HAPPY READING!
Pia jadi geram sendiri melihat wajah malu-malu Haikal saat mereka berkontak mata. Wajah Pia memerah bukan karena blush on tapi karena dia juga malu sama seperti cowok itu sekarang.
"Heh, kenapa lo jadi ikutan malu. Enggak gentle." Pia merosting. Dirinya jengkel setengah mati.
"Malu Pia, soalnya masih enggak nyangka kamu terima aku," ujar Haikal dengan nada yang diimut-imutkan.
Spontan saja Pia merinding, mendengar kata aku-kamu itu terdengar tidak lazim dan membuat jantung Pia jadi berdetak lebih kencang. Sial, padahal dulu waktu dia pacaran dengan yang lain hatinya tidak se tremor ini.
"Jijik." Pia mendumel kemudian berjalan dengan cepat melewati lorong demi lorong untuk menuju ke ruangan kelasnya hari ini. Haikal mengikutinya dengan langkah besar tidak membiarkan Pia berjalan sendirian.
Pasangan baru itu mendapat deheman dan godaan dari teman-temannya. Pia jadi tambah malu bodo amat dengan dirinya yang tadi marah dengan Haikal kini dia menyembunyikan wajahnya di lengan Haikal setelah mereka duduk bersebelahan.
Haikal yang diperlakukan seperti itu jadi tambah salah tingkah. "Diem, pacar gue malu ini loh." Haikal berusaha memarahi yang menggoda mereka tapi bukannya diam mereka malah tambah menggodanya dengan keras. Telinga Pia jadi tambah merah, Pia malu banget!
***
Baru kali ini, Pia jadi ngerasain pacaran ala anak baru gede yang isinya cuma malu-malu bahkan buat gandengan tangan aja mereka harus melakukan ritual pukul-pukulan dan menghindar dahulu.
"Ngapain?" Pia menyingkirkan tangannya begitu merasa tangan Haikal menyentuh telapak tangannya secara tidak sengaja.
"Jalan doang, Pi." Haikal yang tidak merasa ada yang aneh menjawab dengan jujur.
"Kena tangan tadi," ujar Pia melotot membuat Haikal jadi tau maksudnya. Dengan perlahan, tangan Haikal mengkaitkan ke sela-sela tangan Pia untuk menggandengnya.
Haikal senyum-senyum sendiri sementara Pia melihat ke langit-langit tidak ingin melihat tangannya sendiri ataupun wajah orang yang ada di sebelahnya.
"Mau makan dulu?" tanya Haikal setelah mereka sampai di parkiran. Haikal menyodorkan helm sudah menjadi hak milik Pia sepenuhnya.
Pia menggeleng, "Langsung pulang aja, sih. Tugasnya banyak." Pia berkomentar sementara Haikal cemberut.
"Aku laper tapi," ujar Haikal memajukan bibirnya kemudian menoel-noel lengan Pia dengan manja. Pia jadi merasa dirinya punya adik lagi mau tidak mau akhirnya Pia menyetujuinya.
"Nanti kita ngerjain tugas sekalian aja, mau?" tanya Haikal ketika melihat wajah Pia yang tertekuk sedikit. Dia juga mau berduaan dengan Pia tidak mudah membuat Pia menjadi pacarnya.
Pia menganggukkan kepalanya dan menepuk pundak Haikal, pertanda ingin naik ke atas motor agar mereka berdua tidak jatuh bersama.
Pia bingung hendak meletakkan tangannya di mana, padahal biasanya dia paling anti pegangan. Dulu kalau disuruh milih buat pegangan jok belakang atau pundak Haikal dia pasti bakal memilih untuk pegangan jok belakang.
"Sebebas Pia aja," komentar Haikal saat melihat wajah Pia yang tampak ragu hendak memegang pundak Haikal.
"Apanya?" tanya Pia menatap Haikal dari kata spion yang ada di depannya.
"Pia mau peluk Haikal boleh, pegang pundak Haikal boleh atau kayak biasa pegangan jok belakang juga boleh. Aku ga protes kok kalau memang belum mau pegangan," ujar Haikal menjelaskan membuat muka Pia jadi tambah merah.
Ide gila muncul entah karena Pia sudah terlarut dalam kegilaan Haikal atau karena pikirannya kacau karena panas yang ada di kota ini. Pia dengan cepat melingkar tangannya di perut Haikal dengan pembatas tas di antara mereka.
