HAPPY READING!
Hari yang seperti biasanya dan kegiatan Pia yang seperti biasanya menjadi pacar Haikal bukan pengaruh yang besar di hidup Pia. Hanya saja setiap pulang sekolah dia bisa memeluk laki-laki itu dari belakang dan menghirup aroma dedaunan yang segar entah apa yang dia pakai.
"Pi, nonton bioskop, yuk!" temannya berdiri di depan meja Pia setelah kelas selesai. Pia mendongak dan melihat ke arah lawan bicara.
Pia kemudian mengangguk dan tersenyum. "Kal, aku nonton bioskop sama Kiranna, ya?" Pia menepuk pundak Haikal dan berbicara dengan suara pelan. Haikal menatap Kiranna yang sudah berdiri di depan mereka entah sejak kapan. Haikal sama sekali tidak sadar.
Haikal mengangguk kemudian menunjuk ke arah pipinya sendiri, "Ngapain? Ada kotoran di pipiku?" tanya Pia kemudian meraba pipinya sendiri. Haikal langsung menggelengkan kepalanya kemudian mulutnya berbicara tanpa suara membentuk satu kata yang membuat Pia melotot.
"C-I-U-M."
"Kalau sekali lagi gitu, aku pukul beneran loh, Kal." Pia melotot dan mengepalkan tangannya mengancam Haikal dengan wajahnya yang sudah kesal.
Haikal tertawa puas sementara Kiranna yang melihat langsung mual-mual tidak tahan dengan tingkah laku dia sejoli itu.
"Kenapa lo? Sirik?" tanya Haikal dengan judes ketika melihat Kiranna menatap dia dan Pia dengan wajah mual-mual."Alergi lihat kalian bucin, najis." Kiranna mendumel membuat Haikal mengerutkan alisnya kemudian menatap Pia yang mengacak-acak rambutnya gemas.
"Kecayangan Ikal, lucu banget sii," ujar Haikal dengan nada yang digemas-gemaskan membuat Pia marah karena rambutnya jadi berantakan dan nada Haikal yang menjijikan.
Kiranna tambah mual dan berdecak kemudian menarik tangan Pia untuk segera keluar dan pergi ke mall untuk menonton bioskop. "Sabar, sabar. Gue belum beresin buku," ujar Pia ketika dirinya ditarik oleh Kiranna yang sedang melontarkan wajah judes ke arah Haikal dan laki-laki itu membalas dengan wajah tak kalah menyebalkannya.
Setelah Pia pergi Haikal melihat ke arah temannya yang masih mengobrol memberikan kode dan langsung dimengerti oleh temannya. Haikal segera bergegas berdiri dan keluar dari kelas kemudian pergi menuju tempat biasanya mereka nongkrong. Di dekat pintu keluar ada area khusus untuk merokok. Haikal membukanya dan masuk ke dalam tidak mengeluarkan rokok ataupun rokok elektrik dia hanya duduk di sana menunggu temannya untuk datang.
"Akhirnya lo bisa ke sini lagi, cuy!" seseorang masuk dan langsung menepuk pundak Haikal duduk di sebelah Haikal mengeluarkan sebungkus rokok dan korek api dari dalam kantong celananya.
"Nyebat kagak?" tanya temannya lagi dan Haikal menolaknya. Dia sudah berhenti lama untuk masalah merokok ini.
"Yaelah, cupu." Temannya mulai menghidupkan korek api dan membakar rokoknya sendiri, menghirup sebatang rokok itu sendiri dan menghembuskannya ke atas.
Haikal menutup hidungnya kemudian pamit untuk keluar sebentar sembari menunggu teman-temannya yang lain untuk datang. Haikal yang dulu maniak tentang rokok sekarang menghirup asapnya saja bisa batuk tidak berhenti.
"Kal, lo beneran berhenti ngerokok cuma gara-gara Pia?" tanya Gerry saat melihat Haikal yang tampak mual-mual karena teman satu gengnya sudah mulai menghidupkan asap rokok di dalam sana.
"Gue memang udah berhenti ngerokok dari lama. Kenapa lo sambung-sambungin ke Pia ?" tanya Haikal menjawab pertanyaan temannya setelah merasa hidungnya sudah agak baikkan.
Gerry tersenyum sekilas saja dan langsung masuk ke dalam ruangan itu dengan pintu yang terbuka agar Haikal masih bisa mengobrol dengan mereka tanpa terkena asap rokok, setidaknya meminimalisir.
