ali Sayuga." Ucapnya dalam hati menatap datar kearah layar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Itu Berbeda
AcakJuandra Ali Sayuga atau panggil aja Juan setelah 12 tahun ia tinggal bersama kakek dan neneknya, akhirnya ia harus pulang ke rumah orang tuanya. Juan tidak terlalu senang tinggal bersama orang tuanya tapi ia tetap harus menghormati kakek dan nenek...