"Jalan." Pia mengomando, tidak mau melihat wajah Haikal lagi. Haikal yang diperlakukan tiba-tiba membuat gerakannya jadi lebih lambat. Rasanya dia ingin waktu ini berhenti selamanya. Pia yang inisiatif adalah hal yang langka.
Haikal menghidupkan motornya dan memulai perjalannya ke tempat makan. "Pi, mau makan ayam?" tanya Haikal membuka obrolan dan dijawab oleh Pia dengan jawaban 'iya'.
Haikal segera menuju ke tempat nasi ayam yang terkenal bukan karena dia kaya atau malu membawa Pia ke tempat yang murah tapi karena siang hari ini terlalu terik dan yang tempat yang terdekat adalah nasi ayam fast food tersebut.
Sesampainya di sana, Haikal menunggu Pia untuk turun. Hidungnya sangat ingin bersin. Haikal meminta Pia untuk masuk terlebih dahulu dan mengantri. Dia buru-buru menghindari Pia dan bersin-bersin tidak berhenti.
Setelah dia rasa puas, dia masuk ke dalam dengan buru-buru takut kalau Pia menunggu lama. Haikal berdiri di sebelah Pia dan mendiskusikan menu yang hendak mereka makan. Walaupun diskusi makanannya hanya sepuluh persen sisanya Pia yang marah-marah karena Haikal memilih tempat makan yang mahal menurutnya.
"Enggak apa-apa Pia. Kita makan sambil selesain semua tugas kita, worth it kan?" Haikal membujuk pacarnya sementara Pia menjawab dengan anggukan.
Tiba giliran mereka memesan makanan. Haikal juga memesan es krim untuk diambil terakhir setelah mereka selesai makan nasi ayam. Pia disuruh Haikal untuk mencari tempat duduk saja, sementara laki-laki itu membawakan nampannya.
Pia duduk cantik di sana membuat Haikal menatap Pia dengan tatapan yang dalam. "Mau ayam?" tanya Pia saat dirinya mengambil bagiannya dan dirinya melihat bahwa Haikal menatapnya terus-terusan.
Haikal menggeleng kemudian mengambil bagiannya juga. Menyingkirkan nampannya agar mejanya lebih luas dan waktu makan mereka tidak terganggu.
Pia pamit untuk cuci tangan dan setelah Pia selesai Haikal juga melakukan hal yang sama. Mereka makan dalam diam walaupun sesekali mereka saling curi pandang.
Haikal berinisiatif menyodorkan bagian yang biasanya jadi bahan rebutan, kulit ayam. Pia menatap nya kemudian menggelengkan kepalanya.
"Ngapain?" tanya Pia tidak berani untuk memegang kulit ayam yang disodorkan oleh Haikal.
"Suka kulit, kan? Buat kamu aja. Katanya, kalau cewek dikasih kulit ayam cowoknya langsung dinikahin." Haikal memberikan informasi yang membuat Pia melotot dan reflek dengan nada tinggi berteriak membuat beberapa orang terkejut dengan suara Pia.
"Siapa yang mau nikahain kamu. Jangan gila deh," ujar Pia misuh-misuh kemudian mengembalikan kulit ayam milik Haikal kembali ke wadah nya.
"Katanya sih gitu, Pi. Habis lulus deh, aku lamar kamu," ucap Haikal kemudian memisahkan kulit ayamnya dan memakan dagingnya. Kenikmatan ada di akhir itulah prinsip Haikal kalau masalah ayam goreng.
"Terserah Kal. Jalani kuliahnya yang bener suka banget ngelantur," ujar Pia mendumel-dumel sembari memakan nasi ayamnya hingga kandas. Saat Pia selesai makan dan sudah mencuci tangan. Haikal mengambil es krim pesanannya yang tadi agar Pia bisa langsung menyantapnya.
"Makasih." Pia mengambil es krim yang disodorkan oleh Haikal dan memakannya.
"Kalau masih laper bilang, Pi. Aku bellin yang lain buat nemenin nugas," ujar Haikal di sela-sela memakan es krimnya juga.
"Enggak, udah cukup. Nanti bukannya belajar malah makan-makan doang di sini," ujar Pia sembari mengeluarkan buku-bukunya untuk mengerjakan berbagai tugas yang menumpuk.
***
Lanjut?
KAMU SEDANG MEMBACA
Kampus BakPia
Teen FictionPia bisa gila kalau Haikal terus-terusan mengganggunya. Mengirimkan pesan yang membuat bulu kuduk Pia merinding dan terus-terusan melontarkan kata-kata cinta bahkan sampai datang ke kos-kosan miliknya dengan alasan tugas kelompok. "Pi, lo tau engga...