"Nyebat,lah sekali-sekali. Rasakan sensasinya bro. Sekali nyebat gue yakin lo bakal nostalgia, dah." Temannya menyodorkan kembali satu puntung rokok baru dan korek api. Haikal menolaknya kemudian duduk di dekat pintu area merokok tersebut.
"Ya udah, enggak usah dipaksa. Haikal bucinnya bukan maen." Gerry memeluk temannya yang masih asik menghisap rokoknya. Haikal tertawa sekilas saja, setidaknya memang benar dirinya bucin dengan Pia.
***
Pia dan Kiranna berjalan bersama di dalam mall. Setelah sengaja memesan tiket dengan jam yang agak sore agar mereka bisa jalan-jalan dan mengobrol terlebih dahulu. Kiranna dan Pia akhirnya duduk di salah satu bangku yang ada, mereka berhadapan sembari menunggu pesanan makanan mereka di antar.
"Pi, jadi gimana sama Haikal ?" tanya Kiranna memancing membuat Pia jadi salah tingkah padahal dirinya dulu paling anti dengan bahasan Haikal dan langsung memasang wajah tidak suka namun, kali ini berbeda dirinya Pia tampak senyum-senyum sendiri.
"Enggak tahu. Jujur aja, gue seneng bisa sama Haikal. Dia baik, sayang sama gue, kadang ngerasa bersalah karena gue galakin dia terus kadang gengsi soalnya dulu gue yang paling anti kalau masalah Haikal ini malah gue nerima dia jadi pacar gue," ujar Pia tersenyum tipis, bayangan wajah Haikal terlintas di pikiran Pia membuat cewek itu makin salah tingkah.
"Baguslah kalau gitu gue berharap hubungan kalian kayak gini terus jangan sampe hal-hal rese menghalangi, deh. Lo tau enggak sih ? Gue seneng banget kalau lo akhirnya bisa nemuin pasangan yang cocok dan move on dari masa lalu lo yang itu," ujar Kiranna menekankan kata 'itu' membuat Pia jadi teringat tentang masalah yang itu.
Pia yang dulu masih anak SMA dan tidak mengerti tentang cinta tiba-tiba ditembak oleh anak paling kaya yang ada di sekolahnya, orang tuanya punya pabrik dan wajah orang itu memang tampan. Pia yang merasa sangat beruntung menerima pernyataan cintanya sampai sekitar satu tahun Pia merasa dimanfaatkan.
Pia memang anak yang rajin dirinya bahkan dulu peringkat satu pararel di SMA nya ditambah dengan Pia berpacaran dengan Brandon membuat reputasinya sangat meningkat. Anak pintar yang berpacaran dengan anak orang kaya sekaligus tampan membuat banyak orang iri dengan label yang di dapatkan Pia.
Pada saat dia kelas 3 SMA awal Pia meminta putus setelah dirinya tidak sengaja mendengar bahwa Brandon memacarinya untuk membantu nilainya naik dan mereka bahkan taruhan kalau Brandon bisa memacari Pia selama setahun lebih dia akan mendapatkan sejumlah uang. Bahkan saat Pia memutuskan Brandon laki-laki itu masih dengan sombong meminta semua barang dan hadiah yang diberikan pada Pia selama mereka masih pacaran. Untungnya, Pia tetaplah Pia walaupun dirinya sehancur apapun sekolah yang paling penting, orang tuanya sudah bekerja keras untuk membiayainya sekolah. Jadi, dia tidak bisa hanya karena disakiti oleh Brandon rangkingnya jadi terpengaruh.
Pia juga heran bahkan setelah mereka putus yang tampak suram adalah Brandon. Bahkan saat masa ujian Brandon selalu meneror Pia dengan runtutan telepon sampai Pia muak sendiri dan memblokirnya. Brandon yang masih gencar bahkan sampai menerornya dengan nomor telepon baru. Awalnya Pia pikir kalau Brandon menerornya untuk kembali pacaran dengannya hanya untuk membantunya belajar untuk ujian. Namun, Brandon benar-benar diluar pemikirannya selama ini.
***
Lanjut ?
KAMU SEDANG MEMBACA
Kampus BakPia
Teen FictionPia bisa gila kalau Haikal terus-terusan mengganggunya. Mengirimkan pesan yang membuat bulu kuduk Pia merinding dan terus-terusan melontarkan kata-kata cinta bahkan sampai datang ke kos-kosan miliknya dengan alasan tugas kelompok. "Pi, lo tau engga...