HAPPY READING !
Kalau boleh mengaku, rasanya Haikal ingin membiarkan hari ini berjalan lebih lama. Sebenarnya biasa saja, hanya makan siang bersama bersama Pia. Iya, point spesialnya adalah cewek yang tampak lucu dimata Haikal apapun yang dia lakukan. Haikal terus menatap Pia tanpa berkedip sampai wajahnya disodori oleh buku menu yang membuat akhirnya Haikal sadar dengan keadaan sekitar.
"Mau makan apa lo?" tanya Pia setelah buku menu itu diambil oleh Haikal dengan senang hati walaupun agak kaget.
"Pia makan apa?" tanya Haikal dengan nada yang manis. Pia kemudian menunjuk salah satu menu yang menampilkan sebuah tulisan paket hemat nasi ayam kecap dengan es teh.
"Enggak usah nyamain menu atau harganya pilih yang lo mau." Pia memberikan ultimatum saat mulut Haikal kembali terbuka untuk menyebutkan hal yang sesuai prediksi dari Pia.
Haikal nyengir kemudian menemukan sesuatu yang menurutnya enak dan berbicara dengan pelayan itu dengan senyuman.
"Jadi, hari ini termasuknya kencan pertama dong, Pi?" tanya Haikal kemudian nyengir kuda.
Pia menggeleng, "Jangan mulai deh." Dia memperingati Haikal dengan wajahnya yang sudah ditekuk.
"Mulai apanya, sih? Cuma tanya, loh." Haikal pura-pura bodoh membuat Pia makin dongkol.
Suasananya ramai karena jam makan siang sudah tiba. Pia memainkan ponselnya berusaha untuk tidak mempedulikan tatapan Haikal yang terus-terusan menganggu matanya.
Minuman sudah diantarkan, Pia mengucapkan terima kasih kepada pelayan di sana dan meneguk sedikit es tehnya.
"Kapan Pi mau jadi pacarku?" tanya Haikal membuat Pia hampir saja tersedak es teh yang dia minum.
Pia terbatuk sesaat kemudian melihat Haikal yang masih menatapnya dengan tatapan berharap. "Sebutin alasan lo kenapa suka sama gue?" Pia bertanya setelah merasa tenggorokannya lebih baik.
"Karena lo itu Pia." Haikal menjawab membuat Pia menaikkan alisnya tidak paham.
"Ya, udah. Gue bukan Pia. Gue Andewi." Pia menjawab lagi, menyebutkan nama belakangnya sendiri dan membalas tatapan Haikal yang sedaritadi berharap.
"Gue tetep suka. Selama itu lo, ya tetep aja suka." Haikal memberi jawaban kembali. Menurut Pia sendiri jawabannya itu sangat tidak masuk akal dan nyeleneh.
"Gantian, sebutin alasan kenapa gue enggak bisa jadi pacar lo?" Haikal kini melontarkan pertanyaan yang membuat Pia terpaku.
"Ya, enggak bisa. Gue enggak suka aja sama lo," jawab Pia dengan terbata-bata. Tidak bisa menjawab dengan jujur kemudian mengaduk-aduk es tehnya.
"Gimana mau suka kalau lo enggak mau buka hati? Coba deh, buka hati lo nanti gue masuk ke dalem." Mendengar itu Pia hanya tersenyum tipis, waktunya sangat tepat dengan pelayan di sana mengantarkan makanan mereka.
"Selamat makan." Pia tersenyum mengalihkan pembicaraan mereka dan langsung menyantap makanan di piring masing-masing.
'Ga bisa Haikal. Selama orang itu masih ada, gue enggak bisa sama lo walaupun gue mau.' Pia berucap dalam hati sembari mengunyah ayam kecapnya.
***
Pia melepas helmnya kemudian tersenyum tipis, "Makasih Kal." Dia meletakkan helmnya di salah satu spion motor Haikal dan merapikan bajunya sendiri.
"Penawaran gue masih berlaku, ya Pi. Seumur hidup. Jadi, coba dipikir-pikir kapan hari yang pas buat kita pacaran." Haikal masih gencar sementara Pia sudah tidak bisa berbicara lagi. Dia hanya tersenyum tipis dan meminta Haikal untuk pulang ke rumahnya sendiri.
Setelah kepergian Haikal. Pia berbalik dan berjalan masuk ke arah pintu kamarnya. Ponselnya berdenting, sebuah pesan masuk.
Nomor tidak dikenal yang baru. Pia terpaku sejenak. Sampai kapan laki-laki itu terus menerornya. Dia sudah mengganti nomornya berulang kali, laki-laki itu tetap bisa menemukan nomor Pia.
Cowok baru lo Pi? Masih berani juga, ya? Enaknya diapain ya cowok lo itu?
Pia kali ini mengetikkan balasan dengan cepat. Biasanya dia selalu mendiamkan pesan - pesan spam itu dan langsung memblokirnya. Kali ini beda, dia tidak mau ancaman itu akan peneror itu lakukan.
Lo mau ngapain? Jangan aneh-aneh
Wah, dibales sama Pia ...
Jadi beneran mau gue apa-apain itu cowok
Sial, salah langkah. Pia masih berdiri di tempat yang sama dan mengetik balasan dengan emosi yang meluap.
"Dor!" Pia yang sedang mengetikkan balasan terlonjak kaget.
Pelaku yang membuat Pia terkejut nyengir kuda, "Kaku banget, Pi. Rileks."
Mbak Uci adalah pelaku yang mengagetkan dirinya. "Ngapain di sini diem aja? Mau pergi ke mana? Mau ngedate sama pacarmu itu, ya? siapa namanya? Mbak lupa." Mbak Uci berbicara dengan sesekali tersenyum manis.
"Haikal, Mbak. Ini habis pulang, kita belum pacaran kok." Pia menyimpan ponselnya ke dalam tas. Mengkesampingkan chat yang tadi membuat dirinya emosi sekaligus ketakutan.
"Belum berarti akan. Pia sih, gantungin Haikal terus." Mbak Uci melontarkan candaan kemudian dibalas dengan senyum canggung Pia.
"Ya udah, mbak duluan ya. Ada urusan." Mbak Uci pergi sementara Pia mengangguk sopan.
Pia masuk ke dalam kamarnya, membuka kembali ponselnya dan melihat chat yang terakhir tadi dia ketik.
Pia lupa, semakin dibalas maka laki-laki itu akan semakin berulah. Segera saja dirinya menghapus pesan yang belum terkirim itu dan memblokir nomor itu lagi.
Pia jadi beralih ke nomor Haikal, mengetikkan pesan di sana. Bertanya apakah dirinya sudah sampai di rumah atau belum.
Sekitar dua puluh menit kemudian. Pesan Pia dibalas oleh Haikal. Tidak lupa disertai dengan pertanyaan menggoda dari Haikal.
Sudah Pia, Kenapa? Kangen?
Gue bisa ke sana lagi kok kalau lo kangenGa
Pia merebahkan tubuhnya di atas kasur dan memejamkan matanya. Pia lelah dengan semuanya, mengapa juga Tuhan mempertemukan dirinya dengan orang gila seperti itu.
Pia kali ini berpikir egois, dirinya tidak bisa meminta Haikal yang gigih itu menjauh darinya. Pia harus menemukan cara agar laki-laki peneror itu berhenti mengurusi hidup Pia. Tapi, Pia harus apa coba?
Melapor polisi? Memang berguna?
Membuat pengakuan di media sosial? Apa berguna juga? Malah nanti diserang dengan pasal pencemaran nama baik.
"Kalau enggak bisa ngelawan dia. Haikal aja yang gue urus kalau gitu," ujar Pia kemudian turun dari kasurnya dan mengecek tulisan yang menempel di sana, to do list Pia.
"Kerjain tugas ini, terus bisa tidur awal. Baguslah." Pia bermonolog sendiri kemudian membuka laptopnya, membuat file baru dan mengetikkan tugas yang akan dia selesaikan hari ini.
"Seandainya lepas dari orang gila semudah ngerjain tugas." Pia mengacak-acak rambutnya frustasi dan terus mengetik jawaban dari tugas miliknya.
Di sisi lain, di bangunan super mewah seorang pria bergumam. "Apa spesialnya cowok itu, Pi? Lo lupa kalau lo punya gue selamanya?" Setelah pria itu berucap, dia tertawa di tengah gumpalan asap rokok yang terbang memenuhi ruangan.
***
Lanjut?
KAMU SEDANG MEMBACA
Kampus BakPia
Teen FictionPia bisa gila kalau Haikal terus-terusan mengganggunya. Mengirimkan pesan yang membuat bulu kuduk Pia merinding dan terus-terusan melontarkan kata-kata cinta bahkan sampai datang ke kos-kosan miliknya dengan alasan tugas kelompok. "Pi, lo tau engga...